Jakarta, Kabariku – Senator Papua Barat Daya, Agustinus R. Kambuaya, SIP, SH, menyampaikan sejumlah catatan penting kepada Menteri Dalam Negeri setelah mengikuti Focus Group Discussion (FGD) BULD pada 17 November 2025 di Sorong, Papua Barat Daya. Catatan itu menyoroti mandeknya proses persetujuan Rancangan Peraturan Daerah tentang Pajak dan Retribusi Daerah (PRD) yang diajukan pemerintah provinsi.
Menurut Agustinus, pemerintah daerah bersama DPRD Papua Barat Daya telah memahami kebijakan efisiensi anggaran yang tengah diberlakukan pemerintah pusat. Namun, kebijakan itu membawa dampak serius bagi ruang fiskal daerah yang semakin menyempit.
Sebagai langkah mengatasi tekanan ekonomi, Pemda dan DPRD Papua Barat Daya telah mengirimkan rancangan Perda Pajak dan Retribusi Daerah kepada Kementerian Dalam Negeri melalui Biro Hukum dan Biro Keuangan Daerah. Hingga menjelang akhir 2025, rancangan itu belum juga mendapat persetujuan untuk diundangkan dalam lembaran daerah.
Padahal, kata Agustinus, Perda tersebut menjadi instrumen penting bagi daerah untuk mengoptimalkan sumber pendapatan asli daerah. Peningkatan pendapatan itu dibutuhkan guna menjaga keberlanjutan pembangunan di Papua Barat Daya.
Ia menjelaskan bahwa kebijakan efisiensi anggaran membuat banyak program strategis daerah berjalan tersendat. “Daya beli masyarakat menurun akibat APBD yang menurun,” ujarnya.
Program pemberdayaan masyarakat, mulai dari sektor pertanian, perikanan, UMKM, hingga penanganan kemiskinan, tak dapat dijalankan secara maksimal. Efek domino dari kebijakan efisiensi anggaran itu, kata Agustinus, turut dirasakan dalam berbagai aspek sosial. Sirkulasi uang melemah dan pertumbuhan ekonomi tersendat, mengingat belanja APBD selama ini menjadi nadi utama perputaran ekonomi daerah.
Data BPS yang ia sampaikan memberikan gambaran jelas mengenai kondisi tersebut. Persentase penduduk miskin di Papua Barat Daya pada Maret 2024 tercatat 18,13 persen atau sekitar 102,27 ribu orang. Dari jumlah itu, 24,04 ribu orang berada di wilayah perkotaan dan 78,23 ribu orang tinggal di pedesaan. Pada September 2024, angkanya menurun menjadi 96.810 orang, namun kondisi struktural kemiskinan masih menjadi tantangan besar.
Potret kemiskinan Papua Barat Daya juga ditunjukkan oleh komposisi garis kemiskinan yang terdiri dari kebutuhan makanan sebesar Rp563.575 (74,52 persen) dan kebutuhan bukan makanan sebesar Rp192.662 (25,48 persen).
Melihat kondisi tersebut, Agustinus menekankan pentingnya percepatan penerbitan Perda Pajak dan Retribusi Daerah sebagai upaya memperkuat pendapatan daerah. Tanpa regulasi itu, kata dia, pemerintah daerah akan kesulitan mendorong pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan warga Papua Barat Daya.(Bemby)
Jangan lupa, Ikuti Update Berita menarik dari kabariku.com dan klik follow akun Google News Kabariku dan Channel WhatsApp Kabariku.com

















Discussion about this post