Jakarta, Kabariku- Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) mulai Rabu (12/4/2023) akan meminta klarifikasi dari pimpinan KPK terkait laporan dugaan pelanggaran kode etik atas pemberhentian Brigjen Pol Endar Priantoro.
“Jadi kita akan menindaklanjuti laporan dugaan pelanggaran soal pemberhentian Brigjen Endar. Kalrifikasi dimulai besok,” kata Syamsuddin Haris di Gedung ACLC KPK, Jakarta, Selasa (11/4/2023).
Pemanggilan untuk klarifikasi akan dilakukan satu per satu. Namun Syamsuddin Haris tak menyebutkan siapa yang akan dipanggil besok.
Diberitakan, Brigjen Endar melaporkan Ketua KPK Firli Bahuri dan Sekjen KPK Cahya H. Harefa ke Dewas pada Selasa (4/4/2023) lalu.
Endar menyebut Ketua dan Sekjen KPK melanggar kode etik terkait pemberhentian dirinya dari Direktur Penyelidikan KPK.
Selain dilakukan oleh Endar, Firli juga dilaporkan oleh tiga orang mantan Pimpinan KPK yaitu Abraham Samad, Bambang Widjojanto, dan Saut Situmorang.
Pelaporan dilakukan bersama dengan Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi.
Dalam laporannya mereka menyebutkan, Firli diduga melanggar lima kode etik bahkan empat dugaan tindak pidana.
Hanya menggaruk-garuk koreng
Terkait kisruh di KPK, seorang budayawan, aktivis dan pemerhati sosial, Marlin Dinamikanto menyebut persoalan KPK bukan persoalan Benar Salah atau Etis dan Tidak Etis.
“Keberadaan Dewas pun, ada tidak membuat genap dan tidak ada tidak membuat ganjil,” sindir Marlin dalam pesannya kepada Kabariku, Selasa (11/4/2023).
Ia menyebut, kewenangan yang dimiliki Dewas KPK meskipun secara “ndakik-ndakik” bisa ini bisa itu, tapi kenyataanya hanya subordinat dari sistem yang membutuhkan ornamen biar kelihatan oke.
“Karena persoalan utama disini adalah persoalan dominasi dari kekuasaan yang berhasil meng-upgrade diri terlihat menyembunyikan ketamakannya dengan tampilan atau perform yang lebih santun,” paparnya.
Menurut Marlin, gerakan sosial, di penjuru dunia manapun adalah melawan dominasi, apa pun bentuk dan aktualisasinya.
“Sayang, gerakan sosial kita hanya pandai memotret buih dan setelah buih menghilang hilang pula orientasi. Jadinya hanya menggaruk-garuk koreng, karena itu nikmat yang bisa memupus luka bathin,” tuturnya.
Gejala itu, lanjut Marlin, selalu berulang sehingga tidak membawa perubahan apa pun.
“Dominasi kekuasaan dengan ornamen-ornamen sistem pengawasan yang ada hanya menghasilkan perubahan cara dominasi tanpa mampu menjungkalkan dominasi itu sendiri. Sudah begitu saja. Capek tahu..!” ujarnya.***
Red/K.102
Jangan lupa, Ikuti Update Berita menarik dari kabariku.com dan klik follow akun Google News Kabariku dan Channel WhatsApp Kabariku.com
Discussion about this post