• Redaksi
  • Kode Etik
  • Pedoman Media Siber
  • Privacy Policy
Kamis, Juli 3, 2025
Kabariku
Advertisement
  • Beranda
  • Berita
    • Nasional
    • Daerah
  • Kabar Presiden
  • Kabar Pemilu
  • Dwi Warna
  • Hukum
  • Ekonomi
  • Politik
  • Hiburan
  • Teknologi
  • Opini
    • Artikel
    • Edukasi
    • Profile
    • Sastra
Tidak ada hasil
View All Result
Kabariku
  • Beranda
  • Berita
    • Nasional
    • Daerah
  • Kabar Presiden
  • Kabar Pemilu
  • Dwi Warna
  • Hukum
  • Ekonomi
  • Politik
  • Hiburan
  • Teknologi
  • Opini
    • Artikel
    • Edukasi
    • Profile
    • Sastra
Tidak ada hasil
View All Result
Kabariku
Tidak ada hasil
View All Result
  • Beranda
  • Berita
  • Kabar Presiden
  • Kabar Pemilu
  • Dwi Warna
  • Hukum
  • Ekonomi
  • Politik
  • Hiburan
  • Teknologi
  • Opini
Home Opini

Demokrasi dan Keadilan Sosial: Tantangan Menuju Kepemimpinan Baru 2024

Redaksi oleh Redaksi
3 Juli 2022
di Opini
A A
0
ShareSendShare ShareShare
Dr. Syahganda Nainggolan,
Sabang Merauke Circle

Makalah disampaikan pada seminar kebangsaan Syarikat Islam, “Demokrasi dan Keadilan Sosial, di Jakarta. Minggu (3/7/2022).

Kabariku-  Demokrasi dan keadilan sosial dalam diskursus sosial sering membingungkan. Pertama, apakah demokrasi itu hanya sebuah “tools” untuk mewujudkan keadilan sosial.

Advertisement. Scroll to continue reading.

Kedua, apakah demokrasi itu, seperti juga keadilan sosial adalah keduanya merupakan tujuan. Ketiga, apakah sesungguhnya keduanya mempunyai korelasi? Ketiga isu di atas penting kita pikirkan saat ini, sebab indeks demokrasi di Indonesia mengalami penurunan drastis selama pemerintahan Jokowi 8 tahun terakhir ini.

RelatedPosts

Koruptor Berlari, Hukum Tertatih

Putusan MK dan Pertanyaan Besar yang Mengiringinya

Pentingnya Pemerataan Pembangunan, Jawa Selatan sebagai Solusi Jitu atau Masalah Baru?

Begitu juga kemiskinan terus memburuk dan ketimpangan sosial semakin menganga.

Padahal Jokowi awalnya hadir sebagai sosok pemimpin sederhana yang menawarkan diri untuk memberantas kemiskinan dan menegakkan keadilan sosial melalui berbagai jargon dan plarform perjuangannya, seperti “Revolusi Mental”, Trisakti, dan Nawacita.

Jika indeks demokrasi memburuk, namun menghasilkan kesejahteraan yang tinggi dan merata, maka orang mampu membayangkan bahwa pengurangan demokrasi akan berkorelasi terhadap pemberantasan kemiskinan.

Artinya, tingkatan demokrasi itu sekedar alat saja.

Indeks demokrasi kita ( Source: A new low for global democracy | The Economist ) menurut EIU (European Inteligent Unit), dengan mengambil 5 kluster besar indikator, yakni, “ electoral process and pluralism, the functioning of government, political participation, democratic political culture and civil liberties”, menempatkan Indonesia pada ranking 52 dari 167 negara, dengan skore 6,71.

EIU mengklasifikasikan 4 tingkatan dari negara otoriter, hybrid, flaw democracy dan full democracy. Dengan skore yang ada Indonesia saat ini selalu berada pada “Flaw Democracy” atau demokrasi yang cacat.

Demokrasi yang cacat disebutan karena indikator yang dipenuhi hanya sebagian, seperti “fair election dan basic liberties”. Cacat dikarenakan partisipasi publik yang lebih besar tidak terjadi, media tidak bebas dan pemerintah tidak ingin dikontrol.

Indeks demokrasi selama pemerintahan Jokowi dapat dilihat dari trend grafik di bawah ini, di mana awal-awalnya indeks tersebut naik melampaui skor 7, namun kemudian menurun drastis.

Baca Juga  Momentum Kebangkitan Nasional: Menggugah Semangat Generasi Muda Membangun Jakarta

Secara kualitatif, Amnesty Internasional Indonesia (AII), pada seminar tentang demokrasi di Jakarta tahun ini, seperti dikutip pada suara.com 20/5/2022, mengatakan bahwa selama 14 tahun terakhir, tahun inilah tahun demokrasi yang paling buruk. Ketua AII mengatakan kemunduran ini akibat pemerintah ingin mengembalikan kekuasaan menjadi sentralistik, otoriter, dan melemahkan institusi reformasi seperti KPK dan MK.

Sejalan dengan EIU dan AII di atas, berbagai Indonesianis, khususnya yang berbasis di Australia melihat Indonesia dalam sitasi “illiberal democracy” atau “Jokowi’s Turn-Back Authoritarian” Mereka menggambarkan bahwa demokrasi yang dijalankan Jokowi melanggar prinsip-prinsip demokrasi yang benar, seperti melakukan langkah otoritarian dalam membubarkan ”ormas radikal”, padahal belum ada pembuktian pengadilan atas kesalahan ormas tersebut.

Secara kualitatif, sebenarnya kita sendiri mengetahui buruknya demokrasi di era Jokowi melebihi apa yang dilukiskan beberapa lembaga di atas. Pembungkaman demokrasi, kebebasan sipil, pembungkaman media sosial dan spying, serta pemenjaraan aktifis politik kembali terjadi secara massif dalam era Jokowi. Jika AII belum meyakini setuasi demokrasi kita kembali sam dengan  pada masa orde baru, maka apa yang kita saksikan saat ini sebenarnya sudah terjadi. Rezim intelijen di masa orde baru kembali muncul dengan massif lagi di masa Jokowi ini.

Dalam kaitan tema diskusi kita saat ini, kita kembali bertanya, apakah kemakmuran rakyat dan keadilan sosial meningkat di masa Jokowi?

Untuk mengukur kemakmuran dan keadilan sosial, kita harus melihatnya dalam dua dimensi. Pertama, dimensi statistik yang mempotret angka-angka indikator seperti angka kemiskinan, angka pengangguran, koefisien gini, indeks konsumen, nilai tukar petani, upah buruh, inlasi, dll. Kedua, kita harus melihat persoalan kemiskinan secara strutural, yakni dikaitkan dengan faktor penguasaan asset produktif, akses dan fakta terkait pembiayaan, dan dukungan negara.

Angka kemiskinan BPS 2021, menunjukkan kemiskinan di Indonesia berada pada level di atas 10%. Angka itu juga pernah di klaim pemerintah turun di bawah 10% pada Maret  2019. Ini dicatat pada angka garis kemiskinana Rp 425.000.

Namun, statistik penurunan kemiskian selama 10 tahun terakhir (2011-2021), menurut Elan Satria, ketua Tim Penanggulangan kemiskinan  Indonesia, hanya rerata 0,5% pertahun. Keberhasilan menurunkan sebesar 1% cuma terjadi pada tahun 2011-2012. (mediaindonesia.com, 8/18/21).

Baca Juga  Anies Baswedan dan Indonesia Menggugat

Sebaliknya, cnbc, pernah  melaporkan sepanjang 5 tahun pertama kepemimpinan Jokowi hanya berhasil menurunkan kemiskinan di atas 1 % saja. Atau jauh lebih kecil. Menurut CNBC, 15/1/20, di era Jokowi hanya terjadi penurunan kemiskinan sebesar 1,04 %, sebaliknya di era 2009-2014 tingkat kemiskinan berhasil turun sampai 3,19 persen poin dan pada 2004-2009, tingkat kemiskinan juga turun l 2,51 persen poin serta 1999-2004 turunnya lebih besar, yakni 6,83 persen.

Seandainya sumber resmi pemerintah kita rujuk, penurunan dengan angka 0,5% pertahun, Indonesia akan terjebak dalam situasi yang bolak-balik begitu saja, artinya hanya seperti mengutak atik angka-angka statistik,, namun tidak merubah substansi untuk pengentasan kemiskinan.

Jika kita lihat lebih dalam di daerah, angkanya lebih memperihatinkan, misalnya, Sumatera Selatan yang hanya menurunkan kemiskinan sebesar 0,19 dan NTT 0,22%  pada tahun 2020-2021. Padahal, seperti Sumsel, saat yang sama kekayaannya,  batubara, kayu, minyak goreng, migas dll, di ekspor dengan jumlah besar-besaran. Angka kemiskinan dengan penurunan yang kecil merupakan angka kutukan jika kita ingin melihat harapan ke depan.

Dari pendekatan kemiskinan struktural, harapan semakin pupus karena transformasi penguasaan asset, baik properti/land maupun keuangan/pembiayaan semakin meihak orang-orang kaya. Paada tahun 2019, beritasatu.com, 28/8/2019, memberitakan struktur kepemilikan uang di rekening bank sebagai berikut, dari Rp. 5900 T pada Juli 2019, dari total kepemilikan rekening 291 juta, mayoritas rekening (98%) dimiliki nasabah dengan simpanan di bawah rp. 100 juta.

Dari jumlah total uang bank, itu hanya sebesar 1% saja. Sebakliknya, pemilik uang 2-5 miyar berjumlah 0,5% dengan porsi kepemilikan 1%, selanjutnya pemilik di atas 5 milyar mempunyai rekening sebanyak 98.947 rekening dengan porsi kepemilikan 47% atau sebesar Rp. 2.768,62 T.

Bagaimana kondisi terbaru ketika pandemi? Ketika rakyat miskin terseok-seok mengantri bantuan sosial?

Riset IDEAS, sebuah lembaga di bawah yayasan Dompet Dhuafa, dalam Kompas, 19/12/21, menjelaskan “sejak pandemi, terlihat pola yang konsisten, rasio tabungan kelas atas meningkat tajam dan rasio tabungan kelas bawah semakin terpuruk. Pangsa simpanan masyarakat di perbankan dengan tier nominal lebih dari Rp 5 miliar meningkat dari 46,2 persen pada Desember 2019 menjadi 50,7 persen pada September 2021″.

Baca Juga  Pidato Tokoh Malari Hariman Siregar di Pemakaman Agus Edy Santoso

Catatan tentang reformasi asset atau “Landreform” dalam Nawacita Jokowi tdak mempunyai jejak yang nyata. Jokowi hanya berhasil memperkuat program hutan sosial yang sudah ada sejak dulu sedangkan Landreform, seperti yang dibayangkan Soekarno ketika menjalankan sosialisme ekonomi, tidak terjadi. Berbagai catatan menyebutkan tanah-tanah produktif di INdonesia dengan skala puluhan juta hektar hanya dikuasai segelitir orang saja.

Strutkur kepemilikan asset, baik tanah maupun uang, seperti digambarkan di atas jika dikaitkan dengan Material Power Indeks (MPI), sebagaimana yang dikonsepkan Jeffry Winters dalam Oligarcy in The United States, sebagai ukuran kekayaan oligarki dibanding rerata rakyat, di mana Indonesia sebesar 548.000, jauh lebih besar dari Malaysia 152.000 dan SIngapore 46.000, atau konsep Thomas Piketty tentang return to capital/growth yang selalu membesar, maka dapat dipastikan kemiskinan dan ketidak adilan di Indonesia akan terus menganga. Dan negara tidak lagi mempunyai arti yang penting sebagai faktor keadilan sosial.

Kita sudah memperlihatkan demokrasi dan isu kesejahteraan di atas. Keduanya memburuk begitu dahsyat di era Jokowi. Mungkin Jokowi dapat berkeli bahwa sebagiannya karena faktor eksternal, seperti pandemi covid-19 maupun perang Ukraina dan Rusia saat ini.

Namun, dalam dimensi struktural, baik era pandemi maupun di luar pandemi, situasi kemiskinan dan ketimpangan kepemilikan asset tetap menjadi persoalan besar, bahkan jika dikaitkan dengan kasus minyak goreng beberapa waktu lalu, tampak Jokowi gagal memerankan fungsi negarasebagai instrument keadilan.

Selain urusan minyak goreng, kesejahteraan buruh juga semakin buruk saat ini, khususnya ketika UUOmnibus Law diberlakukan dan upah buruh hanya mengalami kenaikan 0,85% saja (2022).

Lalu apakah buruknya demorasi mempunyai korelasi terhadap pengurangan kemiskinan dan sekaligus memperbaiki keadilan sosial? Hubungan ini perlu diselidiki lebih jauh.

Namun, pada era sebelum Jokowi, ketika demokrasi berjalan, 2000-2014, tingkat pengentasan kemiskinan berjalan jauh lebih baik. Oleh karenanya kita harus meyakini bahwa peningkatan indeks demokrasi secara tajam perlu dilakukan.

Begitu pula, desain negara ke depan, khususnya dalam kepemimpinan baru, harus mengahsilakn langkah struktural yang kuat dibidang kemakmuran rakyat.***

Red/K.101

Jangan lupa, Ikuti Update Berita menarik dari kabariku.com dan klik follow akun Google News Kabariku dan Channel WhatsApp Kabariku.com

Tags: Demokrasi dan Keadilan Sosial: Tantangan Menuju Kepemimpinan Baru 2024Dr. Syahganda NainggolanSabang Merauke Circle
ShareSendShareSharePinTweet
ADVERTISEMENT
Post Sebelumnya

KPK Ajak Masyarakat Berpartisipasi Pada Lelang Non-Eksekusi 14 Unit Mobil dan 5 Unit Sepeda Motor. Berikut Rinciannya

Post Selanjutnya

Polri dan Keadaban Nasional

RelatedPosts

Koruptor Berlari, Hukum Tertatih

1 Juli 2025
Muhammad Lukman Ihsanuddin

Putusan MK dan Pertanyaan Besar yang Mengiringinya

30 Juni 2025

Pentingnya Pemerataan Pembangunan, Jawa Selatan sebagai Solusi Jitu atau Masalah Baru?

16 Juni 2025
Kiri: Oki Muraza. Kanan: Oki Muraza di hadapan Presiden Prabowo Subianto dalam momen IPA Convex 2025 di Jakarta Mei 2025 lalu.

Profil Wadirut Pertamina Oki Muraza: Dosen dan Peneliti Terkemuka di Arab Saudi

14 Juni 2025

Strategi Prabowo Memerdekakan Palestina

31 Mei 2025
Haidar Alwi

“Toko Kelontong” Global yang Masih Berkutat di Zona Nyaman, Alarm untuk yang Masih Tertidur

29 Mei 2025
Post Selanjutnya

Polri dan Keadaban Nasional

Pagelaran Wayang Kulit, Kapolri: Pelestarian Budaya Wujudkan Polri Lebih Dekat Dengan Masyarakat

Discussion about this post

KabarTerbaru

Konferensi Pers JAM PIDSUS Penyitaan Rp1,37 Triliun Uang Korporasi Terdakwa Ekspor CPO di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta

JAMPidsus Sita Dana Korporasi Rp1,37 Triliun Perkembangan Perkara CPO Minyak Goreng

3 Juli 2025
Kepala Badan Pangan Nasional/NFA, Arief Prasetyo Adi saat Rapat Dengar Pendapat di DPR RI

Bantuan Pangan Beras Mulai Disalurkan Juli, Pemerintah Pastikan ‘One Shoot’ untuk Dua Bulan

2 Juli 2025
Bupati Garut Dr. Ir. H. Abdusy Syakur Amin, M.Eng., IPU., di Pendopo Garut

Bupati Garut Seleksi 24 Pejabat untuk 8 Jabatan Eselon II, Fokus pada Integritas dan Visi

2 Juli 2025
Oplus_131072

Putusan MK Merubah Skema Pemilu, Berikut Tanggapan SIAGA 98

2 Juli 2025
Kejaksaan Agung

Kejagung Kembali Sita Uang Rp1,3 Triliun dari Kasus Ekspor CPO

2 Juli 2025
Presiden Prabowo Luncurkan Satuan Pemenuhan Gizi Polri Rangkaian Acara peringatan Hari Bhayangkara ke-79 di Monumen Nasional (Monas), Jakarta, pada Selasa (1/7/2025)

Presiden Prabowo Resmi Luncurkan SPPG Polri: Strategi Perbaikan Gizi Nasional

2 Juli 2025

Gemira Dukung Penuh Pengesahan RUU Perampasan Aset, Jalan Keadilan untuk Rakyat

2 Juli 2025
Universitas Gadjah Mada menayangkan gambar kampus dalam suasana temaram dan hening sebagai simbol suasana duka atas meninggalnya dua mahasiswa KKN di Maluku Tenggara/UGM

UGM Berduka, Dua Mahasiswa KKN Tewas di Maluku Tenggara, Ini Unggahannya

2 Juli 2025
Ilustrasi, demo sopir truk

Penjelasan Soal ODOL dan Akar Masalah Demo Sopir Truk di  Kemenhub Hari Ini

2 Juli 2025

Kabar Terpopuler

  • Viral Pasien BPJS Meninggal Dunia di RSUD Cibabat, Diduga Lambatnya Penanganan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Bu Guru Salsa yang Viral karena Video Syur, Kini Bahagia Dinikahi Duda PNS

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • HUT Bhayangkara ke-79 Digelar di Monas, Sederet Jalan Ini Akan Ditutup 1 Juli 2025 Mulai Pagi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Longsor di Cilawu, Lalu Lintas Garut-Tasik via Singaparna Dialihkan ke Jalur Malangbong

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • DNIKS Dukung Porturin Sukseskan Ajang Olahraga Tunarungu Asia Tenggara 2025 di Jakarta

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Saksi Sejarah dari Bandung: Seruan Melawan Lupa dan Penuntasan Tragedi Kemanusiaan Mei 1998

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KPK Dalami Kasus EDC Bank BRI Senilai Rp2,1 Triliun, 13 Orang Dicekal Usai Penggeledahan di Dua Tempat

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
[sbtt-tiktok feed=1]
Kabariku

Kabariku adalah media online yang menyajikan berita-berita dan informasi yang beragam serta mendalam. Kabariku hadir memberi manfaat lebih

  • Redaksi
  • Kode Etik
  • Pedoman Media Siber
  • Privacy Policy

© 2024 Kabariku - partner by Sorot Merah Putih.

Tidak ada hasil
View All Result
  • Beranda
  • Berita
    • Nasional
    • Daerah
  • Kabar Presiden
  • Kabar Pemilu
  • Dwi Warna
  • Hukum
  • Ekonomi
  • Politik
  • Hiburan
  • Teknologi
  • Opini
    • Artikel
    • Edukasi
    • Profile
    • Sastra

© 2024 Kabariku - partner by Sorot Merah Putih.