Jakarta, Kabariku- Kementerian Luar Negeri (Kemlu)RI memanggil Kepala Perwakilan Bangsa-Bangsa Indonesia (PBB) untuk Indonesia, Valerie Julliand, di Jakarta, terkait teguran dan kekhawatiran lembaga internasional itu.
Seperti diketahui, PBB di Indonesia beberapa waktu lalu menyatakan keprihatinannya atas ancaman terhadap kebebasan sipil yang ditimbulkan versi revisi Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang baru diratifikasi (disahkan) oleh DPR untuk menjadi Undang-Undang.
Hal itu ditegaskan Dr. H. Teuku Faizasyah, M.Si., juru bicara Kementerian Luar Negeri (Jubir Kemlu), Kementeriannya memanggil koordinator residen PBB di Jakarta atas dasar etika (adab) dalam interaksi perwakilan asing ataupun PBB di suatu negara untuk membahas berbagai isu.
“Seharusnya mereka berkonsultasi terlebih dahulu, sama seperti perwakilan-perwakilan internasional lainnya. Kami berharap mereka tidak terburu-buru menyampaikan pandangan, atau ketika tidak ada informasi yang memadai,” kata Teuku Faizsyah dalam konferensi pers, Senin (12/12/2022).
Dalam pernyataannya itu, PBB menilai beberapa pasal KUHP berpotensi mengkriminalisasi karya jurnalistik dan melanggar kebebasan pers.
Teuku Faizasyah menjelaskan, penting untuk menggunakan berbagai jalur diplomatik dalam menyampaikan pandangan terkait kebijakan atau aturan hukum nasional.
“Kita memang tidak berharap menggunakan ‘megaphone diplomacy’ (diplomasi pengeras suara) dalam masalah-masalah seperti ini. Karena, itu memang sudah menjadi satu etika dalam diplomasi,” ujarnya.
“Perwakilan kita diluar negeri kan juga tidak pernah ikut campur pada pembahasan aturan hukum nasional di satu negara. Walaupun muncul kontroversi di masyarakatnya,” tambahnya.
Ia pun meminta perwakilan asing untuk tidak menggunakan media massa sebagai alat menyampaikan informasi yang belum terkonfirmasi.
“Jadi kita tidak menggunakan media massa sebagai alat untuk menyampaikan satu hal yang belum diverifikasi,” tambahnya.
Termasuk, lanjut dia, tidak terburu-buru mengeluarkan pendapat apalagi jika sesuatu permasalahan belum jelas.
“Dengan demikian ada baiknya sangatlah patut bagi perwakilan asing, termasuk PBB, untuk tidak secara terburu-buru mengeluarkan pendapat atau statement sebelum mendapatkan suatu informasi yang lebih jelas,” jelasnya.
Pemerintah telah bergegas menepis kekhawatiran yang diungkapkan oleh asosiasi-asosiasi pariwisata terkait KUHP baru itu, terutama tentang hubungan seks diluar nikah atau hidup bersama, yang dapat membuat banyak wisatawan asing enggan berkunjung.
Seperti diketahui, DPR pada pekan lalu menyetujui KUHP baru itu yang diantaranya berisi pasal-pasal kontroversial, seperti melarang hubungan seks diluar nikah dan hidup bersama antara pasangan yang belum menikah.
Alasan pengesahan KUHP baru itu untuk menegakkan “nilai-nilai Indonesia” negara yang mayoritas muslim.
Prof. Dr. Edward Omar Sharif Hiariej, S.H., M.Hum., Wakil Menteri Kehakiman dan HAM, menambahkan, bahwa KUHP baru tersebut “tidak mengganggu” kepentingan investor atau turis asing selama pihak berwenang mematuhi pedoman nasional.
“Pemerintah pun akan menghabiskan tiga tahun ke depan untuk memastikan kepatuhan terhadap pedoman nasional itu,” tandasnya.***
Lampiran surat Pakar Hak Asasi Manusia PBB untuk Pemerintah Republik Indonesia
Red/K.101
Baca Juga :
Jangan lupa, Ikuti Update Berita menarik dari kabariku.com dan klik follow akun Google News Kabariku dan Channel WhatsApp Kabariku.com