Bandung, Kabariku – Universitas Padjadjaran (Unpad) secara resmi memberhentikan seorang dokter peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Fakultas Kedokteran yang bertugas di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung. Langkah tegas ini diambil setelah dokter berinisial PAP (31), yang tengah menempuh pendidikan spesialis anestesiologi, diduga melakukan pemerkosaan terhadap seorang perempuan anggota keluarga pasien.
Rektor Unpad, Prof. Arief S. Kartasasmita, menyatakan bahwa keputusan pemutusan studi tersebut merupakan bentuk ketegasan institusi terhadap dugaan pelanggaran hukum dan norma yang dilakukan oleh peserta didiknya.
“Unpad sangat prihatin atas kasus ini. Kami tidak akan menoleransi pelanggaran hukum maupun pelanggaran norma yang berlaku. Meskipun proses hukum masih berlangsung, kami telah memiliki cukup indikasi untuk menjatuhkan sanksi akademik,” ujar Arief dikutip Rabu (9/4/2025).
Ia menambahkan, PAP kini tidak lagi berstatus sebagai peserta didik Unpad dan dilarang mengikuti kegiatan apa pun di lingkungan kampus maupun rumah sakit pendidikan. Selain itu, Unpad juga memastikan akan memberikan pendampingan terhadap korban serta berkoordinasi dengan pihak RSHS dan kepolisian agar proses hukum berjalan adil dan transparan.
“Kami menyampaikan penyesalan mendalam kepada korban dan keluarganya. Kami harap kejadian serupa tidak terulang di masa mendatang,” tambahnya.
Kronologi Dugaan Pemerkosaan
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jawa Barat, Kombes Pol Surawan, mengungkapkan bahwa dokter spesialis Unpad berinisial PAP telah ditahan sejak 23 Maret 2025 atas dugaan tindak pidana kekerasan seksual. PAP merupakan mahasiswa semester dua program spesialis anestesiologi Unpad yang bertugas di RSHS.
Surawan menjelaskan, peristiwa terjadi pada pertengahan Maret 2025 di lantai 7 gedung RSHS, saat korban tengah menjaga ayahnya yang dirawat dan membutuhkan transfusi darah. Pelaku mendekati korban dengan alasan melakukan pemeriksaan crossmatch, yaitu pengecekan kecocokan golongan darah.
Namun, dalam proses tersebut, PAP menyuntikkan cairan yang diduga mengandung Midazolam—obat penenang yang dapat menyebabkan kehilangan kesadaran. Korban kemudian tak sadarkan diri.
Beberapa jam kemudian, setelah sadar, korban mengaku merasakan nyeri tak hanya di bekas suntikan di tangan, tetapi juga di area kemaluan. Kecurigaan itu membuat korban segera menjalani visum, dan hasil pemeriksaan menunjukkan adanya cairan sperma di alat vitalnya.
Keluarga korban langsung melaporkan kejadian ini ke Polda Jawa Barat. Kombes Pol Surawan membenarkan bahwa pihaknya telah menangani kasus tersebut dan menahan tersangka sejak 23 Maret.
Direktur Utama RSHS, dr. Rachim Dinata Marsidi, turut mengonfirmasi kejadian itu dan menyatakan kekecewaannya. Ia menegaskan bahwa pelaku telah dikembalikan ke pihak universitas dan dikeluarkan dari program pendidikan.
“Perbuatan ini adalah pelanggaran berat. Kami tidak bisa mentolerir tindakan pidana, dan pelaku telah kami keluarkan dari program pendidikan dokter spesialis di RSHS,” ujar Rachim.***
Jangan lupa, Ikuti Update Berita menarik dari kabariku.com dan klik follow akun Google News Kabariku dan Channel WhatsApp Kabariku.com
Discussion about this post