Jakarta, Kabariku – Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan (Kemenimipas) menegaskan bahwa pembebasan bersyarat yang diberikan kepada mantan Ketua DPR RI sekaligus terpidana korupsi proyek KTP elektronik (e-KTP), Setya Novanto (Setnov), tidak bersifat mutlak.
Status bebas bersyarat tersebut bisa dicabut apabila ia tidak memenuhi kewajiban wajib lapor ke Balai Pemasyarakatan (Bapas) setiap bulan hingga April 2029.
Direktur Jenderal Pemasyarakatan (Dirjenpas) Mashudi menjelaskan, sejak resmi keluar dari Lapas Sukamiskin Bandung pada Sabtu (16/8), Setnov diwajibkan melapor ke Bapas, baik di Bandung maupun yang terdekat dengan domisili.
“Dia wajib lapor sebulan sekali. Jika tidak, pembebasan bersyarat bisa dicabut sesuai ketentuan peraturan menteri maupun undang-undang,” kata Mashudi di Jakarta, Senin (18/8/2025).
Bebas Bersyarat Setelah Lunasi Denda dan Uang Pengganti
Mashudi menambahkan, bebas bersyarat diberikan setelah Novanto melunasi kewajiban berupa denda serta uang pengganti kerugian negara sebagaimana diputuskan pengadilan.
“Dia telah membayar subsider, kerugian negara sudah dibayar. Surat dari KPK sudah masuk ke kami, sehingga wajib kami proses,” jelasnya.
Ia menekankan, seluruh narapidana tanpa terkecuali berhak mengajukan remisi maupun pembebasan bersyarat selama memenuhi persyaratan administratif dan substantif.
Status Baru: Klien Pemasyarakatan Bapas Bandung
Sementara itu, Kepala Subdirektorat Kerja Sama Pemasyarakatan Ditjenpas, Rika Aprianti, mengungkapkan status hukum Setya Novanto kini berubah dari narapidana menjadi klien pemasyarakatan di bawah pengawasan Bapas Bandung, Jawa Barat.
“Sejak 16 Agustus 2025, Setya Novanto mendapatkan bimbingan dari pembimbing kemasyarakatan Bapas Bandung sampai 1 April 2029,” ujar Rika.
Novanto resmi bebas bersyarat berdasarkan Surat Keputusan Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan Nomor PAS-1423 PK.05.03 Tahun 2025.
Rika dinyatakan memenuhi syarat administratif maupun substantif, seperti berkelakuan baik, aktif mengikuti pembinaan, menunjukkan penurunan risiko, serta telah menjalani dua pertiga masa hukuman.
Perjalanan Hukum Kasus e-KTP Setnov
Kasus korupsi proyek KTP elektronik (e-KTP) yang menjerat Setya Novanto berlangsung pada periode 2011-2013 dengan kerugian negara mencapai Rp2,3 triliun.
Pada 2018, Pengadilan Tipikor menjatuhkan vonis 15 tahun penjara, denda Rp500 juta subsider 3 bulan kurungan, serta kewajiban membayar uang pengganti senilai 7,3 juta dolar AS.
Meski sempat menerima putusan, pada 2019 Novanto mengajukan peninjauan kembali (PK) ke Mahkamah Agung (MA). Pada 4 Juni 2025, MA mengabulkan PK tersebut dengan memangkas vonis menjadi 12 tahun 6 bulan penjara, serta tetap menetapkan denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan.
MA juga mengurangi kewajiban uang pengganti setelah memperhitungkan dana Rp5 miliar yang telah dititipkan ke KPK.
Setnov diwajibkan membayar sisa sebesar Rp49,05 miliar subsider 2 tahun penjara. Selain itu, ia dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan hak politik selama 2 tahun 6 bulan setelah masa hukuman berakhir.***
Baca juga :
Jangan lupa, Ikuti Update Berita menarik dari kabariku.com dan klik follow akun Google News Kabariku dan Channel WhatsApp Kabariku.com
Discussion about this post