• Redaksi
  • Kode Etik
  • Pedoman Media Siber
  • Privacy Policy
Sabtu, Juli 5, 2025
Kabariku
Advertisement
  • Beranda
  • Berita
    • Nasional
    • Daerah
  • Kabar Presiden
  • Kabar Pemilu
  • Dwi Warna
  • Hukum
  • Ekonomi
  • Politik
  • Hiburan
  • Teknologi
  • Opini
    • Artikel
    • Edukasi
    • Profile
    • Sastra
Tidak ada hasil
View All Result
Kabariku
  • Beranda
  • Berita
    • Nasional
    • Daerah
  • Kabar Presiden
  • Kabar Pemilu
  • Dwi Warna
  • Hukum
  • Ekonomi
  • Politik
  • Hiburan
  • Teknologi
  • Opini
    • Artikel
    • Edukasi
    • Profile
    • Sastra
Tidak ada hasil
View All Result
Kabariku
Tidak ada hasil
View All Result
  • Beranda
  • Berita
  • Kabar Presiden
  • Kabar Pemilu
  • Dwi Warna
  • Hukum
  • Ekonomi
  • Politik
  • Hiburan
  • Teknologi
  • Opini
Home Kabar Pemilu

MK Hapus Presidential Threshold: Bertentangan dengan Konstitusi

Tresyana Bulan oleh Tresyana Bulan
3 Januari 2025
di Kabar Pemilu
A A
0
sidang perkara Presidential Threshold di Ruang Sidang MK

sidang perkara Presidential Threshold di Ruang Sidang MK

ShareSendShare ShareShare

Jakarta, Kabariku – Mahkamah Konstitusi (MK) menghapus ketentuan ambang batas pencalonan Presiden dan calon Wakil Presiden atau Presidential threshold. Hal tersebut diputuskan dalam sidang perkara nomor 62/PUU-XXII/2024 yang digelar di Ruang Sidang MK, Jakarta, Kamis (02/01/2025).

Ambang batas minimal persentase pengusulan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden (Presidential threshold) sebagaimana tercantum dalam Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) tak hanya dinilai bertentangan dengan hak politik dan kedaulatan rakyat, namun juga melanggar moralitas, rasionalitas, dan ketidakadilan yang intolerable serta nyata-nyata bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945.

Advertisement. Scroll to continue reading.

Alasan inilah yang menjadi dasar bagi Mahkamah untuk bergeser dari pendirian dalam putusan-putusan sebelumnya terkait uji materi ambang batas pencalonan presiden.

RelatedPosts

MK Akhiri “Pemilu 5 Kotak”: Pemilu Nasional dan Daerah Dipisah Mulai 2029

Polres Garut Kerahkan 152 Personel Bantu Pengamanan PSU Pilkada Tasikmalaya

DKPP Menjatuhkan Sanksi Pemberhentian Tetap Terhadap Ketua KPU Kabupaten Garut

“Pergeseran pendirian tersebut tidak hanya menyangkut besaran atau angka persentase ambang batas, tetapi yang jauh lebih mendasar adalah rezim ambang batas pengusulan pasangan calon Presiden dan calon Wakil Presiden (presidential threshold) berapapun besaran atau angka persentasenya adalah bertentangan dengan Pasal 6A ayat (2) UUD NRI Tahun 1945,” ujar Wakil Ketua MK Saldi Isra saat membacakan pertimbangan hukum Perkara Nomor 62/PUU-XXII/2024.

Mahkamah menilai pokok permohonan para Pemohon mengenai inkonstitusionalitas ketentuan ambang batas minimal persentase pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden adalah beralasan menurut hukum.

“Menyatakan norma Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” ucap Ketua MK Suhartoyo dengan didampingi oleh delapan hakim konstitusi lainnya.

Terbatasnya Hak Konstitusional Pemilih

Dalam pertimbangan hukumnya, Mahkamah telah mencermati beberapa pemilihan Presiden dan calon Wakil Presiden yang selama ini didominasi partai politik peserta pemilu tertentu dalam pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden.

Baca Juga  Presiden Jokowi Lantik Anggota KPU dan Bawaslu Masa Jabatan 2022-2027 di Istana Merdeka

Hal ini berdampak pada terbatasnya hak konstitusional pemilih mendapatkan alternatif yang memadai terkait pasangan calon Presiden dan calon Wakil Presiden.

Selain itu, Mahkamah juga menilai bahwa dengan terus mempertahankan ketentuan ambang batas minimal persentase pengusulan pasangan calon Presiden dan calon Wakil Presiden (presidential threshold) dan setelah mempelajari secara saksama arah pergerakan politik mutakhir Indonesia, terbaca kecenderungan untuk selalu mengupayakan agar setiap pemilu presiden dan wakil presiden hanya terdapat 2 (dua) pasangan calon.

Padahal, lanjut Mahkamah, pengalaman sejak penyelenggaraan pemilihan langsung menunjukkan, dengan hanya 2 (dua) pasangan calon Presiden dan calon Wakil Presiden, masyarakat mudah terjebak dalam polarisasi (masyarakat yang terbelah) yang sekiranya tidak diantisipasi mengancam kebhinekaan Indonesia.

Bahkan jika pengaturan tersebut terus dibiarkan, tidak tertutup kemungkinan pemilu presiden dan wakil presiden akan terjebak dengan calon tunggal.

Kecenderungan demikian, paling tidak dapat dilihat dalam fenomena pemilihan kepala daerah yang dari waktu ke waktu semakin bergerak ke arah munculnya calon tunggal atau pemilihan dengan kotak kosong.

Artinya, menurut Mahkamah, membiarkan atau mempertahankan ambang batas minimal persentase pengusulan pasangan calon Presiden dan calon Wakil Presiden (presidential threshold) sebagaimana diatur dalam Pasal 222 UU Pemilu berpeluang atau berpotensi terhalangnya pelaksanaan pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung oleh rakyat dengan menyediakan banyak pilihan pasangan calon Presiden dan calon Wakil Presiden.

“Jika hal itu terjadi, makna hakiki dari Pasal 6A ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 akan hilang atau setidak-tidaknya bergeser dari salah satu tujuan yang hendak dicapai dari perubahan konstitusi, yaitu menyempurnakan aturan dasar mengenai jaminan pelaksanaan kedaulatan rakyat serta memperluas partisipasi rakyat agar sesuai dengan perkembangan demokrasi,” sebut Saldi.

Jumlah Capres dan Cawapres

Selanjutnya, Mahkamah juga mempertimbangkan sekalipun norma ambang batas minimal persentase pengusulan pasangan calon Presiden dan calon Wakil Presiden (presidential threshold) dalam Pasal 222 UU Pemilu telah dinyatakan inkonstitusional, sebagai negara dengan sistem presidensial yang dalam praktik tumbuh dalam balutan model kepartaian majemuk (multi-party system), tetap harus diperhitungkan potensi jumlah pasangan calon presiden dan wakil presiden sama dengan jumlah partai politik peserta pemilu.

Baca Juga  Pengesahan RKUHP Resahkan Kalangan Pers, SMSI Akan Gugat Melalui MK

Meskipun dalam Putusan ini, Mahkamah telah menegaskan dalam pertimbangan hukumnya bahwa pengusulan pasangan calon Presiden dan calon Wakil Presiden merupakan hak konstitusional (constitutional right) semua partai politik yang telah dinyatakan sebagai peserta Pemilu pada periode yang bersangkutan atau saat penyelenggaraan pemilu berlangsung, dalam revisi UU Pemilu, pembentuk undang-undang dapat mengatur agar tidak muncul pasangan calon Presiden dan calon Wakil Presiden dengan jumlah yang terlalu banyak.

Sehingga berpotensi merusak hakikat dilaksanakannya pemilu presiden dan wakil presiden secara langsung oleh rakyat.

Mahkamah juga mempertimbangkan bahwa sekalipun secara konstitusional terdapat ketentuan Pasal 6A ayat (4) UUD NRI Tahun 1945 yang pada pokoknya telah mengantisipasi kemungkinan terjadinya Pemilu Presiden dan calon Wakil Presiden putaran kedua (second round), jumlah pasangan calon Presiden dan calon Wakil Presiden yang terlalu banyak belum menjamin berdampak positif bagi perkembangan dan keberlangsungan proses dan praktik demokrasi presidensial Indonesia.

Rekayasa Konstitusional

Dalam Putusan ini, Mahkamah juga memberikan pedoman bagi pembentuk undang-undang untuk melakukan rekayasa konstitusional (constitutional engineering) agar tidak muncul pasangan calon Presiden dan calon Wakil Presiden dengan jumlah yang terlalu banyak dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

Pertama, semua partai politik peserta Pemilu berhak mengusulkan pasangan calon Presiden dan calon Wakil Presiden.

Kedua, pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu tidak didasarkan pada persentase jumlah kursi di DPR atau perolehan suara sah secara nasional.

Ketiga, dalam mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden, partai politik peserta pemilu dapat bergabung sepanjang gabungan partai politik peserta Pemilu tersebut tidak menyebabkan dominasi partai politik atau gabungan partai politik sehingga menyebabkan terbatasnya pasangan calon presiden dan wakil presiden serta terbatasnya pilihan pemilih.

Keempat, partai politik peserta Pemilu yang tidak mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden dikenakan sanksi larangan mengikuti pemilu periode berikutnya.

Kelima, perumusan rekayasa konstitusional dimaksud termasuk perubahan UU Pemilu melibatkan partisipasi semua pihak yang memiliki perhatian (concern) terhadap penyelenggaran Pemilu termasuk partai politik yang tidak memperoleh kursi di DPR dengan menerapkan prinsip partisipasi publik yang bermakna (meaningful participation).

Baca Juga  Sempat Jadi Sorotan Terkait Penetapan Panitia Pemungutan Suara (PPS), Berikut Klarifikasi KPU Garut

Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan hukum di atas, Mahkamah menyatakan ketentuan Pasal 222 UU Pemilu tidak sejalan dengan prinsip persamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan, hak memperjuangkan diri secara kolektif, serta kepastian hukum yang adil sesuai dengan Pasal 27 ayat (1), Pasal 28C ayat (2), Pasal 28D ayat (1), dan Pasal 28I ayat (2) UUD NRI Tahun 1945. Dengan demikian, menurut Mahkamah, dalil para Pemohon adalah beralasan menurut hukum untuk seluruhnya. Dalam Putusan ini, terdapat dua hakim konstitusi yang memiliki pendapat berbeda (dissenting opinion).

Untuk diketahui permohonan ini diajukan oleh empat orang Mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga, yakni Enika Maya Oktavia, dkk.

Para Pemohon mendalilkan prinsip “one man one vote one value” tersimpangi oleh adanya presidential threshold.

Hal ini menimbulkan penyimpangan pada prinsip “one value” karena nilai suara tidak selalu memiliki bobot yang sama. Idealnya, menurut para Pemohon, nilai suara seharusnya mengikuti periode pemilihan yang bersangkutan.

Namun, dalam kasus presidential threshold, nilai suara digunakan untuk dua periode pemilihan, yang dapat mengarah pada distorsi representasi dalam sistem demokrasi. Oleh karena itu, hal ini menunjukkan adanya ketidakseimbangan atau penyimpangan pada prinsip asas periodik, nilai suara seharusnya mengikuti setiap periode pemilihan secara proporsional.

Dalil mengenai uji materiil ambang batas minimal persentase pengusulan pasangan calon Presiden dan calon Wakil Presiden (presidential threshold) juga diajukan dalam tiga perkara lainnya, yakni Perkara Nomor 129/PUU-XXI/2023 yang diajukan oleh Gugum Ridho Putra.

Kemudian, Perkara Nomor 87/PUU-XXII/2024 yang diajukan oleh empat dosen, antara lain Mantan Ketua Bawaslu Muhammad, Dian Fitri Sabrina, S Muchtadin Al Attas, serta Muhammad Saad.

Selain itu, Perkara Nomor 101/PUU-XXII/2024 yang diajukan oleh Yayasan Jaringan Demokrasi dan Pemilu Berintegritas (Netgrit) yang diwakili Hadar Nafis Gumay serta perorangan Titi Anggraini.***

Red/K.101

Jangan lupa, Ikuti Update Berita menarik dari kabariku.com dan klik follow akun Google News Kabariku dan Channel WhatsApp Kabariku.com

Tags: Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijagamahkamah konstitusiPresidential Threshold Dihapus
ShareSendShareSharePinTweet
ADVERTISEMENT
Post Sebelumnya

Diduga Kades Padaluyu Cianjur Korupsi, Camat Cikadu Sampaikan Laporan Warga ke DPMD, Kantor Bupati, dan Kejaksaan

Post Selanjutnya

Kapolres Garut AKBP Moch Fajar Gemilang Pimpin Upacara Korps Raport Kenaikan Pangkat

RelatedPosts

MK Akhiri “Pemilu 5 Kotak”: Pemilu Nasional dan Daerah Dipisah Mulai 2029

26 Juni 2025
Apel Gelar Pasukan sinergi Polri-TNI pengamanan PSU Pilkada Tasikmalaya

Polres Garut Kerahkan 152 Personel Bantu Pengamanan PSU Pilkada Tasikmalaya

20 April 2025

DKPP Menjatuhkan Sanksi Pemberhentian Tetap Terhadap Ketua KPU Kabupaten Garut

15 April 2025

KPU Gelar PSU dan PUSS Pilkada di Enam Wilayah pada 5 dan 9 April 2025

5 April 2025

Jalin Kerja Sama, KPU – BPS Kolaborasi Data Kepemiluan

18 Maret 2025
Komisi Pemilihan Umum akan menggelar pemungutan suara ulang Pilkada 2024 di 24 daerah/Dok. KPU Jambi

Pemungutan Suara Ulang Pilkada 2024 Digelar di 24 Daerah, Ini Daftarnya: Termasuk Kabupaten Tasikmalaya

5 Maret 2025
Post Selanjutnya
Upacara Korps Raport Kenaikan Pangkat Polres Garut

Kapolres Garut AKBP Moch Fajar Gemilang Pimpin Upacara Korps Raport Kenaikan Pangkat

Penyair Ihsan Subhan

Profil Ihsan Subhan

Discussion about this post

KabarTerbaru

Utusan Khusus Presiden Zita Anjani Dorong Kader Perempuan IMM Ambil Peran di Berbagai Bidang

5 Juli 2025

REPDEM Sebut Tuntutan Terhadap Hasto Tak Berdasar, Siap Kawal Sidang Hingga Putusan Hakim

5 Juli 2025
Kedubes RI di Bangkok

Mulai Hari Ini, 24 Calon Dubes RI untuk Washington hingga Tokyo Jalani Uji Kelayakan di DPR

5 Juli 2025
Mantan Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh wafat pada Jumat (4/7/2025)

Mantan Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh Wafat, Dimakamkan secara Militer di TMP Kalibata

5 Juli 2025

KPK Pastikan Pelajari Dokumen Soal “Misi Budaya” Istri Menteri UMKM

5 Juli 2025

Serap Aspirasi, Yudha Puja Turnawan Gandeng SKPD Atasi Masalah Warga

4 Juli 2025
Ade Armando

Ade Armando Diangkat Jadi Komisaris Anak Usaha PLN, Dua Tahun Setelah Mundur dari PNS

4 Juli 2025
Sekretaris Jenderal Pasbata Jokowi-Prabowo, Budiyanto Hadinagoro, menantang Roy Suryo bertinju atau MMA/Istimewa

Sekjen Pasbata Budiyanto Tantang Roy Suryo Tinju atau MMA, Terserah

4 Juli 2025
Menteri Koperasi dan UKM, Maman Abdurrahman

Istri Menteri UMKM Dituding Pakai Fasilitas Negara ke Eropa, Maman Abdurrahman Klarifikasi Langsung ke KPK

4 Juli 2025

Kabar Terpopuler

  • Viral Pasien BPJS Meninggal Dunia di RSUD Cibabat, Diduga Lambatnya Penanganan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Bu Guru Salsa yang Viral karena Video Syur, Kini Bahagia Dinikahi Duda PNS

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • HUT Bhayangkara ke-79 Digelar di Monas, Sederet Jalan Ini Akan Ditutup 1 Juli 2025 Mulai Pagi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • DNIKS Dukung Porturin Sukseskan Ajang Olahraga Tunarungu Asia Tenggara 2025 di Jakarta

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mantan Sekjen MPR Diduga Terima Rp17 Miliar dari Commitment Fee Pengadaan Barang dan Jasa

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Saksi Sejarah dari Bandung: Seruan Melawan Lupa dan Penuntasan Tragedi Kemanusiaan Mei 1998

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KPK Dalami Kasus EDC Bank BRI Senilai Rp2,1 Triliun, 13 Orang Dicekal Usai Penggeledahan di Dua Tempat

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
[sbtt-tiktok feed=1]
Kabariku

Kabariku adalah media online yang menyajikan berita-berita dan informasi yang beragam serta mendalam. Kabariku hadir memberi manfaat lebih

  • Redaksi
  • Kode Etik
  • Pedoman Media Siber
  • Privacy Policy

© 2024 Kabariku - partner by Sorot Merah Putih.

Tidak ada hasil
View All Result
  • Beranda
  • Berita
    • Nasional
    • Daerah
  • Kabar Presiden
  • Kabar Pemilu
  • Dwi Warna
  • Hukum
  • Ekonomi
  • Politik
  • Hiburan
  • Teknologi
  • Opini
    • Artikel
    • Edukasi
    • Profile
    • Sastra

© 2024 Kabariku - partner by Sorot Merah Putih.