Jakarta, Kabariku – Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan menyesalkan serangkaian vonis ringan terhadap anggota TNI yang terlibat tindak pidana, termasuk perubahan vonis seumur hidup menjadi 15 tahun bagi dua eks prajurit TNI AL, Bambang Apri Atmojo dan Akbar Adli.
Putusan Mahkamah Agung (MA) tertanggal 2 September 2025 itu dinilai menunjukkan masih kuatnya praktik impunitas dan lemahnya komitmen penegakan hukum yang setara di Indonesia.
Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Muhammad Isnur, menegaskan bahwa sistem peradilan militer saat ini masih tertutup dan gagal menegakkan prinsip keadilan yang transparan dan akuntabel.
“Putusan MA diambil tanpa penjelasan terbuka kepada publik mengenai dasar dan pertimbangannya. Ini bertentangan dengan prinsip transparansi dalam sistem peradilan. MA seharusnya menjadi benteng terakhir supremasi hukum, bukan bagian dari mekanisme impunitas,” ujar Isnur di Jakarta, dikutip Selasa (22/10/2025).
Koalisi menilai, dalam beberapa bulan terakhir publik disuguhkan berbagai putusan ringan terhadap anggota militer pelaku kekerasan.
Kondisi ini, menurut Isnur, memperlihatkan bahwa agenda reformasi sektor keamanan yang menjadi semangat utama reformasi 1998 telah mandek.
Vonis Ringan dan Pola Impunitas yang Berulang
Selain kasus di TNI AL, Koalisi juga menyoroti vonis ringan yang dijatuhkan Pengadilan Militer I-02 Medan terhadap Sertu Riza Pahlivi, yang terbukti menganiaya seorang pelajar SMP hingga meninggal dunia.
Dalam kasus tersebut, terdakwa hanya dijatuhi hukuman 10 bulan penjara, jauh lebih ringan dibanding hukuman bagi pelaku kejahatan ringan lainnya.
“Putusan seperti ini memperlihatkan kejanggalan serius dalam sistem peradilan militer. Ketika pelaku berasal dari institusi militer, proses hukum menjadi tertutup dan hukuman dijatuhkan secara tidak proporsional,” tegas Isnur.
Menurut Koalisi, fenomena ini menunjukkan bahwa hukum seringkali tunduk pada seragam dan pangkat, bukan pada nilai keadilan.
Esprit de corps atau solidaritas korps disalahartikan menjadi mekanisme perlindungan internal, yang justru menghambat profesionalisme dan akuntabilitas di tubuh militer.
Supremasi Sipil dan Urgensi Revisi UU Peradilan Militer
Koalisi Masyarakat Sipil menilai praktik impunitas militer merupakan ancaman nyata bagi supremasi sipil dan negara hukum.
Padahal, Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia telah menegaskan bahwa prajurit yang melakukan tindak pidana umum seharusnya diadili di peradilan umum, bukan militer.
Namun, ketentuan tersebut kerap diabaikan. Hingga kini, revisi terhadap Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer belum juga diselesaikan, meski telah lama masuk dalam agenda reformasi hukum nasional.
“Selama UU Peradilan Militer tidak direvisi, impunitas bagi anggota TNI akan terus berulang. Ini bukan hanya soal pelanggaran hukum, tapi soal arah bangsa: apakah kita ingin negara hukum yang tunduk pada keadilan, atau pada seragam,” kata Isnur menegaskan.
Tuntutan dan Seruan Koalisi
Berdasarkan situasi tersebut, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan mendesak:
Pertama, Pemerintah dan DPR RI segera menuntaskan revisi UU No. 31 Tahun 1997 agar seluruh tindak pidana umum yang melibatkan anggota TNI diadili di peradilan umum.
Kedua, Panglima TNI melakukan langkah pencegahan kekerasan melalui pengawasan ketat terhadap kepemilikan dan penggunaan senjata api oleh prajurit.
Ketiga, melakukan evaluasi psikologis berkala terhadap anggota TNI untuk mencegah potensi kekerasan di lapangan.
“Reformasi sektor keamanan tidak akan pernah tuntas tanpa keberanian menegakkan akuntabilitas di tubuh militer. Hukum harus menjadi pelindung rakyat, bukan tameng bagi kekuasaan bersenjata,” pungkas Isnur.
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Refoemasi gabungan dari Imparsial, YLBHI, KontraS, PBHI, Amnesty International Indonesia, ELSAM, Human Right Working Group (HRWG), WALHI, SETARA Institute, Centra Initiative, ICW, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Masyarakat, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya Pos Malang, Aliansi untuk Demokrasi Papua (ALDP), Public Virtue, Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta, Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN), BEM SI, De Jure, Raksha Initiative, Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH APIK), Koalisi Perempuan Indonesia (KPI), LBH Medan.***
Jangan lupa, Ikuti Update Berita menarik dari kabariku.com dan klik follow akun Google News Kabariku dan Channel WhatsApp Kabariku.com
Discussion about this post