Jakarta, Kabariku – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendorong perbaikan tata kelola dana jaminan reklamasi dan pascatambang di Indonesia menyusul temuan pengelolaan yang dinilai belum maksimal dan berdampak pada masih minimnya reklamasi kawasan bekas tambang di berbagai daerah.
Langkah ini disampaikan KPK dalam rapat koordinasi bersama Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) serta pemerintah daerah di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (24/9/2025).
“Sejumlah temuan menunjukkan bahwa pengelolaan pascatambang masih jauh dari optimal,” tegas Plt. Deputi Bidang Koordinasi dan Supervisi KPK Agung Yudha Wibowo.
Salah satu kasus yang mencuat berasal dari Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau. Berdasarkan laporan masyarakat terkait dugaan penyalahgunaan dana jaminan reklamasi, KPK menelusuri aliran dana yang awalnya disetorkan ke Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau sesuai aturan saat itu, kemudian dialihkan ke pemerintah pusat melalui Kementerian ESDM.
Namun, dari hasil penelusuran, ditemukan inkonsistensi jumlah setoran akibat perubahan regulasi. Sebagian dana dikembalikan lagi ke daerah untuk reklamasi Izin Usaha Pertambangan (IUP) Mineral Bukan Logam Batuan (MBLB), yang berimbas pada berkurangnya jumlah dana yang diterima ESDM.
Kondisi tersebut, menurut Agung, bukan hanya terjadi di Bintan. Ia mengungkapkan bahwa dana reklamasi mineral logam yang dikelola ESDM secara nasional hanya mencapai Rp26 triliun, jumlah yang dinilai sangat kecil jika dibandingkan dengan banyaknya IUP aktif dan kondisi tambang yang belum direklamasi.
“Kondisi di Bintan ini adalah potret persoalan nasional. Saya yakin hal serupa terjadi di banyak wilayah lain. Banyak tambang tidak direklamasi, kalaupun ada jumlahnya sangat kecil,” ujarnya.

Perhitungan Dana Tidak Tepat dan Penempatan Terlambat
KPK juga menyoroti sejumlah persoalan mendasar dalam tata kelola dana reklamasi. Salah satunya, perhitungan besaran jaminan yang masih didasarkan pada luas area tambang, bukan pada volume kegiatan tambang.
“Padahal seharusnya besaran jaminan dihitung berdasarkan volume tambang agar jumlahnya lebih proporsional,” jelas Agung.
Selain itu, penempatan dana jaminan reklamasi baru dilakukan setelah izin usaha pertambangan terbit. Praktik ini dianggap tidak cukup kuat mengikat perusahaan untuk menjalankan kewajiban reklamasi.
Bahkan, sebagian pelaku usaha menganggap penempatan dana jaminan sudah otomatis menggugurkan kewajiban reklamasi, padahal dana itu hanya menjadi jaminan kesanggupan.
Masalah lain muncul dari ketentuan yang memperbolehkan pemerintah menunjuk pihak ketiga melakukan reklamasi jika kegiatan tambang berhenti selama tiga tahun.
Aturan ini memicu persoalan koordinasi karena tambang berada di daerah, sementara dana dan kewenangan reklamasi tambang mineral dan logam berada di pemerintah pusat.
“Regulasi penunjukan pihak ketiga setelah tiga tahun tambang berhenti masih belum efektif. Jumlah inspektur tambang jauh dari cukup dibandingkan banyaknya lokasi tambang yang harus diawasi,” tambah Agung.
190 IUP Dihentikan Sementara
Kementerian ESDM menindaklanjuti persoalan ini dengan menghentikan sementara 190 IUP yang tidak memenuhi kewajiban reklamasi dan pascatambang.
KPK mendorong ESDM untuk memperkuat mitigasi risiko sejak awal, termasuk dalam mekanisme penempatan dana, dasar perhitungan, hingga besaran biaya reklamasi, agar perusahaan tidak bisa menghindar dari kewajibannya.
“Terkait hal itu, KPK meminta Kementerian ESDM melakukan revisi regulasi terkait Dana Jaminan Pengelolaan Lingkungan (DJPL) agar kerusakan lingkungan pascatambang bisa dicegah,” tegas Agung.
Direktur Teknik dan Lingkungan Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Hendra Gunawan mengungkapkan bahwa pihaknya kini tengah menyusun aturan baru untuk memperkuat kewajiban reklamasi dan pascatambang.
“Kami sedang menyusun peraturan pemerintah pengganti PP Nomor 78 Tahun 2020 tentang reklamasi dan pascatambang. Semua masukan dari rapat ini akan kami integrasikan dalam regulasi yang sedang dirancang,” ujarnya.
Rapat koordinasi ini dihadiri oleh jajaran Direktorat Koordinasi dan Supervisi KPK, Direktorat Monitoring KPK, pejabat Kementerian ESDM, serta Kepala Dinas ESDM dan PTSP Provinsi Kepulauan Riau.***
Jangan lupa, Ikuti Update Berita menarik dari kabariku.com dan klik follow akun Google News Kabariku dan Channel WhatsApp Kabariku.com
Discussion about this post