• Redaksi
  • Kode Etik
  • Pedoman Media Siber
  • Privacy Policy
Rabu, Juli 2, 2025
Kabariku
Advertisement
  • Beranda
  • Berita
    • Nasional
    • Daerah
  • Kabar Presiden
  • Kabar Pemilu
  • Dwi Warna
  • Hukum
  • Ekonomi
  • Politik
  • Hiburan
  • Teknologi
  • Opini
    • Artikel
    • Edukasi
    • Profile
    • Sastra
Tidak ada hasil
View All Result
Kabariku
  • Beranda
  • Berita
    • Nasional
    • Daerah
  • Kabar Presiden
  • Kabar Pemilu
  • Dwi Warna
  • Hukum
  • Ekonomi
  • Politik
  • Hiburan
  • Teknologi
  • Opini
    • Artikel
    • Edukasi
    • Profile
    • Sastra
Tidak ada hasil
View All Result
Kabariku
Tidak ada hasil
View All Result
  • Beranda
  • Berita
  • Kabar Presiden
  • Kabar Pemilu
  • Dwi Warna
  • Hukum
  • Ekonomi
  • Politik
  • Hiburan
  • Teknologi
  • Opini
Home Politik

Haidar Alwi “Menggugat” Dugaan Intervensi Megawati Berkedok Amicus Curiae Jelang Putusan MK

Redaksi oleh Redaksi
12 April 2024
di Politik
A A
0
ShareSendShare ShareShare

Jakarta, Kabariku- Pendiri Haidar Alwi Institute (HAI), R Haidar Alwi “menggugat” opini Megawati Soekarnoputri berjudul “”Kenegarawanan Hakim Mahkamah Konstitusi” yang dimuat secara eksklusif di Harian Kompas, 8 April 2024 lalu.

Menurut R Haidar Alwi, opini tersebut patut diduga merupakan bentuk intervensi Megawati jelang Putusan Mahkamah Konstitusi 22 April 2024 mendatang.

Advertisement. Scroll to continue reading.

Meskipun ditulis bukan sebagai Ketua Umum PDI Perjuangan, tapi atas nama Warga Negara Indonesia dan bagian dari sahabat pengadilan atau “amicus curiae”.

RelatedPosts

Kisruh Internal Partai Ummat Memuncak: 27 DPW Tuntut Pembatalan AD/ART dan Kepemimpinan Amien Rais

Tiba-tiba Netizen Wacanakan Duet Gibran–Dedi Mulyadi di Pilpres 2029, Ini Alasannya

Pemilihan Ketua Umum PSI: Sangat Mungkin Kaesang Diganti, Ini Pernyataan Raja Juli Antoni

R Haidar Alwi mengatakan, apapun embel-embel yang dibuat untuk memberikan kesan objektif dan independen, segala yang sudah melekat pada Megawati tidak dapat dipisahkan begitu saja.

“Sulit untuk tidak mengatakan sebagai upaya intervensi untuk kepentingan kelompoknya mengingat Megawati adalah Ketua Umum PDI Perjuangan, pihak yang sedang bersengketa di MK terkait hasil Pemilu 2024. Apalagi itu disampaikan pada tahap-tahap akhir perumusan Putusan MK,” kata R Haidar Alwi, Jumat (12/4/2024).

Ia mempertanyakan, jika pada opininya Megawati bisa memisahkan afiliasi politiknya dengan PDIP dan kepentingan Ganjar-Mahfud di MK, kenapa tidak bisa memisahkan afiliasi keluarga antara Presiden Jokowi dan Gibran di Pemilu 2024?

“Toh! sama-sama ada afiliasi, kenapa Presiden Jokowi dipermasalahkan? Megawati jelas terang-terangan menyasar Hakim MK dengan embel-embelnya, tapi Presiden Jokowi tak sekalipun mengatasnamakan kepentingan bangsa, WNI, sahabat pengadilan dan bukan sebagai Presiden untuk mengintervensi Hakim MK. Jadi siapa sesungguhnya yang melakukan intervensi? Presiden Jokowi atau Megawati?” tanya R Haidar Alwi.

Baca Juga  Hari Pertama Jabat Ketua DPW PPP Jakarta, Haji Lulung Terima Kader-Kader GMPI

R Haidar Alwi melihat, dari pilihan kata yang digunakan, Megawati secara tersirat juga ingin menegaskan identitas dan kekuasaannya. Klaim atas nama Warga Negara Indonesia dan sahabat pengadilan, bukan sebagai Ketua Umum PDI Perjuangan hanyalah untuk kamuflase semata.

Ia mencontohkan penggunaan diksi “fajar”. Pertama, digunakan untuk menjelaskan salah satu dari empat pedoman kebenaran.

“Dalam bahasa Rusia disebut utrenja, yang artinya fajar. Tidak ada kekuatan yang bisa menghalangi kekuatan fajar menyingsing di ufuk Timur,” ujarnya.

Fajar, kata R Haidar Alwi, identik dengan Bung Karno yang disebut Putra Sang Fajar karena lahir saat fajar menyingsing.

“Megawati seakan ingin menegaskan tidak ada yang dapat menghalangi  kekuatan dan kekuasaan dirinya yang merupakan keturunan Bung Karno. Klaim atas nama WNI, sahabat pengadilan, bukan Ketum PDIP, hanya untuk kamuflase,” jelas R Haidar Alwi.

Kedua, kata fajar digunakan dalam kalimat “Ketukan palu Hakim MK akan menjadi pertanda antara memilih kegelapan demokrasi atau menjadi fajar keadilan”.

“Dengan kata lain, kalau memenangkan pihak Megawati, Hakim MK akan mendapat citra positif sebagai fajar keadilan. Kalau mengalahkan pihak Megawati, Hakim MK akan mendapatkan citra negatif sebagai pembawa kegelapan bagi demokrasi. Itu yang dapat saya baca dari keadilan versi Megawati,” papar R Haidar Alwi.

Selain itu, R Haidar Alwi mengungkap bahwa Megawati tidak melihat secara utuh hubungan antara kecurangan Pemilu dengan Indeks Demokrasi Indonesia berdasarkan data Freedom House dan The Economist Intelligence Unit yang digunakan untuk mendukung opininya.

Dalam tulisan Megawati, data Freedom House menunjukkan Indeks Demokrasi Indonesia mengalami penurunan. Sedangkan data The Economist Intelligence Unit menyimpulkan demokrasi Indonesia masih tergolong cacat (flawed democracy) berada pada peringkat 54 secara global, turun dua peringkat dari tahun sebelumnya.

Baca Juga  Jubir MK Sebut "Amicus Curiae" PHPU Presiden 2024 Terbanyak Sepanjang Sejarah MK

“Pertama, penilaiannya terlalu sempit hanya berdasarkan skor dan peringkat. Padahal, jika dilihat lebih luas lagi secara global, Indeks Demokrasi Indonesia tidak seburuk itu,” ungkap R Haidar Alwi.

“Kedua, penerjemahan Bahasa Inggris yang buruk terhadap kata “flawed democracy”. Megawati menerjemahkannya sebagai demokrasi yang cacat, padahal maksudnya adalah demokrasi belum sempurna. Entah sengaja untuk memberikan efek negatif atau bagaimana,” tambah R Haidar Alwi.

Setelah melihat laporan Freedom House bertajuk Freedom In The World 2024, R Haidar Alwi menemukan bahwa Indonesia mendapatkan skor 57/100, turun dari tahun sebelumnya dengan skor 58/100 dan berstatus “partly free” atau semi bebas atau belum sepenuhnya demokratis.

Secara global, dari 195 negara, sebagian besar yakni 42 persen negara berstatus seperti Indonesia, yaitu belum sepenuhnya demokratis. Sekitar 20 persen berstatus demokratis dan 38 persen tidak demokratis.

Sementara secara regional, dari 39 negara Asia-Pasific, 44 persen berstatus demokratis, 35 persen belum sepenuhnya demokratis dan 21 persen tidak demokratis.

“Status Indonesia yang belum sepenuhnya demokratis bukan kategori yang paling jelek karena ada 35 persen negara secara regional Asia-Pasific dan 42 persen negara secara global yang statusnya sama dengan Indonesia. Apalagi, di bawahnya masih ada 21 persen negara di regional Asia-Pasific dan 38 persen negara secara global yang statusnya lebih jelek dari Indonesia yaitu tidak demokratis,” beber R Haidar Alwi.

Ia melanjutkan, selama 18 tahun terakhir, negara yang mengalami penurunan Indeks Demokrasi selalu lebih banyak dari negara yang mengalami peningkatan. Dalam laporan tahun 2024, negara yang mengalami peningkatan status berjumlah 21 negara dan yang mengalami penurunan status berjumlah 52 negara.

“Dari 41 negara yang mengalami penurunan terbesar dalam 10 tahun terakhir, tidak ada negara Indonesia,” sambung R Haidar Alwi.

Baca Juga  MK Berikan Pemahaman ke Jurnalis dan Calon Advokat Terkait Penanganan PHPKada

Kemudian, dalam laporan The Economist Intelligence Unit Limited 2024, Indonesia mendapatkan skor rata-rata 6,53 dan menempati posisi 56, turun dua peringkat dari tahun sebelumnya. Ada 5 varibel yang digunakan, yaitu (1) proses pemilu dan pluralisme politik, (2) tata kelola pemerintahan, (3) tingkat partisipasi politik masyarakat, (4) budaya politik, dan (5) kebebasan sipil.

Kelima variabel tersebut sama persis dengan yang digunakan Megawati sebagai indikator kecurangan Pemilu. Skor Indonesia untuk masing-masing variabel adalah: variabel 1 skornya 7,92 (di atas skor regional 5,76 dan global 5,49); variabel 2 skornya 7,86 (di atas skor regional 5,52 dan global 4,66); variabel 3 skornya 7,22 (di atas skor regional 5,22 dan global 5,34); variabel 4 skornya 4,38 (di bawah skor regional 5,22 dan global 5,24); serta variabel 5 skornya 5,29 (di bawah skor regional 5,32 dan global 5,39).

“Kondisi demokrasi Indonesia berada di atas rata-rata regional (5,41) dan di atas rata-rata global (5,41). Indonesia dinilai mumpuni pada variabel proses pemilu dan pluralisme politik, tata kelola pemerintahan dan tingkat partisipasi politik masyarakat. Akan tetapi Indonesia dinilai lemah dalam aspek budaya politik dan kebebasan sipil,” pungkas R Haidar Alwi.***

Red/K.103

Jangan lupa, Ikuti Update Berita menarik dari kabariku.com dan klik follow akun Google News Kabariku dan Channel WhatsApp Kabariku.com

Tags: Dugaan Intervensi MegawatiHaidar Alwi "Menggugat"mahkamah konstitusi
ShareSendShareSharePinTweet
ADVERTISEMENT
Post Sebelumnya

Polsek Pasirwangi Bentuk Tim Gabungan Pencarian Anak Hanyut Terbawa Arus Air Selokan

Post Selanjutnya

Update Arus Balik: One Way Tol Kalikangkung-Cipali Resmi Ditunda

RelatedPosts

Ketua Majelis Syura Partai Ummat Amien Rais

Kisruh Internal Partai Ummat Memuncak: 27 DPW Tuntut Pembatalan AD/ART dan Kepemimpinan Amien Rais

19 Juni 2025

Tiba-tiba Netizen Wacanakan Duet Gibran–Dedi Mulyadi di Pilpres 2029, Ini Alasannya

3 Juni 2025
Sekretaris Jenderal (Sekjen) PSI, Raja Juli Antoni

Pemilihan Ketua Umum PSI: Sangat Mungkin Kaesang Diganti, Ini Pernyataan Raja Juli Antoni

2 Juni 2025

Anies Baswedan, Jenderal Dudung hingga Mentan Amran Sulaiman Ramaikan Bursa Calon Ketum PPP

26 Mei 2025
Pengurus DPP Partai Golkar

Golkar Tanggapi Sindiran Megawati soal Ijazah Jokowi: Tunggu Saja proses Hukum…

16 Mei 2025
Tia Rahmania

Kader PDIP Banten Desak DPP Kembalikan Hak Tia Rahmania Usai Menang di Pengadilan

8 Mei 2025
Post Selanjutnya

Update Arus Balik: One Way Tol Kalikangkung-Cipali Resmi Ditunda

Pemerintah Siapkan Rencana Cadangan Tangani Arus Balik Sumatera-Jawa

Discussion about this post

KabarTerbaru

DNIKS Dukung Porturin Sukseskan Ajang Olahraga Tunarungu Asia Tenggara 2025 di Jakarta

1 Juli 2025

Koruptor Berlari, Hukum Tertatih

1 Juli 2025

Eks Sekretaris MA Nurhadi Kembali Ditangkap KPK Terkait TPPU

1 Juli 2025

Sekolah Rakyat Gunakan AI untuk Pemetaan Talenta Siswa, Mulai Beroperasi 14 Juli

1 Juli 2025

KPK Dalami Kasus EDC Bank BRI Senilai Rp2,1 Triliun, 13 Orang Dicekal Usai Penggeledahan di Dua Tempat

30 Juni 2025

HUT Bhayangkara ke-79 Digelar di Monas, Sederet Jalan Ini Akan Ditutup 1 Juli 2025 Mulai Pagi

30 Juni 2025
Muhammad Lukman Ihsanuddin

Putusan MK dan Pertanyaan Besar yang Mengiringinya

30 Juni 2025

Viral Pasien BPJS Meninggal Dunia di RSUD Cibabat, Diduga Lambatnya Penanganan

30 Juni 2025

Seskab Teddy: Sekolah Rakyat Dirancang Presiden untuk Masa Depan Anak Bangsa

30 Juni 2025

Kabar Terpopuler

  • Bu Guru Salsa yang viral, kini bahagia menjadi istri seorang PNS

    Bu Guru Salsa yang Viral karena Video Syur, Kini Bahagia Dinikahi Duda PNS

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Viral Pasien BPJS Meninggal Dunia di RSUD Cibabat, Diduga Lambatnya Penanganan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • HUT Bhayangkara ke-79 Digelar di Monas, Sederet Jalan Ini Akan Ditutup 1 Juli 2025 Mulai Pagi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pelantikan KADIN Garut Periode 2025-2030: Momentum Etika Hukum Memimpin Ekonomi Lokal

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Longsor di Cilawu, Lalu Lintas Garut-Tasik via Singaparna Dialihkan ke Jalur Malangbong

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Saksi Sejarah dari Bandung: Seruan Melawan Lupa dan Penuntasan Tragedi Kemanusiaan Mei 1998

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kapolri Promosikan AKBP Wirdhanto Hadicaksono jadi Dirreskrimsus Polda DIY, Berikut Profil Singkatnya

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
[sbtt-tiktok feed=1]
Kabariku

Kabariku adalah media online yang menyajikan berita-berita dan informasi yang beragam serta mendalam. Kabariku hadir memberi manfaat lebih

  • Redaksi
  • Kode Etik
  • Pedoman Media Siber
  • Privacy Policy

© 2024 Kabariku - partner by Sorot Merah Putih.

Tidak ada hasil
View All Result
  • Beranda
  • Berita
    • Nasional
    • Daerah
  • Kabar Presiden
  • Kabar Pemilu
  • Dwi Warna
  • Hukum
  • Ekonomi
  • Politik
  • Hiburan
  • Teknologi
  • Opini
    • Artikel
    • Edukasi
    • Profile
    • Sastra

© 2024 Kabariku - partner by Sorot Merah Putih.