Kabariku- Dr. Nurul Ghufron, S.H., M.H., Wakil Ketua Komisi Pemberatasan Korupsi (KPK) mengatakan, Korupsi mungkin bisa menjadi budaya, tapi semangat memberantas korupsi harus menjadi tugas bersama.
“Upaya memberantas korupsi, bukan hanya tugas dari KPK, tapi dari dulu para pendiri bangsa sepakat, mendirikan NKRI ini adalah sebagai semangat untuk memberantas korupsi,” kata Ghufron saat memberikan sambutan pada acara Pelantikan Badan Pengurus Pusat Pendidikan dan Kajian Anti Korupsi (Pusdak) Unusia 2022-2027 dan Diseminasi Catatan Kritis Potensi Korupsi Realokasi Anggaran Penanganan Pandemi, pekan lalu di Ruang Hall Unusia, Matraman, Jakarta Pusat.
Menurut Ghufron segenap elemen bangsa harus bersama-sama memerangi korupsi, karena jika masih ada ketidaksamaan di depan hukum dan pemerintahan, bisa dipastikan masih adanya korupsi di bangsa ini.
“Memberantas korupsi itu tidak hanya dengan upaya penindakan, tapi juga harus adanya perbaikan sistem. Tidak cukup dengan perbaikan sistem, maka masuk pendidikan sebagai upaya meningkatan integrtias, hal ini menjadi salah satu pendekatan yang kami lakukan,” tambah Ghufron.
Ghufron menjelaskan, alasan pejabat menyalahgunakan keadaan disaat pandemi ini, bukan karena salah regulasinya, bukan karena aturan yang dilonggarkan, tapi karena orientasinya adalah mencari uang, dengan membuat kebijakan-kebijakan regulasi yang dibuat untuk membalikan modal.
“Jadi harus ditekankan beberapa upaya pemberantasan korupsi, yaitu dengan penindakan, kemudian perbaikan sistem dan juga integritas dengan orientasinya adalah ingin memberikan manfaat,” tambah Ghufron dalam menutup sambutan.
Pada kesempatan yang sama, Rektor Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia Juri Ardiantoro mengatakan korupsi itu melekat dalam kehidupan sehari-hari.
“Hal itu tentu membuat kita secara bersama-sama harus memerangi korupsi dengan menolaknya. Oleh karena itu diharapkan dengan adanya Pusdak menjadi salah satu upaya untuk bisa memberantas korupsi,” kata Juri Ardiantoro.
Pelantikan Badan Pengurus Pusdak Unusia tersebut dihadiri Rektor Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia Juri Ardiantoro, Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Mohammad Nurul Huda, Peneliti Pukat UGM Zaenur Rochman, Peneliti Pusdak Unusia Kartini Laras Makmur, Peneliti Pusdak Unusia M.Aras Prabowo, dan para peserta.
Sementara itu, Muhammad Aras Prabowo, SE, M.Ak selaku Peneliti PUSDAK UNUSIA, memaparkan, Hasil penelitian PUSDAK UNUSIA menemukan bahwa akar masalah dari terhalangnya pengungkapan tindak pidana korupsi.
Pertama, karena tertutupnya oleh suatu kepentingan yang saling berkaitan di antara pelaku dengan sistem penyelenggaraan tata kelola pemerintahan dengan pihak ketiga, misalnya keterlibatan swasta dalam korupsi pengadaan barang dan jasa.
Kedua, jika berbicara soal pencegahan dan penanggulangan korupsi pada anggaran kebencanaanan, tantangan yang dihadapi oleh penegak hukum seperti Komisi Pemberantasan Korusi (KPK) adalah kesalahan soal penganggaran bantuan yang kurang akurat atau keterlambatan pendistribusian anggaran karena tidak memiliki sumber data yang jelas (mapan), serta cenderung ambur adul.
Berdasarkan keterangan Menteri Keuangan Sri Mulyani, Aras mengatakan bahwa kondisi pandemi COVID-19 di Indonesia dapat mengakibatkan hingga 3,78 juta penduduk mengalami kemiskinan, dan 5,2 juta orang dapat kehilangan pekerjaan mereka.
“Hal tersebut juga terungkap dari penelitian Gorbiano (2020),” ujar Aras.
Karenanya, kata Aras, perlu adanya pemetaan potensi korupsi anggaran COVID-19. Dan mendorong peningkatan strategi pencegahan dan penindakan dalam tidak pidana korupsi anggaran COVID-19.
Dirincinya, Alokasi Anggaran Untuk Penanganan Covid-19 Tahun 2020; ± Rp. 1.626,09 T, terdiri dari APD Rp. 2,06 T; Infrastruktur RS Rp. 1,09 T; Subsidi Pemulihan Ekonomi Rp. 1.601,75 T; Bantuan Sosial RP. 21,19 T. Sedangkan, tahun 2021 ± Rp. 1.171,72 T diantaranya APD Rp. 193,93 T; Infrastruktur RS Rp. 23,94 T; Vaksin 1 Rp. 13,92 T; Vaksin 2 Rp. 161,20 T; Vaksin 3 Rp. 33,98 T; Subsidi Pemulihan Ekonomi Rp. 744,75 T.
Ketua Program Studi Akuntansi UNUSIA ini pun mengungkapkan, bahwa korupsi anggaran untuk penanganan COVID-19 tahun 2020 ± Rp. 41,447 T terdiri dari APD Rp. 0,006 T; Infrastruktur RS Rp. 0,062 T; Subsidi Pemulihan Ekonomi Rp. 41,3 T; Bantuan Sosial Rp. 0,067 T. Sedangkan, tahun 2021 ± Rp. 0,048 T yaitu APD 0,002 T; Infrastruktur RS Rp. 0,014 T; Subsidi Pemulihan Ekonomi Rp. 0,032 T.
“Oknum dan Instansi yang terseret korupsi adalah Pemerintah Pusat diantaranya Kementerian Sosial RI dan Pihak Swasta. Pemerintah Provinsi diantaranya Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumatra Utara. Pemerintah Kabupaten/Kota diantaranya Mantan Bupati Kabupaten Bandung Barat dan Pihak Swasta. Pemerintah Desa yaitu Matan Kades Jomaya, Cirebon,” beber Aras mempresentasikan hasil penelitian PUSDAK.
Diakhir presentasinya tersebut, kepada KPK Aras merekomendasikan agar pengadaan dengan kondisi darurat tetap harus mengedepankan prinsip transparansi dan akuntabilitas.
“Pemerintah perlu membuat kanal informasi yang bersifat real-time, akurat dan dapat diakses oleh publik luas agar implementasi realokasi anggaran COVID-19 di tingkat pusat maupun daerah dapat diawasi; dan penguatan keterlibatan masyarakat melalui upaya pengawasan partisipatif.”
“Dan pengawasan partisipatif hanya bisa diwujudkan jika KPK bersahabat dengan seluruh elemen masayarakat, termasuk lembaga pusat kajian korupsi di Indonesia,” Aras menutup presentasinya.
Menanggapi presentase Aras, Nurul Ghufron mengakui bahwa ada kesamaan temuan antara penelitian Pusdak Unusia dengan KPK.
“Apa yang dipaparkan oleh tim peneliti Pusdak memiliki kesamaan dengan temuan kami di KPK. Namun, yang terpenting adalah bagaimana agar peran kita dalam pemberantasan korupsi tidak hanya fokus pada penindakan saja, akan tetapi bagaimana meningkatkan pencegahan korupsi. Karena penindakan hanya mengatasi bagian hulu saja, tidak untuk hilir,” tandasnya.***
Red/K.101
Jangan lupa, Ikuti Update Berita menarik dari kabariku.com dan klik follow akun Google News Kabariku dan Channel WhatsApp Kabariku.com
Discussion about this post