Kabariku- Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati, S.E., M.Sc., Ph.D., mengatakan, semenjak menyampaikan tambahan subsidi dan kompensasi untuk BBM dan listrik kepada DPR, harga minyak mentah dan Indinesia Crude Price (ICP) tidak kunjung turun, justru menunjukkan tren yang semakin meningkat.
Melihat outlook harga minyak, kata Menkeu, sampai dengan akhir tahun yang diterbitkan oleh EIA menunjukkan harga minyak di US$104,8/barel dan berdasarkan forecast konsensus harga minyak bahkan mencapai US$105.
Demikian disampaikan pada Konferensi Pers Tindak Lanjut Hasil Rapat Koordinasi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian terkait Kebijakan Subsidi BBM yang diselenggarakan secara hybrid, dikutip Sabtu (27/8/2022).
“Jadi waktu kita membuat Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2022 yang sudah dibahas dengan DPR dengan harga minyak US$100/barel, jelas bahwa menurut forecast dari konsensus maupun dari energi organization itu US$100/barel itu lebih rendah dari kemungkinan realisasi. Hari ini pun kita juga lihat harga minyak juga masih di atas US$100,” ungkap Menkeu.

Sri Mulyani : HJE untuk Masyarakat Tidak Berubah
Namun demikian, Sri Mulyani merincikan, meski harga minyak mentah dan ICP terus meningkat, harga jual eceran (HJE) energi untuk masyarakat tidak berubah.
“HJE karena adanya subsidi Pemerintah jauh lebih rendah dibandingkan harga keekonomiannya,” terang Menkeu.
Saat ini harga solar yaitu Rp5.150/liter. Jika menggunakan ICP US$105 dan kurs rupiah Rp14.700/US$ maka harga solar harusnya di Rp13.950/liter.
“Jadi harga yang dijual kepada masyarakat itu hanya 37%nya. Artinya masyarakat dan seluruh perekonomian mendapatkan subsidi 63% dari harga keekonomiannya atau harga riilnya. Itu Rp8.800/liter,” jelas Menkeu.
Kemudian untuk Pertalite yang saat ini berada pada harga Rp7.650/liter, maka dengan ICP US$105 dan kurs nilai tukar Rp14.700 harga keekonomiannya seharusnya Rp14.450/liter.
“Artinya, harga Pertalite sekarang ini hanya 53% dari yang seharusnya,” ujarnya.
Untuk memberikan subsidi pertalite ini, Pemerintah menggelontorkan anggaran hingga Rp93,5 triliun untuk kuota sebanyak 23,05 juta kiloliter hingga akhir tahun.
Namun, Menkeu menyayangkan anggaran yang besar ini, 80 persennya dinikmati oleh orang mampu, dan dari jumlah tersebut 60 persen dinikmati oleh orang sangat kaya.
“Jadi anggaran pertalite yang besar ini, sekitar Rp60 triliun sendiri dinikmati oleh atau crazy rich atau orang sangat kaya,” jelasnya.
Selanjutnya untuk Pertamax pun tidak luput dari subsidi Pemerintah yang sekarang harganya di Rp12.500/liter, seharusnya memiliki harga riil Rp17.300/liter.
Menkeu mengungkap bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi banyak dinikmati oleh orang kaya, ditengah isu kenaikan harga mencuat ke permukaan.
“Jadi uang ratusan triliun ini yang banyak menikmati kelompok menengah atas. Yang paling miskin justru mendapatkan kecil,” ujarnya.
Padahal, pemerintah mengeluarkan anggaran subsidi energi hingga Rp502,4 triliun tujuannya untuk membantu masyarakat miskin atau id mampu, tapi faktanya kelompok tersebut hanya menikmati sedikit.
“Jadi bahkan Pertamax sekalipun yang dikonsumsi oleh mobil-mobil yang biasanya bagus, berarti yang pemiliknya juga mampu, itu setiap liternya mereka mendapatkan subsidi Rp4.800,” tandas Menkeu.
Sementara itu, LPG yang sekarang harga jual per kilo adalah Rp4.250 kalau mengikuti harga saat ini harusnya berada di angka Rp18.500/kg. Jadi setiap kg LPG, konsumen mendapatkan subsidi Rp14.250.
“Jadi kalau setiap kali beli LPG 3kg, kita bayangkan maka mereka mendapatkan Rp42.000 lebih,” tutup Menkeu.***
*kemenkeu.go.id/informasi-publik/publikasi
Red/K.000
BACA juga berita menarik lainnya KLIK disini
Jangan lupa, Ikuti Update Berita menarik dari kabariku.com dan klik follow akun Google News Kabariku dan Channel WhatsApp Kabariku.com
Discussion about this post