Kabariku- Eks Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti (HS) dua periode (22 Mei 2017 – 22 Mei 2022) pada akhir perjalanan jabatannya terlibat kasus suap izin pembangunan apartemen.
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata, Ak., S.H., CFE., mengatakan, KPK melakukan Kegiatan Tangkap Tangan (KTT) di Yogyakarta. Terkait status Haryadi saat ini KPK sudah menerima sejumlah laporan dari masyarakat sejak beberapa waktu lalu, terkait proses-proses perizinan yang bermasalah di Yogyakarta.
“Kita tahu bersama bahwa Yogya itu kota pariwisata, dan pembagunan hotel maupun apartemen disana juga sangat marak menerima kunjungan wisata. Ini juga menjadi perhatian kami di KPK. Apakah dalam proses perizinan-perizinan sebelumnya juga ada deal-deal seperti ini,” kata Marwata dalam siaran pers di Gedung Merah Putih, Jakarta, Jum’at (4/6/2022) sore.
Diketahui, Haryadi disangkakan menerima uang 27.258 dollar AS pada Kamis, 2 Juni 2021, dari PT Java Orient Property (JOP), anak usaha PT Summarecon Agung, pengembang real estate besar berbasis di Jakarta. Perusahaan tersebut berencana membangun apartemen di kawasan Malioboro yang merupakan kawasan cagar budaya.
Sesuai aturan, bangunan di kawasan itu maksimal hanya boleh setinggi 32 meter dengan kemiringan dari jalan 45 derajat. Rancangan yang disodorkan PT JOP setinggi 40 meter, dan Haryadi berperan menerbitkan surat rekomendasi agar proposal yang melanggar aturan itu lolos.
“Izin diberikan dengan melanggar Perda. Nanti kita cek, disepanjang jalan Malioboro itu masuk kawasan cagar budaya. Dimana ada aturan-aturan pembatasan terkait dengan ketinggian maupun sudut kemiringan dari ruas jalan,” tambah Marwata.
KPK juga membuka kemungkinan, kasus yang menjerat Haryadi tidak hanya satu kasus saat ini.
“Nanti bisa kita cek di Yogya itu, kalau misalnya ada bangunan hotel yang didirikan pada periode yang bersangkutan menjabat walikota ternyata melanggar aturan, ya nanti kita cek. Apakah ada sesuatu,” tandasnya.
KPK juga memiliki dugaan awal, bahwa Haryadi diduga menerima sejumlah uang dari penerbitan izin IMB lainnya. Menurut Marwata, penyidik akan melakukan pendalaman lebih jauh.
Dikabarkan sebelumnya, Haryadi diamankan KPK bersama sembilan orang lainnya pada Kamis (2/6/2022) siang.
Dari sepuluh orang yang diamankan KPK, enam berasal dari pihak Pemkot Yogyakarta dan empat dari pihak swasta. Empat orang, masing-masing tiga orang dari Pemkot Yogyakarta dan satu pengusaha dinyatakan sebagai tersangka.
Pihak pemberi suap, yaitu: Oon Nusihono, Vice President Real Estate PT Summarecon Agung. Penerima selain Haryadi adalah Nurwidhihartana (Kepala Dinas Penanaman Modal dan PTSP Pemkot Yogyakarta) dan Triyanto Budi Yuwono (sekretaris pribadi Haryadi).
KPK juga mencatat ada pemberian uang minimal Rp50 juta, dalam setiap proses pengurusan izin apartemen oleh PT JOP. Jumlah uang total yang diterima pihak Walikota selama proses ini masih diselidiki.
Haryadi dengan perizinan di kota Yogyakarta sebenarnya bukan kali ini saja terjadi. Pada 2019, KPK menangkap dua jaksa terkait permainan proyek saluran air hujan senilai lebih Rp10 miliar di kota Yogyakarta. Haryadi menjadi salah satu saksi dalam pusaran kasus itu, karena namanya beredar di antara para terdakwa.
Pada sidang 26 Februari 2020, Jaksa KPK memutar rekaman yang berisi pembicaraan telepon antara Haryadi, selaku Walikota saat itu dengan Kepala Dinas PUPKP Kota Yogyakarta ketika itu, Agus Tri Haryono.
Dalam rekaman hasil sadapan KPK itu, Haryadi menelepon Agus Tri Haryono untuk memindah antrian perizinan salah satu hotel agar lebih cepat diselesaikan. Dalam sidang sebelumnya, saksi berbeda juga menyinggung upaya serupa.
Namun, sewajarnya pihak yang dituduh, baik dalam sidang maupun kepada media yang menemuinya seusai sidang di pengadilan, Haryadi menolak semua tuduhan. Dia menilai, langkah itu hanya koordinasi.
“Kalau ada koordinasi, sehari kan rampung,” kata Haryadi ketika itu.
Dia mengakui, izin beberapa hotel tidak bergerak di meja sejumlah dinas, seperti Dinas Perizinan, Dinas Pertanahan dan Tata Ruang, maupun Dinas PUPKP sendiri. Sebagai Wali Kota yang menjadi atasan para kepala dinas, Haryadi merasa harus berperan melakukan koordinasi karena keluhan para pengusaha yang izinnya mandek.
Lanjut Alex, Atas perbuatan mereka, KPK menyangkakan dengan dua sangkaan berbeda. Terhadap pemberi, pasal disangkakan adalah Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
“Sebagai Penerima, pasal disangkakan adalah Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP,” tutupnya.***
Red/K.101
Jangan lupa, Ikuti Update Berita menarik dari kabariku.com dan klik follow akun Google News Kabariku dan Channel WhatsApp Kabariku.com
Discussion about this post