Jakarta, Kabariku – Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Tahunan PT Kimia Farma Tbk tahun buku 2024 telah digelar pada Rabu, 30 Juli 2025.
Dalam agenda yang berlangsung di Jakarta tersebut, publik sempat menaruh harapan besar akan adanya evaluasi serius terhadap kinerja manajemen perseroan, terutama setelah dua tahun berturut-turut membukukan kerugian besar: Rp1,96 triliun pada 2023 dan Rp842,07 miliar pada 2024.
Tapi kenyataannya, hasil RUPS tidak sesuai harapan. Hal tersebut disampaikan oleh Ridwan Kamil, Sekjen Federasi Serikat Pekerja BUMN Indonesia Raya (FSP BUMN IRA).
Menurut Ridwan Kamil, pergantian satu orang direksi dan satu orang komisaris tidak menjawab kebutuhan organisasi akan perubahan.
“Wajah-wajah lama tetap bercokol di kursi pengambil keputusan, ungkapnya, Jumat (1/8/2025), di Jakarta.
Padahal, menurut Kamil, jajaran Direksi dan Komisaris yang kini berjumlah sebelas orang itu, kecuali Hanadi Setiarto, mayoritas adalah sosok-sosok yang selama dua tahun terakhir turut mengarahkan nahkoda perusahaan ke jurang kerugian.
“Fakta ini memunculkan tanda tanya besar di publik:
Kalau rugi sampai triliunan dan hanya satu direktur yang diganti, transformasi hanya ilusi,” ujar Kamil yang juga mantan Sekjen Federasi Serikat Pekerja BUMN Kesehatan.
Menanggapi pernyataan Direktur Utama PT Kimia Farma Tbk, Djagad Prakasa Dwialam, yang menyebut bahwa pergantian ini bertujuan untuk memberikan penyegaran manajemen demi melanjutkan proses transformasi perusahaan, Kamil malah mempertanyakan logika di balik pernyataan tersebut.
“Bagaimana transformasi akan terjadi jika struktur pengambil kebijakan nyaris tidak berubah?” tanya Kamil.
Lebih dari itu, tegas Kamil, BPI Danantara sebagai pemegang saham pengendali, seharusnya melakukan evaluasi menyeluruh terhadap performa manajemen Kimia Farma, bukan sekadar menyetujui pergantian kecil tanpa perombakan mendasar.
Masih menurut Kamil, jika para direksi atau komisaris tersebut tetap dipertahankan karena mereka tidak berperan dalam kerusakan di Kimia Farma, sebaiknya tunjukan ke publik siapa yang sebenarnya merusak Kimia Farma.
“Kimia Farma itu perusahaan terbuka, peningkatan utang dari 4 triliun di 2018 sekarang menjadi 11.5 triliun, meningkat 7.5 triliun. Sedangkan aksi korporasi untuk mengakuisisi Phapros dan banjaran hanya sekitar 2,6 triliun. Kemana sisanya yang hampir 5 triliun? Ini jumlah yang jumbo, dan bagaimana tanggung jawab moral direksi, komisaris atas masalah tersebut?” ujar Kamil.
Kamil meyakini bahwa Bio Farma, Kimia Farma dan Indofarma adalah tulang punggung industri farmasi nasional, dan tidak bisa diperlakukan seperti perusahaan biasa. Ketahanan kesehatan nasional sangat bergantung pada arah kebijakan strategis BUMN Farmasi.
Kebijakan strategis bisa diambil dan dilaksanakan jika semua masalah diungkap dengan transparan.
Kamil mengingatkan, perhatian publik kini beralih ke agenda RUPS PT Bio Farma (Persero) yang dijadwalkan berlangsung pada 1 Agustus 2025.
Menurutnya, Biofarma pun sebagai entitas tidak baik-baik saja. Jadi jika pola yang sama kembali terjadi-yakni hanya rotasi kecil tanpa menyentuh inti permasalahan—maka pesimisme terhadap masa depan Holding BUMN Farmasi akan semakin menguat.
Sudah saatnya, tegas Kamil, publik harus menuntut lebih agar Danantara membuktikan bahwa mereka mampu melakukan perbaikan mendasar di tubuh BUMN strategis.*
Jangan lupa, Ikuti Update Berita menarik dari kabariku.com dan klik follow akun Google News Kabariku dan Channel WhatsApp Kabariku.com
Discussion about this post