Hadir dalam Muhammadiyah Jogja Expo (MJE) ke-4 dalam sesi bertajuk Angkringan Pendidikan bertema Bermutu Untuk Semua, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Republik Indonesia (Mendikdasmen RI), Abdul Mu’ti menyoroti pentingnya perbaikan mutu pendidikan nasional.
Hal itu ia soroti mengingat masih rendahnya hasil literasi dan numerasi pelajar Indonesia. Fenomena schooling without learning atau yang bisa disebut dengan siswa bersekolah tanpa benar-benar mendapatkan proses belajar yang bermakna disebutnya menjadi salah satu dampak akan rendahnya capaian akademik Indonesia.
“Akibat dari hal ini adalah hasil Programme for International Student Assessment (PISA) para siswa di Indonesia rendah, numerasi rendah, literasi rendah. Bahkan ada istilah learning poverty atau kemiskinan belajar yang dilontarkan untuk kondisi pendidikan di Indonesia pada saat ini,” tegasnya pada Jumat sore (12/9) di Jogja Expo Center (JEC).
Sebagai langkah awal untuk menemukan solusi akan hal ini, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah memperkenalkan kebijakan baru berupa Tes Kemampuan Akademik (TKA). Menurut Mu’ti, TKA bukan hanya untuk penentu kelulusan, namun juga dapat menjadi instrumen penting dalam mengukur kemampuan siswa.
“Sebelum TKA, pada masa MPLS siswa juga akan dibekali dengan materi penelusuran bakat dan minat, serta assessment awal kemampuan membaca, menulis, dan berhitung siswa,” ucap Mu’ti
Kebijakan kedua yang dikenalkannya dalam upaya perbaikan mutu pendidikan Indoesia adalah kebijakan mengenai pentingnya pendekatan deep learning atau pembelajaran mendalam. Untuk mencapai ini, ia menyebut bahwa guru harus mendapatkan pelatihan untuk menguasai metode tersebut.
“Kelulusan siswa akan ditentukan oleh nilai rapor, penilaian guru, dan penilaian karakter siswa. Maka, pembelajaran mendalam atau deep learning ini merupakan pendekatan baru dan Guru diharapkan dapat mengikuti pelatihan ini untuk memperbaiki kualitas pembelajaran,” ungkapnya.
Ketiga, ia juga turut menyoroti tentang pentingnya kemandirian sekolah dalam pengelolaan bantuan pendidikan. Untuk memperjelas hal tersebut, ia menyebutkan kebijakan presiden tentang peningkatan mutu pendidikan secara merata.
“Praktik sekolah yang memanfaatkan orang dalam untuk pengajuan bantuan menimbulkan kecurigaan. Maka, yang belum mampu akan kita bantu, dan yang sekolah yang sudah mampu, ya berusaha mandiri,” tegas Mu’ti.
Dalam hal ini Ia memberikan contoh pada sekolah-sekolah Muhammadiyah, ia menekankan bahwa sekolah dengan jumlah murid lebih dari 2.000, secara teori mampu melakukan saving dan mengelolaan keuangan sendiri.
“Untuk sekolah yang sudah di atas 2.000, secara teori sekolah mampu melakukan saving dan pengelolaan keuangan sendiri. Intinya, di Muhammadiyah ini harus ada kebijakan kemandirian,” kata Mu’ti.
Bukan hanya pada sekolah Muhammadiyah, kebijakan ini ditegaskannya dengan harapan supaya dapat mendorong sekolah untuk lebih mandiri dalam mengelola sumber daya, dengan prioritas pemerintah pada bantuan bagi sekolah yang benar-benar membutuhkan.***
Jangan lupa, Ikuti Update Berita menarik dari kabariku.com dan klik follow akun Google News Kabariku dan Channel WhatsApp Kabariku.com
Discussion about this post