KABARIKU – Dewan Pimpinan Daerah Relawan Perjuangan Demokrasi (DPD Repdem) Sumatera Selatan, akan melakukan investigasi terkait dugaan adanya permainan dalam pemanfaatan beberapa aset milik BUMN PT Bukit Asam.
Aset yang diduga diwarnai permainan tersebut di antaranya berupa tanah dan bangunan yang dimanfatkan oleh pihak lain tanpa didukung perjanjian/kesepakatan kompensasi. Bahkan, disinyalir di antaranya ada yang telah diperjualbelikan.
Menurut Ketua DPD Repdem Sumsel Achmad Sazali, investigasi yang akan dilakukan Repdem didasari oleh niat baik agar BUMN yang ada di Sumsel bersih dari permainan kotor.
“BUMN itu milik rakyat, jadi sudah seharusnya diawasi oleh rakyat, biar gak seenaknya saja mereka mengambil keuntungan pribadi atas nama negara,” ujarnya, Jumat (13/12/2019).
Achmad Sazali yang akrab dipanggil Jack itu mengatakan, dugaan adanya permainan dalam pemanfaatan aset milik Bukit Asam berawal dari Laporan Keuangan PT BA tahun 2014. Dalam laporan tersebut di antaranya tercantum laporan bahwa aset yang dikelola PT BA sebesar Rp 3.987.565.
“Namun berdasarkan BPK RI terhadap Laporan Hasil Pemeriksaan atas Pengelolaan Pendapatan dan Investasi pada PT Bukit Asam (Persero) Tbk dan anak perusahaan Tahun Anggaran 2013 sd 2014 di Jakarta, Sumatera Selatan, Kalimantan Timur dan Lampung Nomor : 01/Auditorat VII/PDTT/01/2016 tanggal 5 Januari 2016, diketahui bahwa terdapat beberapa aset PT BA yang dimanfaatkan oleh pihak lain, tetapi PT BA belum memperoleh kompensasi dari pihak-pihak terkait atas pemanfaatan aset-aset tersebut,” jelasnya.
Aset-aset dimaksud, lanjut Jack, di antaranya tanah seluas 19.414,99 m2 di Tarahan Lampung yang dimanfaatkan oleh PT KAI. Kemudian tanah seluas 2.324 m2 di Palembang yang dimanfaatkan oleh PDAM Tirta Musi Palembang.
Untuk tanah yang di Palembang yang kini digunakan oleh PDAM Tirta Musi, kata Jack, pemanfaatannya didasarkan atas perjanjian antara PT Tambang Batubara Bukit Asam (Persero) sekarang bernama PT BA dengan PDAM Tirta Musi dengan surat No. 003/0-5000/P/ III/2007 pada 23 Maret 2007 tentang Pinjam Pakai Tanah tanah seluas 2.324 m2 yang terletak di Jl Ki Merogan Kertapati Palembang Sumsel.
“Dalam perjanjian tersebut disebutkan tanah milik PT BA dimanfaatkan untuk keperluan pembangunan Booster Kertapati PDAM Tirta Musi dengan jangka waktu 5 tahun, mulai dari 23 Maret 2007 sampai dengan 22 Maret 2012,” jelasnya.
Selanjutnya, ungkap Jack, berdasarkan perjanjian pinjam pakai tersebut, PDAM Tirta Musi berkewajiban merawat dan memelihara kondisi tanah, pengamanan, dan segala urusan perizinan menjadi tanggung jawab PDAM Tirta Musi. Selain itu PDAM Tirta Musi diminta memberikan bantuan biaya pindah yang wajar di wilayah Kota Palembang kepada penghuni rumah.
Jack menyebutkan, kejanggalan dalam perjanjian tersebut adalah tidak ada harga atas pemanfaatan tanah dan bangunan oleh PDAM Tirta Musi.
Perjanjian pinjam pakai yang berlaku sampai dengan 22 Maret 2012 tersebut, kemudian diperbarui pada 28 Maret 2012 melalui Addendum I No. 010.J/PJJ/Int-0600/HK.03/III/2012 yang isinya mengubah jangka waktu perjanjian menjadi mulai 23 Maret 2012 sampai dengan 22 Maret 2017.
“Akan tetapi isinya menghilangkan ketentuan tentang bantuan biaya pindah rumah. Selain itu, dalam addendum perjanjian pinjam pakai tersebut juga, tidak ada harga atas pemanfaatan tanah dan bangunan oleh PDAM Tirta Musi,” kata Jack.
Jack menambahkan, aset lain yang bermasalah adalah tanah seluas lebih kurang 4 ha di Tanjung Enim yang dimanfaatkan oleh PT PLN (Persero) untuk PLTD Bukit Asam. Jack menduga saat ini aset tersebut dikuasai oleh pihak lain secara tidak syah sehingga berpotensi hilang, sehingga PT BA tidak memperoleh kompensasi dari aset tersebut.
“Ada informasi di lapangan bahwa pihak manajemen PT Bukit Asam Tbk Tanjung Enim diduga melakukan pungutan terhadap masyarakat melalui Pengelolaan Aset Tanah dan Bangunan (PATB) PTBA sejak tahun 2015 lalu, khususnya yang ada di Kelurahan Pasar Tanjung Enim atau di wilayah ex beheersterrein yang mencapai 63 hektar,” paparnya.
Informasi dari warga Pasar Tanjung Enim, kata Jack, sejak tahun 2015 bagian PATB Bukit Asam mengeluarkan surat edaran tentang sewa aset dan bangunan di lokasi tersebut. Intinya, dalam surat tersebut masyarakat diharuskan menyewa lahan dan bangunan kepada PT Bukit Asam Tbk Tanjung Enim.
“Berdasar surat tersebut sebagian masyarakat kemudian melakukan pembayaran kontrak lahan melalui kesepakatan yang ditandatangani oleh masyarakat selaku penyewa dan Senior Manager Pengelolaan Aset dan Bangunan (PT BUkit Asam-Red) dengan nilai kontrak bervariasi rata-rata di atas 1 juta, setiap tahunnya. Namun sejak tahun 2016 hingga sekarang praktek tersebut tidak berjalan lagi,” jelasnya.
Jack sangat menyayangkan jika memang informasi-informasi tersebut benar adanya. “Oleh karena itu setiap BUMN di Sumsel harus dievaluasi agar bersih dari praktik permainan yang merugikan masyarakat dan negara,” katanya. (Has)