Kabariku– Pasca ditetapkan tersangka, Lukas Enembe mangkir dari dua panggilan KPK, untuk diperiksa sebagai tersangka korupsi APBD di Provinsi Papua.
Sebagai tersangka koruptor dan sebagai Kepala Suku Besar yang dicintai, di Papua, Enembe seolah memiliki dua wajah.
Ketua Umum Dewan Presidium Pusat Masyarakat Adat Tabi, Papua, Ismael Isack Assa Mebri mengatakan, Ketika berbicara tentang Lukas Enembe, Ondofolo di kampung Hebeybhulu Yoka, Papua menyebut dua hal.
Pertama, mereka memberi apresiasi tinggi untuk Enembe sebagai Gubernur yang telah berbuat banyak untuk tanah dan masyarakat Papua.
Kedua, terkait kasus hukum yang membelitnya, mereka menyerahkan penanganan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dengan catatan proses itu dilakukan secara adil.

“Karena orang seperti Pak Lukas Enembe susah kita temukan di Papua ini. Hatinya besar untuk orang Papua, untuk tanah Papua, untuk masyarakatnya. Bapak membela, mengangkat harkat martabat orang Papua di kancah nasional maupun internasional, jadi mungkin karena itu hati orang Papua ini besar untuk membela, walaupun Bapak terjerat dengan kasus hukum,” ujarnya Ismael dikutip Kamis (20/10/2022).
Ismael menggambarkan posisi Enembe, sebagai ‘Ondofolo’ atau pemimpin suku bagi masyarakat adat, dengan menyebut tujuh wilayah di Papua yang masing-masing memiliki budaya dan adat.
Lukas Enembe sendiri berasal dari wilayah adat Lapago. Karena dianggap berbuat banyak bagi masyarakat, Enembe diangkat sebagai kepala suku besar untuk mengayomi seluruh masyarakat tujuh wilayah adat itu.
“Jadi, itu yang mungkin menjadi perhatian masyarakat Lapago, juga Papua. Karena apa yang Pak Lukas Enembe perbuat bagi masyarakat Papua, membela hak-hak mereka. Seperti itu yang bisa diangkat sebagai kepala suku besar, yang harus kita hormati, kita jaga, lindungi, mungkin seperti itu yang masyarakat lakukan, di luar dari urusan KPK,” terangnya.
“Kalau dimata hukum semua orang sama, to?” tambahnya.
Pihaknya menghormati hukum, menurutnya, selama keadilan ditegakkan dan tidak dikaitkan dengan politik.
“Kita menghormati hukum, kalau ada salah, kita serahkan ke hukum, keadilan yang betul-betul bisa ditegakkan. KPK harus adil kepada Pak Lukas Enembe, karena kita di Papua dipenuhi berbagai isu. Kalau betul-betul ke ranah hukum, ya ke situ. Jangan berkait dengan politik,” tegasnya.
Ondoafi Tanah Tabi Papua Dukung KPK
Pemimpin adat (Ondoafi) dari Tanah Tabi di Papua, Yanto Eluay, menyatakan masyarakat adat Papua mendukung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusut kasus dugaan korupsi oleh Gubernur Papua Lukas Enembe.

“Untuk saat ini saya boleh katakan seluruh komunitas masyarakat adat Papua mendukung penegakan hukum terhadap anak Papua, siapa pun dia, yang terindikasi melakukan penyelewengan terhadap keuangan negara,” kata Yanto Eluay melansir Infopublik. Selasa (18/10/2022).
Menurut Yanto, dukungan itu untuk mengungkap penyalahgunaan dana Otonomi Khusus (Otsus) Papua yang dilakukan oleh para pejabat Papua.
Selain dukungan kepada KPK, Yanto juga berharap pemerintah pusat memberikan perhatian terhadap pelayanan masyarakat, yang saat ini terkendala akibat sakitnya Gubernur Lukas Enembe.
“Masyarakat Papua sangat membutuhkan pelayanan pemerintah,” katanya.
Yanto berharap pemerintah pusat dapat menunjuk penjabat untuk melaksanakan tugas-tugas pelayanan publik. Sehingga Lukas Enembe dapat fokus memulihkan kesehatan untuk menghadapi pemeriksaan KPK.
“Saat ini Lukas Enembe sudah menjadi tersangka, beliau sedang sakit yang cukup berkepanjangan, saya kira pemerintah pusat sudah bisa mengambil langkah-langkah demi pelayanan kepada publik,’’ katanya.
Yanto juga mengomentari soal pengukuhan Gubernur Papua Lukas Enembe sebagai Kepala Suku Besar Papua oleh Dewan Adat Papua (DAP).
Yanto menilai tindakan DAP itu telah merusak tatanan adat. Bahkan pihaknya menyebut, pengukuhan atau pengangkatan telah mencoreng wibawa masyarakat Papua.
“Saya sendiri juga selaku tokoh adat di Papua ingin sampaikan bahwa apa yang dilakukan oleh Dewan Adat Papua terkait pengukuhan Lukas Enembe sebagai Kepala Suku Besar bagi tujuh wilayah adat di Papua merupakan suatu tindakan yang melecehkan dan merusak tatanan adat Papua,” katanya.
Yanto menegaskan, pengangkatan seorang menjadi kepala Suku Besar Papua harus punya kriteria tertentu, seperti harus memiliki silsilah atau garis keturunan kepala suku, tidak asal mengukuhkan seseorang sebagai kepala Suku Besar karena suatu kepentingan tertentu.
“Seorang pemimpin itu harus menjadi panutan. Segala perilakunya menjadi teladan. Kalau moralitasnya, perilakunya kurang baik, bagaimana bisa menjadi pimpinan adat dan menjadi panutan bagi masyarakat adat yang dipimpinnya,” tandas Yanto.
Peran Menkopolhukam Dipertanyakan
Samuel Awom, Kepala Pemerintahan Adat Dewan Adat Papua Wilayah III Doberay, mengakui kasus Enembe menambah rumit persoalan di Papua, seperti kasus mutilasi di Mimika dan persidangan kasus pelanggaran HAM berat Paniai yang sedang berlangsung.

Ada pandangan, seolah-olah kasus Enembe dimunculkan untuk mengalihkan perhatian rakyat Papua dari dua peristiwa itu. Disisi lain, lanjut Samuel, Indonesia juga memiliki banyak kasus korupsi yang tidak tuntas.
“Ada gejolak di Papua yang kuat ketika berbagai macam akumulasi kasus ini tidak diselesaikan. Rakyat melihat bahwa proses kasus Enembe, yang saat ini ditetapkan sebagai tersangka, itu bagian dari kriminalisasi. Ini juga sesuatu yang agak rumit, melihat situasi di Papua hari ini,” ujarnya.
Berita Terkait Sebelumnya ‘Menko Polhukam Bersama KPK Tegaskan Penetapan Gubernur Lukas Enembe sebagai Tersangka Bukan Rekayasa Politik’
Semuel mengingatkan, masa jabatan Enembe tinggal satu tahun kedepan. Jika tidak ingin menimbulkan konflik di masyarakat, sebenarnya proses hukum bisa menunggu Enembe menyelesaikan tugasnya.
Masyarakat Papua juga memiliki keraguan terkait gratifikasi Rp1 miliar yang dituduhkan. Juga perlu dicek secara detil terkait dana Rp560 miliar yang disebut-sebut terkait Enembe.
“Apakah itu bagian dari hasil kekayaan Enembe atau tidak? Jadi, posisinya di situ. Yang penting jangan membuat rakyat Papua hari ini berkonflik,” ujar Samuel.
Menurutnya, Ada perasaan tidak adil dihati masyarakat Papua, karena di era pemerintahan Joko Widodo ini ada banyak kasus korupsi yang tidak selesai tuntas, sementara Lukas Enembe dijadikan sasaran.
Kemunculan Menkopolhukam Mahfud MD yang lebih sering dibanding KPK dalam kasus ini, dinilai membuat posisi KPK tidak independen.
“KPK sudah dibawah kontrol Pemerintah. Bagaimana mungkin orang melihat pemerintahan Jokowi bersih kalau KPK sudah dikontrol Menkopolhukam. Negara mempertontonkan kebijakan yang salah. KPK harus diberi ruang independen, melakukan penyidikan transparan, kemudian umumkan sendiri, jangan memakai Menkopulhukam,” jelasnya.
Rakyat yang pro Lukas Enembe, lanjut Samuel, tidak akan membiarkan proses hukum berjalan, dan kemungkinan besar, konflik akan naik.
“Jangan sampai ada pelanggaran HAM baru dalam proses ini ke depan,”cetusnya.
Peran Mendagri Ditunggu
Akademisi Universitas Cenderawasih, Papua, Marinus Mesak Yaung melihat persoalan ini dalam sudut lebih luas.
“Salah satu akar persoalan adalah rasa ketidakpuasan dan ketidakpercayaan masyarakat Papua terhadap pemerintah pusat. Apapun keputusan pemerintah pusat akan selalu mendapat resistensi dari masyarakat Papua. Apalagi, keputusan yang menyentuh salah satu simbol kekuatan politik orang Papua, yaitu Gubernur Lukas Enembe ini,” kata Marinus Mesak.

Selain Gubernur, Enembe adalah simbol politik dan perlawanan dan simbol orang Papua menuntut keadilan kepada negara. Karena itu, selain menyodorkan bukti-bukti, KPK perlu melakukan langkah persuasif, membangun komunikasi, khususnya terkait opsi penjemputan paksa.
“Saya cukup khawatir dengan opsi penjemputan paksa, walaupun ini sesuai dengan ketentuan KUHAP, tetapi resiko gangguan keamanannya, resiko konflik politiknya, itu besar sekali,” ujar Marinus mengingatkan.
Orang Papua menilai apa yang terjadi pada Enembe adalah kriminalisasi. Sekuat apapun bukti yang disodorkan KPK dan pemerintah pusat, anggapan itu tidak akan luntur.
BACA juga ‘KPK Periksa Sejumlah Saksi Terkait Korupsi Gubernur Papua Lukas Enembe‘
Agar tidak muncul kekerasan berdarah, Marinus menyarankan peran Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian.
“Usul saya, saran saya, Pak Tito ke Jayapura, ketemu dengan Pak Lukas, bicara baik-baik. Pak Lukas akan izinkan untuk diperiksa oleh KPK, itu saja saya pikir. Yang bisa menenangkan massa, cuma Pak Lukas Enembe. Karena beliau ini kan pemimpin politik, sekaligus pemimpin tradisional, atau big man itu,” tegasnya.
Menurut Marinus, Selain soal kesehatan, pihaknya menyebut dua sosok yang didengar oleh Lukas Enembe.
“Di Republik ini, yang didengar Pak Lukas Enembe cuma Mendagri dan Pak Jokowi. Soal kesehatan beliau yang menjadi alibi itu, KPK kan punya dokter yang bisa dipercaya dan diandalkan, yang akan memeriksa kesehatan Pak Lukas Enembe juga,” ujarnya.
Marinus adalah satu dari sedikit intelektual Papua yang mencoba bersikap jernih dalam persoalan ini. Namun, dia mengaku mendapat serangan dan dianggap menyebar hoaks.
“Ketika KPK menetapkan seseorang sebagai tersangka, maka pasti sudah ada cukup bukti yang kuat secara hukum,” ujarnya.
Justru proses pemeriksaan diperlukan untuk menjernihkan semua dugaan yang muncul saat ini. KPK jelas memiliki data, dan sudah memeriksa saksi dalam kasus ini.
“Tetapi, ini tidak diketahui oleh masyarakat di Papua. Ataukah mereka sudah tahu, tetapi mereka pura-pura karena memang merasa tidak suka dengan Jakarta. Sudah merasa bahwa selalu saja Papua ini menjadi korban dalam semua kebijakan negara,” ujar Marinus.
Marinus mengingatkan, ada banyak bukti video, termasuk aktivitas Lukas Enembe di luar negeri. Barangkali, gubernur Papua itu sendiri tidak menyadari bahwa sejak dijadikan target dalam kasus korupsi, gerak-geriknya sudah diawasi.
“KPK dan Menkopolhukam, tidak mungkin mempertaruhkan kredibilitasnya, dengan menyebarkan data yang tidak valid,” ujarnya.
Apalagi, Papua adalah isu sensitif di dunia internasional. Jika data itu keliru, isu Papua merdeka bahkan akan berkembang liar.
“Karena itu, menurut saya, logika saya, ini bukan sesuatu yang bukan tanpa bukti kuat. KPK punya bukti yang kuat, dan mereka tahu, kalau mereka salah dalam menyampaikan data, ini masalah Papua bisa meledak. Saya yakin betul, saya percaya betul data mereka memang valid, dan akan dibuktikan di Pengadilan,” tandasnya.***
*Sumber: VOAIndonesia dan Infopublik
Red/K.101
BACA juga berita menarik seputar Pemilu KLIK disini
Jangan lupa, Ikuti Update Berita menarik dari kabariku.com dan klik follow akun Google News Kabariku dan Channel WhatsApp Kabariku.com
Discussion about this post