KABARIKU – Sastrawan dan budayawan Ajip Rosidi (82) meninggal dunia Rabu (29/7/2020) sekitar pukul 22.30 WIB. Jenazahnya dimakamkan di makam keluarga di Desa Pabelan, Kecamatan Mungkid, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Kamis (30/7/2020).
Tokoh sastra, dosen dan penggerak budaya ini mengalami pendarahan otak setelah terjatuh di rumah putranya di Mungkid. Ajip sempat menjalani operasi di RSUD Tidar, Jawa Tengah. Namun Tuhan berkehendak lain. Guru besar tamu di Universitas Osaka Gaikokugo Daigaku (Universitas Bahasa Asing Osaka) ini akhirnya tutup usia.
Ajip Rosidi merupakan tokoh sastra yang sulit tertandingi, baik dari jumlah karyanya maupun semangatnya dalam memajukan kebudayaan nasional. Dengan koceknya sendiri, setelah pensiun dari Universitas Osaka, ia mendirikan Yayasan Kebudayaan Rancagé dan Pusat Studi Sunda. Yayasan Kebudayaan Rancage merupakan lembaga yang setiap tahun memberikan penghargaan kepada karya sastra daerah yang dinilai berpengaruh terhadap sastra nasional.
Biografi singkat
Ajip Rosidi lahir di Jatiwangi, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat, 31 Januari 1938. Keistimewaan Ajip bukan hanya karya-karyanya, tapi juga perjalanan kariernya dalam bidang sastra dan budaya. Meskipun tak tamat sekolah menengah atas, namun ia berhasil menjadi sastrawan dan budayawan hebat.
Pengetahuannya yang luas dengan karya-karyanya yang terus bertebaran di berbagai media massa terkenal di zamannya, nama Ajip sebagai sastrawan dikenal luas oleh masyarakat.
Buku “Apa dan Siapa, Sejumlah Orang Indonesia 1983 – 1986)” terbitan Grafiti Pers menyebutkan, “pada usia 15 tahun (1953) Ajip telah menjadi pemimpin redaksi majalah Suluh Pelajar di Jakarta. Di antara penulis-penulis terkenal saat itu, Ajip merupakan penulis termuda.
Masih memakai celana pendek, si remaja ini sudah ikut pula tampil dalam pertemuan-pertemuan pengarang dan berdebat sengit dengan SM Ardan, Pramudya Ananta Toer dan M Balfas.”
Bukunya yang pertama, “Tahun-tahun Kematian” terbit ketika usianya 17 tahun (1955), diikuti oleh kumpulan sajak, kumpulan cerita pendek, roman, drama, kumpulan esai dan kritik, hasil penelitian, dan sebagainya, baik dalam bahasa Indonesia maupun Sunda, yang jumlahnya sekitar seratus judul.
Karyanya banyak yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa asing, dimuat dalam bunga rampai atau terbit sebagai buku dalam bahasa Belanda, Cina, Inggris, Jepang, Perancis, Kroatia, Rusia dan yang lainnya.
Tahun 1980, Ajip meninggalkan Indonesia dan tinggal di Osaka Jepang menjadi guru besar tamu di Universitas Osaka.
Menjadi penerbit
Selain sebagai sastrawan dan budayawan, Ajip pun dikenal sebagai penerbit. Beberapa penerbitan yang didirikan Ajip di antaranya penerbit Cupumanik (Tjupumanik) di Jatiwangi (1964), Duta Rakyat (1965) di Bandung, Pustaka Jaya (kemudian Dunia Pustaka Jaya) di Jakarta (1971), Girimukti Pasaka di Jakarta (1980), dan Kiblat Buku Utama di Bandung (2000). Terpilih menjadi Ketua IKAPI dalam dua kali kongres (1973-1976 dan 1976-1979).
Ia pun sempat menjadi anggota DKJ sejak awal (1968), kemudian menjadi Ketua DKJ beberapa masa jabatan (1972-1981). Menjadi anggota BMKN 1954, dan menjadi anggota pengurus pleno (terpilih dalam Kongres 1960). Menjadi anggota LBSS dan menjadi anggota pengurus pleno (1956-1958) dan anggota Dewan Pembina (terpilih dalam Kongres 1993), tetapi mengundurkan diri (1996). Salah seorang pendiri dan salah seorang Ketua PP-SS yang pertama (1968-1975), kemudian menjadi salah seorang pendiri dan Ketua Dewan Pendiri Yayasan PP-SS (1996). Salah seorang pendiri Yayasan PDS H.B. Jassin (1977).
Tahun 2017, Ajip yang telah lama menduda setelah istrinya wafat, menikah dengan aktris Nani Wijaya di Cirebon. (Ref)