Jakarta, Kabariku – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap kasus dugaan suap terkait kerja sama pengelolaan kawasan hutan yang menjerat Direktur Utama PT Inhutani V (INH), Direktur PT Paramitra Mulia Langgeng (PML), serta seorang staf perizinan.
Penindakan ini dilakukan melalui operasi tangkap tangan (OTT) di empat lokasi berbeda pada Rabu (13/8/2025).
Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu, didampingi Juru Bicara KPK Budi Prasetyo, menyampaikan bahwa sektor sumber daya alam (SDA), khususnya kehutanan, memiliki peran strategis bagi hajat hidup masyarakat dan potensi besar dalam penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Namun, sektor ini juga rawan praktik korupsi.
“Berdasarkan kajian KPK bersama mitra, ditemukan lemahnya sistem pengawasan hutan yang menyebabkan kerugian negara Rp35 miliar per tahun, serta berpotensi menghilangkan PNBP hingga Rp15,9 triliun per tahun,” ujar Asep dalam Konpers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta.
Kasus yang diungkap KPK ini juga sejalan dengan program pemerintah melalui Satgas Penertiban Kawasan Hutan. Salah satu modus yang kerap terjadi adalah suap perizinan penggunaan lahan hutan.

Kronologi OTT
Dalam OTT pada 13 Agustus, KPK mengamankan sembilan orang di Jakarta, Bekasi, Depok, dan Bogor. Di antaranya DIC (Direktur Utama PT INH), DJN (Direktur PT PML), RAF (Komisaris PT INH), serta sejumlah staf dan mantan pejabat perusahaan terkait.
Selain itu, KPK menyita barang bukti berupa uang tunai SGD189.000 (sekitar Rp2,4 miliar), uang Rp8,5 juta, satu unit mobil Jeep Rubicon, dan satu unit Mitsubishi Pajero.
Modus dan Alur Kasus
PT INH memiliki hak pengelolaan areal hutan di Lampung seluas 56.547 hektare, yang sebagian besar (55.157 hektare) dikerjasamakan dengan PT PML melalui Perjanjian Kerja Sama (PKS) mencakup wilayah Register 42, 44, dan 46.
Sejak 2018, kerja sama kedua pihak bermasalah karena PT PML tidak membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) senilai Rp2,31 miliar, pinjaman dana reboisasi Rp500 juta per tahun, serta tidak memberikan laporan rutin. Mahkamah Agung pada 2023 memutuskan PKS tetap berlaku dan PT PML wajib membayar ganti rugi Rp3,4 miliar.
Meski demikian, pada 2024 PT PML tetap melanjutkan kerja sama. Sejumlah pertemuan kemudian dilakukan, termasuk di Lampung pada Juni 2024 yang menghasilkan kesepakatan pengelolaan dalam Rencana Kerja Usaha Pemanfaatan Hutan (RKUPH).
Pada Agustus 2024, PT PML mentransfer Rp4,2 miliar ke rekening PT INH. DIC juga diduga menerima Rp100 juta secara tunai untuk kepentingan pribadi. Selanjutnya, DIC menyetujui perubahan RKUPH yang menguntungkan PT PML.
Praktik gratifikasi berlanjut hingga 2025. Pada Juli 2025, DIC meminta mobil baru kepada DJN, yang kemudian dipenuhi melalui pembelian senilai Rp2,3 miliar. Sebulan kemudian, DJN mengirim uang SGD189.000 kepada DIC melalui stafnya.

Tersangka dan Pasal yang Disangkakan
Berdasarkan pemeriksaan, KPK menetapkan tiga tersangka, diantaranya DJN, Direktur PT PML (pemberi suap); ADT, Staf perizinan SB Grup (pemberi suap), dan DIC, Direktur Utama PT INH (penerima suap)
DJN dan ADT disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Tipikor jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. DIC disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 UU Tipikor.
Ketiga tersangka ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) KPK Gedung Merah Putih untuk 20 hari pertama, mulai 14 Agustus hingga 1 September 2025.
“KPK mengucapkan terima kasih atas dukungan masyarakat dan mendorong pencegahan korupsi di sektor SDA, termasuk kehutanan, agar potensi negara tidak terus dirugikan,” tutup Asep Guntur.***
Jangan lupa, Ikuti Update Berita menarik dari kabariku.com dan klik follow akun Google News Kabariku dan Channel WhatsApp Kabariku.com
Discussion about this post