Jakarta, Kabariku – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menetapkan Gubernur Riau Abdul Wahid (AW) sebagai tersangka dalam kasus dugaan pemerasan berupa penerimaan fee terkait penganggaran proyek di Dinas PUPR, Penataan Ruang, Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan (PUPR PKPP) Provinsi Riau Tahun Anggaran 2025.
Dua pejabat lain yang turut ditetapkan sebagai tersangka yakni Kepala Dinas PUPR PKPP Riau, Muhammad Arif Setiawan (MAS), dan Tenaga Ahli Gubernur, Dani M. Nursalam (DAN).
Pengumuman penetapan tersangka disampaikan langsung Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak didampingi Direktur Penyidikan (Dirdik) KPK Asep Guntur Rahayu, dan Juru Bicara (Jubir) KPK Budi Prasetyo, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu (5/11/2025) petang.

Tanak menegaskan penetapan ini merupakan hasil pendalaman lanjutan pasca operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan di Riau.
“Setelah dilakukan pemeriksaan intensif sejak operasi tangkap tangan, kami menemukan adanya kecukupan alat bukti yang memperkuat dugaan tindak pidana korupsi. Karena itu, KPK secara resmi menetapkan tiga orang sebagai tersangka,” ujar Tanak.
Ditahan 20 Hari Pertama
Lebih lanjut, Tanak menyampaikan bahwa ketiga tersangka langsung ditahan untuk kebutuhan penyidikan.
“Terhadap saudara AW, kami lakukan penahanan di Rutan Gedung ACLC KPK. Sementara saudara DAN dan saudara MAS ditahan di Rutan Gedung Merah Putih KPK,” katanya.
Penahanan berlangsung untuk 20 hari pertama terhitung 4 hingga 23 November 2025.
Permintaan Fee “Jatah Preman” 5 Persen
Dalam perkara ini, KPK menemukan bahwa Abdul Wahid meminta fee sebesar 5 persen dari total anggaran proyek yang dialokasikan untuk UPT Jalan dan Jembatan wilayah I hingga VI. Fee tersebut disampaikan melalui Kepala Dinas PUPR PKPP Muhammad Arif Setiawan kepada para Kepala UPT.
“Saudara AW melalui saudara MAS meminta fee 5 persen yang jika dihitung total mencapai Rp7 miliar,” jelas Tanak.
Ia menambahkan, fee tersebut bukan sekadar permintaan, tetapi mengandung tekanan.
“Bagi Kepala UPT yang tidak memenuhi permintaan tersebut, diancam akan dicopot atau dimutasi dari jabatannya. Jadi ada unsur pemaksaan dan penyalahgunaan kewenangan,” tegasnya.
Tanak juga mengungkap bahwa komunikasi mengenai pemberian fee menggunakan kode khusus.
“Kesepakatan ini dilaporkan dengan kode ‘7 batang’, yang merujuk pada target setoran Rp7 miliar,” katanya.

Aliran Dana ke Abdul Wahid
Menurut KPK, penyerahan uang kepada Abdul Wahid terjadi beberapa kali. Pada Juni 2025, dana sekitar Rp1,6 miliar dikumpulkan dari para Kepala UPT, dan sekitar Rp1 miliar diserahkan kepada Abdul Wahid melalui perantara Dani M. Nursalam.
Pada Agustus 2025, pengumpulan dana kembali dilakukan.
“Pada bulan itu, sejumlah Rp1,2 miliar terkumpul. Dana ini sebagian digunakan untuk operasional, sebagian disimpan oleh pihak terkait,” kata Tanak.
Kemudian pada November 2025, sekitar Rp1,25 miliar kembali dikumpulkan dan diserahkan kepada Abdul Wahid baik secara langsung maupun melalui perantara. Secara keseluruhan, dana yang telah diterima diperkirakan mencapai sekitar Rp4,05 miliar.
“Jadi dari target Rp7 miliar, paling sedikit Rp4,05 miliar telah berpindah tangan,” ujar Tanak menegaskan.
Barang Bukti Uang Diamankan
Dalam OTT tersebut, KPK mengamankan sejumlah uang dengan nilai signifikan.
“Kami menemukan Rp1,6 miliar dalam bentuk rupiah, serta 9.000 pound sterling dan 3.000 dolar AS. Uang dalam bentuk valuta asing tersebut kami temukan di salah satu rumah milik saudara AW di Jakarta,” ungkap Tanak.
Tanak juga menjelaskan bahwa Abdul Wahid sempat tidak berada di kantor maupun kediamannya saat OTT dilakukan.
“Kami melakukan pencarian beberapa lokasi dan akhirnya menangkap saudara AW di sebuah kafe,” katanya.
Sementara Dani M. Nursalam sempat tidak berada di lokasi, namun kemudian menyerahkan diri.
“Pada Selasa petang, saudara DAN datang ke Gedung Merah Putih dan menyerahkan diri kepada KPK,” ujar Tanak.
Tanak menegaskan penyidikan kasus ini masih terus berjalan.
“Kami masih mendalami dugaan keterlibatan pihak-pihak lain. KPK tidak menutup kemungkinan akan ada tersangka tambahan,” tandasnya.
KPK berharap momentum ini dapat menjadi pengingat bagi seluruh penyelenggara negara untuk senantiasa menjaga integritas, menjauhi praktik-praktik korupsi, dan menempatkan kepentingan masyarakat di atas kepentingan pribadi maupun golongan.***
Baca juga :
Jangan lupa, Ikuti Update Berita menarik dari kabariku.com dan klik follow akun Google News Kabariku dan Channel WhatsApp Kabariku.com

















Discussion about this post