Jakarta, Kabariku- Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan permohonan yang diajukan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Nurul Ghufron terkait perpanjangan masa jabatan pimpinan KPK dari empat tahun menjadi lima tahun.

Menanggapi putusan tersebut, Guru Besar Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof Nurhasan Ismail menilai kewenangan Mahkamah Konstitusi (MK) untuk menguji dan memperbaiki rumusan normanya.
Prof Nurhasan menjelaskan hal tersebut berkaitan dengan dengan 2 Pasal yang diuji materi:
Pertama, Pasal 29 huruf e yang mengubah batas minimal usia dari 40 tahun menjadi 50 tahun dengan tambahan atau berpengalaman masuk akal karena: (a) dengan batas minimal 50 tahun diharapkan ada kematangan bathin dan berpikir; (b) atau berpengalaman untuk mengakomodasi orang-orang yang belum mencapai 50 tahun namun sudah pernah memimpin KPK sebelumnya.
“Dengan pengalaman yang dipunyai tentu diharapkan kematangan bathin & berpikir sudah semakin meningkat,” terangnya.
Kedua, MK mengubah Pasal 34 ttg masa jabatan pimpinan KPK dari 4 tahun menjadi 5 tahun. Mengenai masa jabatan sebenarnya termasuk Opened Legislative Policy dan menjadi kewenangan pembentuk UU.
“Jika kemudian MK sebagai penjaga konsistensi penjabaran Konstitusi dan konsistensi antarUU yang lain, maka tidak ada sesuatu yang perlu dipermasalahkan dengan pertimbangan konsistensi dengan masa jabatan pimpinan di komisi-komisi lain,” jelas Prof. Nurhasan.
Mengenai keberlakuan Putusan MK terhadap pimpinan KPK yang sekarang, menurutnya, tentu akan ada perbedaan pendapat.
Pertama, pasti ada yang berpendapat bahwa putusan MK hanya akan berlaku yang akan datang dengan pertimbangan putusan hanya berlaku bagi peristiwa/pimpinan KPK yang akan datang dan tidak boleh berlaku surut;
Kedua, Putusan MK dapat diberlakukan terhadap pimpinan KPK yang sekarang dengan pertimbangan bahwa jabatan yang sekarang berlangsung akan mengikuti peraturan yang berlaku pada masa jabatannya. Jika dalam masa berlangsungnya jabatan yang sekarang ini terjadi perubahan ketentuan peraturan per-UU-an maka jabatan harus tunduk pada perubahan ketentuan yang terjadi.
“Saya pribadi setuju pendapat kedua dengan pertimbangan lebih efisien dan beranologi pada masa pensiun Guru Besar yang sebelumnya hanya 65 tahun namun dalam perjalanan berubah menjadi 70 tahun. Konsekuensinya semua Guru Besar yang belum pensiun harus pensiun pada usia 70 tahun,” tutup Prof. Nurhasan.
Seperti diketahui, Sidang pengucapan Putusan Nomor 112/PUU-XX/2022 digelar di MK, pada Kamis (25/5/2023).
“Amar putusan, mengadili, mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua MK Anwar Usman saat membacakan putusan UU KPK didampingi delapan hakim konstitusi.
Dalam amar putusan tersebut, Mahkamah juga menyatakan Pasal 29 huruf e UU KPK yang semula berbunyi, “Berusia paling rendah 50 (lima puluh) tahun dan paling tinggi 65 (enam puluh lima) tahun pada proses pemilihan”, bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak berkekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai, “berusia paling rendah 50 (lima puluh) tahun atau berpengalaman sebagai Pimpinan KPK, dan paling tinggi 65 (enam puluh lima) tahun pada proses pemilihan”.
Kemudian menyatakan Pasal 34 UU KPK yang semula berbunyi, ‘Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi memegang jabatan selama 4 (empat) tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk sekali masa jabatan’, bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak berkekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai, ‘Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi memegang jabatan selama 5 (lima) tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk sekali masa jabatan’.
Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan putusan soal gugatan masa jabatan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi lima tahun langsung berlaku.***
Red/K.000
Berita Terkait :
Jangan lupa, Ikuti Update Berita menarik dari kabariku.com dan klik follow akun Google News Kabariku dan Channel WhatsApp Kabariku.com
Discussion about this post