Jakarta, Kabariku – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat ini tengah melakukan penanganan perkara terkait dugaan gratifikasi produksi tambang di wilayah Kutai Kertanegara (Kukar). Untuk mengungkap kasus ini, KPK masih terus menelusuri dugaan aliran uang dan aset hasil korupsinya.
Disisi lain, pada aspek pencegahannya KPK juga memotret turunnya hasil Survei Penilaian Integritas (SPI) 2024 di kabupaten ini.


Tim Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo menjelaskan, skor SPI 2024 Kabupaten Kukar yaitu 67,14 atau masuk kategori rentan. Skor ini turun 0.55 poin dari tahun sebelumnya.
“Skor tersebut juga masih dibawah rerata nilai se-provinsi Kalimantan Timur, dengan skor 69,95,” jelasnya. Jum’at (07/02/2025.
Dijelaskannya, pengelolaan pengadaan barang dan jasa (PBJ) dan sumber daya manusia (SDM), menjadi dua skor terendah dari dimensi internal. Dimana skor pengelolaan PBJ 62,87 dan pengelolaan SDM 64,43.
Urutan berikutnya skor sosialisasi antikorupsi 66,45, kemudian pengelolaan anggaran 70,73. Lalu Integritas dalam pelaksanaan tugas 73,47, lanjut perdangan pengaruh 77,16; dan transparansi 83,03.
Pun KPK telah menyampaikan catatan dan rekomendasi perbaikan dari pengukuran SPI ini kepada Pemerintah Kabupaten Kukar.
“Harapannya, Pemda dapat menindaklanjuti secara serius agar potensi celah terjadinya korupsi bisa diminimalisasi,” ucapnya.
Hasil SPI 2024 dapat diakses secara terbuka oleh masyarakat melalui laman jaga.id.
“Sehingga masyarakat juga bisa memantau dan mengawal upaya-upaya pencegahan korupsi di daerah,” pungkasnya.
KPK Dalami Dugaan Gratifikasi Tambang, Periksa Sejumlah Saksi
Seperti diketahui, KPK menegaskan komitmennya untuk terus mengembangkan penyidikan kasus dugaan gratifikasi dalam sektor pertambangan serta menindak pihak-pihak yang diduga bertanggung jawab.
Dalam perkara ini, KPK telah menetapkan mantan Bupati Kutai Kartanegara, Rita Widyasari, sebagai tersangka. Rita diduga menerima gratifikasi terkait perizinan pertambangan batu bara dengan nilai sekitar USD 3,3 hingga USD 5 per metrik ton batu bara.
Selain itu, KPK menduga Rita telah menyamarkan penerimaan gratifikasi tersebut, sehingga dikenakan Pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Sejumlah aset yang diduga berasal dari hasil korupsi terus ditelusuri. Salah satu langkah yang dilakukan KPK adalah dengan memeriksa saksi-saksi terkait.
Pada Kamis, 27 Juni 2024, penyidik memeriksa pengusaha asal Kalimantan Timur, Said Amin, guna mendalami sumber dana pembelian ratusan mobil yang telah disita sebelumnya. Selain itu, KPK juga telah melakukan pemeriksaan dan penggeledahan di kediaman Direktur Utama PT Sentosa Laju Energy, Tan Paulin alias Paulin Tan, di Surabaya, Jawa Timur.
Rita Widyasari, bersama Komisaris PT Media Bangun Bersama, Khairudin, telah ditetapkan sebagai tersangka sejak 16 Januari 2018. Mereka diduga mencuci uang dari hasil gratifikasi sejumlah proyek dan perizinan di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara dengan nilai mencapai Rp436 miliar. Hasil gratifikasi tersebut disinyalir digunakan untuk pembelian kendaraan atas nama pihak lain, tanah, uang tunai, serta aset dalam bentuk lainnya.
Saat ini, Rita Widyasari menjalani hukuman di Lapas Perempuan Pondok Bambu setelah divonis 10 tahun penjara. Berdasarkan putusan Peninjauan Kembali (PK) di Mahkamah Agung (MA), ia juga diwajibkan membayar denda sebesar Rp600 juta subsider enam bulan kurungan serta dicabut hak politiknya selama lima tahun setelah selesai menjalani hukuman.
Rita terbukti menerima gratifikasi senilai Rp110,7 miliar serta suap sebesar Rp6 miliar dari pemohon izin dan rekanan proyek. KPK terus menelusuri aliran dana serta aset yang berkaitan dengan kasus ini guna memastikan pertanggungjawaban hukum bagi pihak-pihak yang terlibat.***
Baca juga :
Jangan lupa, Ikuti Update Berita menarik dari kabariku.com dan klik follow akun Google News Kabariku dan Channel WhatsApp Kabariku.com
Discussion about this post