Jakarta, Kabariku – Pemerintah Indonesia bersama Uni Eropa membuka kembali Indonesia–EU Interfaith and Intercultural Dialogue yang berlangsung pada 27 November–1 Desember 2025 di Jakarta dan Yogyakarta. Forum ini menjadi ruang pertemuan bagi tokoh agama, akademisi, masyarakat sipil, dan para pembuat kebijakan dari kedua wilayah untuk memperdalam kolaborasi dalam toleransi, koeksistensi damai, serta penanganan tantangan global.
Penyelenggaraan tahun ini menandai reaktivasi dialog serupa yang pertama kali digelar pada 2012. Inisiatif tersebut juga menjadi tindak lanjut dari EU–Indonesia Human Rights Dialogue 2024 serta sejalan dengan komitmen Uni Eropa dalam pemajuan HAM, demokrasi, dan penghormatan terhadap keberagaman keyakinan.
Landasan Kerja Sama
Dialog lintas agama dan budaya ini mengacu pada prinsip yang tertuang dalam Partnership and Cooperation Agreement (PCA) Indonesia–Uni Eropa yang berlaku sejak 2014. Perjanjian tersebut memperkuat kerja sama kedua pihak dalam isu HAM, dialog antarbudaya, kebebasan beragama, interaksi masyarakat, serta pembangunan berkelanjutan. Semangat “Unity in Diversity / Bhinneka Tunggal Ika” menjadi nilai utama yang kembali ditegaskan dalam forum ini.
Indonesia dan Uni Eropa juga memiliki rekam jejak kerja sama panjang, termasuk melalui Indonesia Interfaith Scholarship (2012–2019) yang mempertemukan peserta dari berbagai negara anggota Uni Eropa untuk mempelajari keragaman religius di Indonesia.
Tahun ini, dialog diperluas dengan menghadirkan pertukaran antara komunitas agama di Eropa dan panorama keberagaman keyakinan di Indonesia, mulai dari Islam, Kristen, Hindu, Buddha, dan Konghucu hingga kepercayaan adat.
Selain sesi diskusi yang digelar di Kementerian Luar Negeri di Jakarta dan UIN Yogyakarta, peserta turut dijadwalkan mengunjungi rumah-rumah ibadah berbagai agama serta salah satu sekolah Muhammadiyah di Yogyakarta.
Pernyataan Para Diplomatik
Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia, H.E. Denis Chaibi, menekankan pentingnya ruang dialog tersebut.
“Di saat dunia sedang menghadapi ketidakstabilan geopolitik, memupuk dialog antar komunitas agama bukan hanya agenda yang penting tetapi juga merupakan isu yang mendesak. Praktik harmonisasi antaragama yang telah lama dijalankan Indonesia memberikan pelajaran berharga bagi komunitas global. Uni Eropa merasa terhormat dapat bekerja sama dengan Indonesia untuk menghidupkan kembali dialog yang penting ini dan memperdalam komitmen bersama kita terhadap perdamaian, keberagaman, dan saling pengertian.”
Sementara itu, Ani Nigeriawati, Direktur Diplomasi Publik yang mewakili Direktur Jenderal Informasi dan Diplomasi Publik Kementerian Luar Negeri RI, menyampaikan bahwa forum ini merefleksikan nilai yang dianut kedua pihak.
“Indonesia menyambut baik aktivasi Indonesia–EU Interfaith and Intercultural Dialogue, sebuah platform yang mencerminkan semangat Bhinneka Tunggal Ika dan nilai-nilai yang kita bagi bersama Uni Eropa. Melalui pertukaran terbuka antara para cendekiawan, pemimpin agama, dan masyarakat sipil, kami berharap dapat memperkuat kerja sama dalam menghadapi tantangan global mulai dari keadilan sosial dan kesetaraan gender hingga keberlanjutan lingkungan seraya merayakan keberagaman yang mempersatukan kita.”
Tiga Subtema Utama
Dialog 2025 fokus pada tiga bidang strategis:
- Koeksistensi Lintas Agama yang Damai
Mengangkat nilai-nilai harmonisasi, mediasi konflik, keadilan sosial, serta peran pemimpin agama dalam mendukung kelompok rentan di berbagai belahan dunia. - Peran Tokoh Agama dalam Pelestarian Lingkungan
Membahas ajaran agama di Indonesia dan Eropa mulai dari konsep khalifah dalam Islam hingga filosofi Tri Hita Karana di Bali yang menempatkan kelestarian lingkungan sebagai kewajiban moral. Forum juga menegaskan ulang komitmen dalam PCA terkait pembangunan berkelanjutan dan ketahanan iklim. - Agama sebagai Penggerak Kesetaraan Gender
Menampilkan kontribusi pemimpin perempuan dari berbagai komunitas, termasuk MUI dan KUPI, untuk mendorong masyarakat yang lebih inklusif dan setara.
Mendorong Inisiatif Konkret
Indonesia–EU Interfaith and Intercultural Dialogue 2025 menegaskan bahwa kerja sama lintas iman merupakan proses jangka panjang yang membutuhkan kolaborasi melibatkan lembaga pemerintah, akademisi, tokoh agama, hingga elemen masyarakat sipil.
Forum ini diharapkan menghasilkan rekomendasi dan inisiatif bersama yang memperkaya hubungan Indonesia–Uni Eropa serta memperkuat budaya toleransi sebagai modal menghadapi dinamika global.(Bemby)
Jangan lupa, Ikuti Update Berita menarik dari kabariku.com dan klik follow akun Google News Kabariku dan Channel WhatsApp Kabariku.com















Discussion about this post