Kabariku- Penangkapan Briptu Hasbudi oleh Ditkrimsus Polda Kalimantan Utara (Kaltara) atas dugaan bisnis ilegal. Terkait hal itu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyampaikan respons.
KPK membenarkan adanya permintaan kerja sama dari Polda Kalimantan Utara (Kaltara) untuk terlibat dalam kasus oknum anggota Polri Briptu Hasbudi yang bertugas di Ditpolair Polda Kaltara.
Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan Polda Kaltara meminta lembaga antirasuah untuk melacak aset milik Hasbudi.
“Informasi yang kami terima, benar, Polda Kaltara sudah ada koordinasi dengan KPK. Koordinasi terkait asset tracing yang akan dilakukan,” kata Ali Fikri, Senin (9/5/2022).
Ali Fikri menegaskan KPK siap membantu dan berkoordinasi dengan penyidik dari Polda Kaltara untuk mengusut kasus Hasbudi.
“Tentu KPK siap bantu dan koordinasi lebih lanjut terkait hal tersebut, termasuk mengkaji apakah ada dugaan tindak pidana korupsinya pada kasus dimaksud,” tegasnya.
Fikri pun menyebut, KPK siap membantu dan berkoordinasi dengan penyidik Polda Kaltara dalam kasus kepemilikan tambang emas dan bisnis ilegal lainnya.
“Termasuk mengkaji apakah ada dugaan tindak pidana korupsinya pada kasus dimaksud,” ungkap Fikri.
Diketahui lokasi kegiatan penambangan emas milik Hasbudi bukan di bawah Surat Perintah Kerja (SPK) maupun Join Operation (JO) PT BTM, sehingga kegiatannya dianggap ilegal.
“Jenis pekerjaan yang dilakukan yaitu penambangan dan pengolahan material tanah menggunakan bahan kimia jenis CN untuk mendapatkan emas. Pengolahan dengan metode rendaman,” kata Dirreskrimum Polda Kaltara, AKBP Hendy F Kurniawan, Minggu (7/5/2022).
Kini Polda Kaltara Gandeng KPK untuk indikasi TPPU. Ditreskrimsus telah menemukan buku catatan berisi alur dan merincikan aliran dana kepada pihak-pihak tertentu yang kemungkinan terlibat.
‘’Ada penyamaran dalam bentuk rekening enam orang lain. Maka itu berpotensi menjerat HSB dengan Undang-Undang TPPU (tindak pidana pencucian uang),” tegasnya.
AKBP Hendy tidak membantah, catatan tersebut akan menjadi bukti kuat yang menyeret nama-nama lain yang terlibat dalam bisnis ilegal HSB. Termasuk mereka yang memiliki peran melancarkan usaha haram HSB.
‘’Bakal ada nama-nama yang terlibat nanti,’’lanjutnya.
Sejauh ini, AKBP Hendy menegaskan belum ada upaya pembekuan rekening-rekening yang ditemukan. Pihaknya masih meminta analisa dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Selain itu, Polda Kaltara juga telah berkoordinasi dengan Deputi Penindakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk melacak aset HSB yang diduga ada di beberapa daerah.
‘’Dari analisa catatan, itu menggunakan beberapa rekening. Kemudian asetnya ada di beberapa wilayah, dan dari Polda Kaltara tidak memiliki unit atau perangkat asset tracing. Tapi kami sudah berkoordinasi dengan Deputi Penindakan KPK Irjend Pol Karyoto untuk bantuan asset tracing dan analisa transaksi terkait dengan perkara dugaan undang-undang perdagangan, juncto TPPU terhadap HSB,” tandas Hendy.
Dari proses penyidikan, penyidik menyangkakan Pasal 158 juncto Pasal 160 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batu Bara. Dengan ancam hukuman 5 tahun penjara dan denda Rp 100 miliar.
Briptu Hasbudi juga diduga terlibat kepemilikan bisnis ilegal, seperti baju bekas dan narkotika.
Atas kegiatan ilegal itu, HSB juga dijerat Pasal 112 juncto Pasal 51 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan sebagaimana diubah menjadi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Termasuk Pasal 51 ayat (2) juncto Pasal 2 ayat (3) huruf d Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2021 tentang Barang Dilarang Ekspor dari Barang Dilarang Impor, dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara.
Hasbudi juga dijerat Pasal 10 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2020 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dengan ancaman ancaman hukuman penjara maksimal 20 tahun.***
Red/K.000
Jangan lupa, Ikuti Update Berita menarik dari kabariku.com dan klik follow akun Google News Kabariku dan Channel WhatsApp Kabariku.com
Discussion about this post