Jakarta, Kabariku – Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim menyatakan dukungan tegas terhadap langkah Iran melancarkan serangan balasan terhadap Israel, sebagai bentuk pembelaan atas hak dan martabat nasional negara tersebut. Pernyataan itu disampaikan Anwar dalam acara penutupan Program Perak MADANI Rakyat (PMR) 2025 di Lumut Waterfront, Minggu (15/6).
Anwar menegaskan bahwa Malaysia menjunjung tinggi prinsip kedaulatan semua negara, termasuk hak Iran untuk mempertahankan dirinya dari agresi.
“Itulah sebabnya saya memberi tahu rekan-rekan kabinet saya, Malaysia harus menunjukkan kekuatannya. Kami adalah negara yang merdeka dan berdaulat, dan kami harus membela hak-hak teman-teman kami, termasuk Iran, yang telah dirugikan,” tegas Anwar dikutip kantor berita Bernama di Jakarta, Senin (17/6),
Ia juga mengkritik keras sikap standar ganda negara-negara Eropa yang mengutuk serangan balasan Iran, namun bungkam saat Israel lebih dulu menggempur fasilitas militer Iran.
Ketegangan meningkat sejak Jumat (13/6), ketika militer Israel melancarkan serangan udara yang menghantam fasilitas nuklir dan rudal di Iran, menewaskan beberapa komandan militer dan ilmuwan senior.
Sebagai respons, Iran membalas dengan meluncurkan rudal balistik ke berbagai lokasi di wilayah pendudukan Israel, menimbulkan korban jiwa dan kerusakan infrastruktur.
Anwar memuji ketahanan dan kemajuan Iran di bidang militer, bahkan menyebut sistem rudal antibalistik negara itu telah mampu mencapai Tel Aviv. Ia juga mengapresiasi semangat riset dan pengembangan teknologi Iran meskipun berada di bawah tekanan ekonomi berkepanjangan.
“Iran terus menanamkan disiplin dan dorongan untuk menimba ilmu, termasuk dalam bidang kecerdasan buatan, meski banyak pihak menolak bekerja sama. Namun Iran tetap mampu maju,” ujarnya.
Di sisi lain, saat situasi di Israel memanas akibat serangan rudal Iran, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu justru diduga masih berada di luar negeri.
Hingga Senin (17/6), Netanyahu dikabarkan belum kembali ke Israel dan diduga masih berlindung di Athena, Yunani. Ia meninggalkan negaranya dengan pesawat kepresidenan “Wing of Zion” sejak 13 Juni—hari yang sama saat Iran mulai menggempur wilayah Israel.
Yunani dan Israel memag memiliki kerjasama militer sehingga kedua negara bisa saling membatu jika keadaan mendesak.
Namun keputusan Netanyahu meninggalkan Israel di tengah situasi genting ini menuai kritik dari sejumlah pihak yang mempertanyakan kepemimpinannya dalam menghadapi eskalasi konflik.***
Jangan lupa, Ikuti Update Berita menarik dari kabariku.com dan klik follow akun Google News Kabariku dan Channel WhatsApp Kabariku.com
Discussion about this post