Tasikmalaya, Kabariku- Mahasiswa yang tergabung dalam Perkumpulan Mahasiswa Peduli Hukum (PMPH) menjelajahi salah satu daerah di Kabupaten Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat untuk mengetahui kehidupan sosial kegiatan masyarakat Kampung Naga di Desa Neglasari Kecamatan Salawu Kabupaten Tasikmalaya.
Kegiatan mahasiswa dari Jakarta ini untuk melaksanakan kegiatan Study Visit dan Baksos di Kampung Naga, Jawa Barat.
Meski pun kampung adat, namun kehidupan sosial masyarakatnya relatif terbuka untuk umum. Mereka bisa berbaur dan menerima perkembangan dan kemajuan zaman dan teknologi.
Namun mereka tetap memegang teguh aturan adat, termasuk larangan-larangannya. Artinya selama tak ada yang melanggar aturan, semua berjalan seperti biasanya.

Dalam kegiatan ini mahasiswa PMPH, Aliwardana melakukan wawancara dengan perwakilan masyarakat adat kampung naga Kang Risman.
Ia menanyakan, apa boleh warga kampung naga mempunyai ponsel? Warga tersebut menjawab, boleh.
Hal itu ditanyakan karena terlihat warga Kampung Naga banyak yang menggunakan ponsel untuk berkomunikasi, beberapa rumah ada televisi, perabotan berbahan plastik juga digunakan oleh ibu-ibu, pakaian juga tak melulu menggunakan pakaian adat.
Selain itu anak-anak kampung Naga juga semuanya bersekolah atau mengenyam pendidikan formal dengan berjalan kaki lebih kurang jauh 600 meter.
Di Kampung Naga memang tidak diperbolehkan sambungan listrik, dari dulu adat menolak adanya sambungan listrik ke lingkungan mereka.
“Tapi televisi bisa menggunakan sumber listrik dari accu, untuk isi ulang baterai ponsel mereka lakukan di luar kampung adat atau di sekitar parkiran diatas. Sampai kapan pun listrik akan ditolak, karena sudah menjadi larangan,” kata Kang Risman. Minggu (5/2/2023).
Selain tidak dibolehkan atau dilarang secara adat, dia juga mengatakan alasan logis dari penolakan listrik.
“Kampung ini kan rumahnya berbahan kayu beratap ijuk, rentan kebakaran kalau sampai ada listrik, dan untuk mencegah terjadinya kesenjangan social,” jelasnya.

Dia mengaku optimistis aturan adat di kampungnya akan tetap terjaga sampai kapan pun. Karena aturan adat hanya berlaku di kampung mereka saja.
Artinya jika ada anak atau warga Kampung Naga yang merasa tidak betah atas aturan-aturan adat itu, maka mereka dipersilahkan untuk keluar.
Namun keluar dari kampung bukan berarti terusir, hubungan silaturahmi tetap baik dan tetap diakui sebagai warga Kampung Naga.
“Kalau malam ingin terang benderang, Ya tinggal keluar saja. Kapan saja mau kembali silahkan, asal harus kembali ikuti aturan,” ucap Kang Risman.
Kang Risman menceritakan, Masyarakat Kampung Naga mendapat kebutuhan hidup sehari-hari dari hasil tani menanam padi, perikanan dan kerajinan anyaman bambu.
Untuk anak-anak muda Kampung Naga juga banyak yang merantau jauh kota bekerja ke luar kota atau bekerja di luar dari Kampung Naga. Anak-anak perempuan mereka juga banyak yang menikah dan ikut suami menetap di luar kampung.
“Semua itu tidak jadi persoalan, tapi apabila pulang ke Kampung Naga, mereka wajib kembali mentaati aturan adat disini,” ucap dia.
Dalam kurun waktu setahun setidaknya ada 6 momentum dimana warga Kampung Naga kembali ke kampung dan menggelar acara adat.
Keenam acara itu adalah 1 Muharam, bulan Mulud (Maulid), Jumadil Akhir, Sya’ban, Idul Fitri dan Idul Adha.
Uniknya lagi rumah Kampung Naga ini menyangkut jumlah rumah yang tidak boleh bertambah. Semuanya ada 112 rumah, termasuk Mesjid, Balai Pertemuan dan Bumi Ageung, dan jumlah warga sebanyak 290 orang dan 103 KK.
Selain itu ada aturan atau larangan merambah atau masuk ke hutan larangan atau hutan keramat yang berada di seberang sungai Ciwulan.
Aturan ini juga dipegang teguh, bahkan untuk sekedar memungut ranting patah pun masyarakat tidak berani. Imbasnya keseimbangan ekosistem dan kelestarian alam di lingkungan itu tetap terjaga.
Boleh mengambil sesuatu dari hutan itu untuk kepentingan pengobatan, tapi syaratnya sebelah kaki harus tetap terendam sungai Ciwulan.
“Ya memang susah, jadi lebih baik tidak usah masuk,” kata Kang Risman.
Disamping itu masih banyak aturan-aturan adat yang berlaku dan selalu dijunjung tinggi oleh masyarakat Kampung Naga.

Menurut Pembina PMPH Dr. Rahman, SH., MH., bahwa kegiatan ini merupakan momen yang tepat bagi mahasiswa untuk turun belajar langsung ke masyarakat yang ada di Kampung Naga untuk mempelajari kearifan lokal, adat istiadat dan hukum adat yang ada di Kampung Naga.
Selain itu juga mahasiswa dapat lebih peduli dengan masyarakat melalui kegiatan bakti sosial pembagian sembako kepada warga masyarakat.
Hal senada juga disampaikan oleh Dr. Gatot Efrianto, SH, MH, yang juga merupakan pembina PMPH, mengatakan bahwa kegiatan mahasiswa PMPH ini sangat baik, tidak hanya bagi mahasiswa itu sendiri dengan menggali nilai-nilai kearifan lokal masyarakat adat kampung naga, juga bentuk kepedulian sosial mahasiswa kepada masyarakat.
Ketua PMPH, Audy mengatakan bahwa PMPH secara rutin melaksanakan kegiatan study visit dan bakti sosial ke komunitas masyarakat adat yang ada di Indonesia, dengan tujuan agar dapat mengenal budaya dan hukum adat masyarakat Indonesia.
Kang Risman selaku perwakilan warga Kampung Naga, menyambut baik kedatangan mahasiswa PMPH yang telah berkunjung untuk mengenal lebih dekat kampung Naga, sekaligus melaksanakan baksos pembagian sembako bagi warga Kampung Naga dengan harapan semoga dapat bertemu lagi di waktu yang akan datang.***
Red/K.104
BACA juga Berita menarik Seputar Pemilu KLIK disini
Jangan lupa, Ikuti Update Berita menarik dari kabariku.com dan klik follow akun Google News Kabariku dan Channel WhatsApp Kabariku.com
Discussion about this post