Jakarta, Kabariku- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah melakukan kegiatan tangkap tangan di Kabupaten Kepulauan Meranti Provinsi Riau terkait korupsi pemotongan anggaran, penerimaan fee dari jasa travel umroh dan suap tahun 2022.
Juru Bicara Bidang Penindakan, Ali Fikri mengatakan, setelah Tim melakukan permintaan keterangan terhadap sejumlah pihak yang diamankan kemudian dilakukan gelar perkara di KPK.

“Sebelum 1x24jam disimpulkan ada peristiwa pidana dan orang yang bisa dipertanggung jawabkan secara hukum dan kemudian ditetapkan sebagai tersangka dalam kegiatan tangkap tangan dimaksud, selanjutnya dilakukan upaya paksa penahanan” kata Ali, Jumat (7/4/2023) malam.
Konferensi pers yang berlangsung di gedung Merah Putih KPK, Ali Fikri didampingi Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dan Plt Deputi Penindakan dan Ekseskusi KPK, Asep Guntur, menjelaskan, kegiatan tangkap tangan yang dilakukan secara tim dan lintas direktorat di KPK.
“Kegiatan tangkap tangan ini merupakan tindak lanjut laporan masyarakat dan telah dilakukan verfikasi, ditelaah dan diproses hingga ditindak lanjuti ke lapangan dengan tangkap tangan para pihak yang sedang melakukan korupsi,” tutur Ali.
Selanjutnya Alexander Marwata menyampaikan, dalam kegiatan tangkap tangan Bupati Kepulauan Meranti Muhammad Adil yang berlangsung Kamis, 6 April 2023 malam sempat ada gerakan dari massa pendukung. Karena itu pihaknya malam itu juga mengamankan Adil dari Polres Kepulauan Meranti melalui speedboat ke Mapolres Siak.
“Ini juga membuktikan bahwa kerja tim KPK didukung penuh oleh Polri, sehingga setiap kegiatan kami di-back up oleh Polri. Karena malam itu saya yang langsung memantau, mewaspadai ada gerakan massa dari pendukung, kami memutuskan untuk membawa ke Mapolres Siak,” terang Alex.
Dalam penanganan perkara tersebut, KPK telah menetapkan Bupati Meranti Muhammad Adil (MA) sebagai tersangka dugaan korupsi dalam tiga kasus sekaligus.
Pertama pemotongan anggaran, lalu gratifikasi jasa travel umrah dan suap pemeriksaan keuangan.
KPK juga menetapkan Kepala BPKAD Pemkab Meranti, sekaligus pemilik perusahaan travel umrah Fitria Nengsih (FN). Kemudian, Auditor BPK Perwakilan Provinsi Riau, M Fahmi Aressa (MFA), sebagai tersangka.
MA dan Kepala BPKAD Pemkab Kepulauan Meranti FN ditahan di Rumah Tahanan KPK pada Gedung Merah Putih di Jl Kuningan Persada, Jakarta Selatan.
Adapun MFA selaku Pemeriksa Muda Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) perwakilan Riau juga ditahan namun di Rumah Tahanan KPK pada Pomdam Jaya Guntur, Jakarta.
Kronologis Tangkap Tangan
Alex menjelaskan kronologi kegiatan tangkap tangan merupakan tindak lanjut laporan masyarakat terkait adanya informasi dugaan penyerahan uang kepada Penyelenggara Negara, pada Kamis (6/4/2023).

“Tim KPK langsung bergerak ke wilayah Kabupaten Kepulauan Meranti, Provinsi Riau. Saat itu Tim KPK mendapatkan informasi adanya perintah MA untuk mengambil uang setoran dari pada Kepala SKPD melalui RP selaku ajudan Bupati,” terang Alex.
Sekira pukul 21.00, Tim mengamankan FN dan TM ke Polres Meranti hingga diperoleh informasi adanya penyerahan uang untuk keperluan MA yang telah berlangsung lama hingga mencapai puluhan miliar.
Tim yang berkoordinasi dengan Polres Merangin langsung melakukan pengamanan di rumah dinas Bupati dan posisi MA saat itu ada didalam rumah dinas.
Selain itu turut diamankan dan dilakukan permintaan keterangan pada beberapa Kepala SKPD dan seluruhnya menerangkan telah menyerahkan uang pada MA melalui FN.
Di wilayah Pekanbaru, Tim mengamankan MFA dan ditemukan uang tunai Rp1 Miliar yang adalah total uang yang diberikan MA untuk pengondisian pemeriksaan keuangan Pemkad Kepulauan Meranti.
“Adapun uang yang ditemukan dan diamankan dalam kegiatan tangkap tangan sebagai bukti permulaan sejumlah sekitar Rp1,7 Miliar. Para pihak tersebut selanjutnya dilakukan pemeriksaan intensif,” lanjut Alex.
Konstruksi Perkara
MA yang merupakan Bupati Kepulauan Meranti terpilih periode 2021 s/d sekarang, dalam memangku jabatannya diduga memerintahkan para Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) untuk melakukan setoran uang yang sumber anggarannya dari pemotongan uang persediaan (UP) dan ganti uang persediaan (GU) masing-masing SKPD.

“Uang tersebut yang kemudian dikondisikan seolah-olah adalah utang pada MA. Besaran pemotongan UP dan GU ditentukan MA dengan kisaran 5% – 10 % untuk setiap SKDP,” ujar Alex.
Selanjutnya setoran UP dan GU dalam bentuk uang tunai dan di setorkan pada FN yang menjabat Kepala BPKAD Pemkab Kepulauan Meranti sekaligus adalah orang kepercayaan MA.
“Setelah terkumpul, uang setoran tersebut kemudian digunakan untuk kepentingan MA diantaranya sebagai dana operasional kegiatan safari politik rencana pencalonan MA untuk maju dalam Pemilihan Gubernur Riau ditahun 2024,” jelas Alex.
Sekitar bulan Desember 2022, MA menerima uang sejumlah sekitar Rp1,4 Miliar dari PT Tanur Muthmainnah (PT TM) melalui FN yang bergerak dalam bidang jasa travel perjalanan umroh karena memenangkan PT TM untuk proyek pemberangkatan umroh bagi para Takmir Masjid di Kabupaten Kepulauan Meranti.
Agar proses pemeriksaan keuangan Pemkab Kepulauan Meranti ditahun 2022 mendapatkan predikat baik sehingga nantinya memperoleh WTP, MA bersama-sama FN memberikan uang sejumlah sekitar Rp1,1 Miliar pada MFH selaku Ketua Tim Pemeriksa BPK Perwakilan Riau.
Sebagai bukti awal dugaan korupsi yang dilakukan MA menerima uang sejumlah sekitar Rp26, 1 Miliar dari berbagai pihak dan tentunya hal ini akan ditindaklanjuti dan didalami lebih detail oleh Tim Penyidik.
Selain tiga tersangka tadi, berikut disebutkan 25 orang pejabat dan pihak swata yang terjaring tangkap tangan tersebut, diantaranya:
Bambang Suprianto, Sekda Kabupaten Kepulauan Meranti; Suardi, Kadis Pendidikan Pemkab Kepulauan Meranti; Eko Setiawan, Plt. Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Pemkab Kepulauan Meranti; Tengku Arifin, Kadis Koperasi UKM dan Tenaga Kerja Pemkab Kepulauan Meranti
Selanjutnya, Piskot Ginting, Plt. Kasatpol PP Pemkab Kepulauan Meranti; Syafrizal, Kabag Kesra Pemkab Kepulauan Meranti; Said Amir, Plt. Kadis Perikanan Pemkab Kepulauan Meranti; Marwan, Kadis Perindag Pemkab Kepulauan Meranti
Kemudian, Fajar Triasmoko, Plt Kadis PU Pemkab Kepulauan Meranti; Ahmad Safii, Plt. Kadiskominfo Pemkab Kepulauan Meranti; Muhlisin, Plt Kepala BPSDM Pemkab Kepulauan Meranti; Ifwandi, Kadis Ketahanan Pangan dan Pertanian Pemkab Kepulauan Meranti.
Lalu, Sukri, Plt. Kadis Sosial Pemkab Kepulauan Meranti; M. Khardafi, Plt. Sekwan; Dahliawati, Bendahara BPKAD, Istiqomah, Kabid Aset BPKAD; Dita Anggoro, Staf BPKAD; Sujardi, Staf Administrasi.
Angga Dwi Pangestu, Ajudan Bupati; Restu Prayogi, Ajudan Bupati; Masnani, Aspri Bupati; Fadlil Maulana, Ajudan Bupati; Tarmizi, Kabag Umum; Mardyansyah, tidak dibacakan), Mantan Kadis PU Pemkab Kepulauan Meranti; dan dari pihak swasta, Reza, pemilik PT TM (Tanur Mutmainah).
Atas perbuatannya, MA sebagai penerima suap melanggar pasal 12 huruf f atau Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Selain itu MA juga sebagai pemberi melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Selanjutnya, FN sebagai pemberi melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau
Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sementara MFA sebagai penerima melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
“Kegiatan tangkap tangan terhadap kepala daerah aktif ini menjadi komitmen nyata kinerja pemberantasan korupsi oleh KPK. Agar menjadi pembelajaran bagi para pejabat publik lainnya untuk tidak melakukan korupsi, yang ujungnya hanya akan merugikan keuangan negara, serta mendegradasi kesejahteraan dan perekonomian rakyat,” tutup Alex.***
Red/K.000
Berita Terkait:
Jangan lupa, Ikuti Update Berita menarik dari kabariku.com dan klik follow akun Google News Kabariku dan Channel WhatsApp Kabariku.com
Discussion about this post