KABARIKU – Rencana pemerintah (Kementerian Energi Sumber Daya Mineral – (ESDM)) untuk menerapkan skema cost recovery dalam pengembangan panas bumi, dikritisi Asosiasi Daerah Penghasil Panas Bumi Indonesia (ADPPI).
Ketua Umum ADPPI Hasanuddin menyatakan, skema cost recovery dalam pengembangan panas bumi tak memiliki landasan hukum kuat, bahkan bertentangan dengan UU Panas Bumi Nomor 21 Tahun 2014 dan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2017 tentang Panas Bumi untuk Pemanfaatan Langsung dan Tidak Langsung.
“Skema cost recovery tak dikenal dalam pengembangan panas bumi untuk PLTP,” jelas Hasanuddin dalam siaran persnya yang diterima PABUMNews, Selasa malam (29/7/2020).
Menurutnya, UU Panasbumi dan PP mengamanatkan pembelian tenaga listrik yang bersumber dari panas bumi menggunakan skema harga keekonomian.
Hasanuddin juga menilai, jika Perpres yang memuat cost recovery benar-benar diberlakukan dalam pengembangan panas bumi, maka anggaran negara akan sangat terbebani sebab akan ada pengeluaran yang tidak sedikit dan akan menjadi beban di masa yang akan datang.
“Draft Perpres tersebut berdampak pada pengeluaran anggaran negara yang tidak sedikit dan tentu saja akan menjadi beban pengeluaran negara di masa yang akan datang,” ujarnya.
Menurut Hasanuddin, jika Perpres tersebut diterbitkan, itu artinya Presiden Jokowi menyetujui pengeluaran anggaran negara tanpa berbasis Undang-Undang.
“Dan hal ini berpotensi menimbulkan masalah hukum di kemudian hari,” tegasnya.
Hasanuddin menyatakan, regulasi mengenai pemanfaatan panas bumi telah diatur secara tersendiri melalui UU khusus (UU Panas Bumi), dan pelaksanaannya telah ada Peraturan Pemerintah yang menjadi acuan para pihak (pemerintah, pengembang dan masyarakat).
“Berkenaan dengan ini, ADPPI menyarankan pihak Kementerian ESDM (Ditjen EBTKE) kembali merumuskan skema keekonomian dalam penentuan tariff tenaga listrik dari panas bumi, karena hal tersebut merupakan perintah dari Undang-Undang,” katanya.
Sebelumnya diberitakan, melihat draft Perpres Harga EBT, skema cost recovery akan diberlakukan terhadap pengembangan panas bumi. Diketahui skema itu telah diberlakukan pemerintah pada pengembangan minyak dan gas (migas). Dengan skema itu, pemerintah akan mengembalikan biaya operasi yang telah dikeluarkan oleh pengembang panas bumi, baik dalam tahap eksplorasi maupun tahap pembangunan infratruktur.
Pasal 31 draft Perpres EBT menyatakan:
Ayat 1: pemerintah dapat memberikan kompensasi biaya eksplorasi dan pengembangan infrastruktur kepada: pemegang Izin Panas Bumi (IPB), pemegang kuasa pengusahaan sumber daya panas bumi dan/atau, pemegang kontrak operasi bersama pengusahaan sumber daya panas bumi.
Ayat 2, kompensasi biaya eksplorasi dan pengembangan infrastruktur sebagaimana dimaksud pada ayat 1 berupa pemberian sejumlah dana atas kegiatan eksplorasi dan pengembangan infrastruktur.
Ayat 3, pemberian kompensasi biaya eksplorasi dan pengembangan infrastruktur sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diberikan setelah Commercial Operation Date (COD).
Ayat 4, pemberian kompensasi biaya eksplorasi dan pengembangan infrastruktur kepada pemegang IPB sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf a dengan ketentuan:
WKP tidak dilakukan pengeboran eksplorasi oleh Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30; dan IPB diterbitkan setelah peraturan presiden ini diundangkan.
Ayat 5, pemberian kompensasi biaya eksplorasi dan pengembangan infrastruktur kepada pemegang kuasa pengusahaan sumber daya panas bumi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf b dengan ketentuan: Kegiatan eksplorasi dilakukan dalam rangka pengembangan/ekspansi pada WKP; atau Kegiatan dilakukan pada area prospek yang berbeda dalam satu WKP yang dilakukan setelah peraturan presiden diundangkan.
Ayat 6, pemberian kompensasi biaya eksplorasi dan pengembangan infrastruktur kepada pemegang IPB sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf a dengan ketentuan: kegiatan eksplorasi dilakukan dalam rangka pengembangan ekspansi pada area WKP atau kegiatan eksplorasi dilakukan pada area prospek yang berbeda dalam satu WKP yang dilakukan setelah peraturan presiden.
Jangan lupa, Ikuti Update Berita menarik dari kabariku.com dan klik follow akun Google News Kabariku dan Channel WhatsApp Kabariku.com
Discussion about this post