KABARIKU – Jaringan aktivis Pro Demokrasi (ProDEM) mendaftarkan permohonan uji materi atau judicial review atas UU No 2/2020. Seperti diketahui, UU No 2 merupakan metamorfosis dari Perppu No 1 tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penaganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).
Permohonan judicial review dilakukan oleh Ketua Majelis ProDEM, Iwan Sumule dan kawan-kawan ke Mahkamah Konstitusi (MK), Jumat (5/6/2020).
Dalam permohonannya ProDEM memohon agar MK membatalkan UU 2/2020 tersebut karena berpotensi melanggar konstitusi.
Sejak Perppu No 1 tahun 2020 lahir, ProDEM memang paling aktif melakukan gerakan. Tak cuma berorasi dan berunjuk rasa, mereka bahkan sempat mendatangi DPR RI saat sidang paripurna pengesahan Perppu No 1 menjadi Undang-undang.
Iwan menegaskan, sejumlah pasal dalam UU no 2/2020 bertentangan dengan UUD 1945.
“UU tersebut menonjolkan kekuasaan pemerintah dan mereduksi kewenangan DPR dalam penyusunan APBN. Selain itu, UU tersebut memberikan kekebalan hukum terhadap penyelenggara negara terkait kerugian keuangan negara,” katanya.
Di Pasal 27 ayat 2, lanjut Iwan, dinyatakan bahwa Anggota KSSK, Sekretaris KSSK, anggota sekretariat KSSK, dan pejabat atau pegawai Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, serta Lembaga Penjamin Simpanan, dan pejabat lainnya, yang berkaitan dengan pelaksanaan Perppu ini tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana jika dalam melaksanakan tugas didasarkan pada itikad baik dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Namun, ujarnya, tak diatur batas atas defisit sehingga ini akan mereduksi prinsip kehati-hatian dalam pengelolaan keuangan negara.
“Memang benar dalam Pasal 2 disebutkan batasan defisit anggaran yang melampaui 3 persen dari PDB. Tapi klausul dalam Perppu itu hanya menyebutkan melampaui 3 persen dari PDB, tetapi tidak menjelaskan batas atas,” tegasnya.
Bahwa UU No 2/2020 mereduksi kewenangan DPR, Iwan menunjuk Pasal 12 Ayat 2 yang menyatakan bahwa Perubahan Postur dan/atau rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dalam rangka pelaksanaan kebijakan keuangan negara hanya diatur dengan Peraturan Presiden.
“Inilah di antaranya yang mereduksi kewenangan DPR dalam penyusunan APBN karena cukup dengan Perpres, bukan oleh UU atau yang setara. Padahal UUD 1945 Pasal 23 ayat 1 menyatakan bahwa kedudukan dan status APBN adalah UU yang ditetapkan setiap tahun. Kemudian, RAPBN harus diajukan oleh Presiden untuk dibahas dan disetujui oleh DPR sebagaimana ditegaskan Pasal 23 ayat 2 dan ayat 3 UUD RI Tahun 1945,” kata Iwan.
Jadi, tegas Iwan, ProDEM menolak semua skema bail-out dari keuangan negara karena skema ini selalu berpotensi melahirkan penyimpangan.
“Demi rakyat dan bangsa, kami tetap meneguhkan jalan perubahan dan perbaikan bangsa ini,” kata Iwan. (Has)
Jangan lupa, Ikuti Update Berita menarik dari kabariku.com dan klik follow akun Google News Kabariku dan Channel WhatsApp Kabariku.com