KABARIKU – Jaringan aktivis Pro Demokrasi (ProDEM) bersiap menggugat Undang Undang (UU) No 2 Tahun 2020 yang merupakan metamorfosa dari Perppu No 1 Tahun 2020 atau Perppu Corona, ke Mahkamah Agung.
Ketua Majelis ProDEM Iwan Sumule menegaskan, pihaknya akan terus berjuang demi keadilan dan kesejahteraan rakyat untuk menolak UU No 2/2020 yang berasal dari Perppu tersebut.
“ProDEM mohon doa dan dukungan netizen serta seluruh rakyat,” ujar Iwan Sumule kepada Kabariku, Kamis (21/5/2020).
Sebanyak 160 aktivis menyatakan mendukung ProDEM dan ikut melayangkan gugatan ke MK. Sementara aktivis Prodem yang berada di barisan depan untuk melayangkan gugatan di antaranya:
1.Iwan Sumule
2.Mujib Hermani
3.Effendi Saman
4.Paskah Irianto
5.Standarkiaa Latief
6.Mochtar Sindang
7.Ilham Yunda
8.Pipit Apriani
9 Setya Dharma
10.Wawan Leak
11.Febby Lintang
12.Benni Sukadis
13.Edysa Girsang
14.Nandang Wira
15.Wayan Bambang
16.Eko Dananjaya
17.Sunandar Yuyuy
18.Swary Utami Dewi
19.Eddy Junaidi
20.M.Jumhur Hidayat
21.Bambang Subono
22.Marthen Y Siwabessy
Diketahui nama-nama itu merupakan tokoh aktivis dari angkatan 80-an dan 90-an.
Para aktivis yang berhimpun dalam ProDEM memang berada paling depan melakukan penolakan terhadap Perppu Corona ini. Mereka beberapa kali berunjuk rasa ke gedung DPR. Pandemi Covid-19 tak menjadi penghalang bagi mereka untuk menyuarakan penolakan.
Bahkan tanggal 12 Mei lalu, beberapa saat sebelum paripurna pengesahan Perppu No 1 menjadi UU dilakukan DPR RI, belasan aktivis ProDEM juga menerobos barisan keamanan DPR RI untuk menolak digelarnya paripurna. Namun apa daya, paripurna tetap digelar sehingga kemudian Perppu Nomor I tersebut syah menjadi UU.
Setelah disyahkan DPR menjadi UU, Presiden kemudian mengesyahkan Perppu Nomor 1 tahun 2020 menjadi Undang-Undang Nomor 2 tahun 2020. Kini UU No 2/2020 tersebut tercatat di Lembaran Negara Tahun 2020 Nomor 134 tambahan Lembaran Negara Nomor 6516.
ProDEM memang tidak melayangkan gugatan ke MK saat UU No 2 masih berwujud Perppu, seperti dilakukan elemen lainnya. Menurut Iwan, MK hanya berwenang menguji Undang Undang, dan tidak memiliki kewenangan menguji perppu. Oleh karena itu, saat masih berbentuk Perppu ProDEM hanya melakukan penolakan dengan aksi unjuk rasa. Dan kini setelah Perppu menjadi UU dan masuk pada lembaran negara, ProDEM bersiap melayangkan gugatan ke MK.
Iwan menjelaskan, ada beberapa hal yang menjadi sorotan terkait UU No 2/2020.
Pertama, pengesyahan UU tidak kuorum sebab Rapat Paripurna hanya dihadiri 41 orang secara fisik dan 255 org secara virtual. Sementara 279 orang tak hadir. Di sisi lain paripurna secara virtual pun tidak dimungkinkan oleh UU MD3.
Kedua, di Perppu yang menjadi UU tersebut, tak ada pemberian batasan maksimal defisitnya keuangan negara. Padahal menurut UU No.17/2003, defisit keuangan negara tak boleh melebihi 3% terhadap PDB.
Ketiga, adanya pasal yang menyatakan bahwa biaya yang telah dikeluarkan pemerintah bukan merupakan kerugian negara. Kemudian pejabat yang melaksanakan perppu ini, mulai dari pegawai Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), serta Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana, jika dalam melaksanakan tugas didasarkan pada iktikad baik dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Keempat, adanya pasal yang menyatakan segala tindakan termasuk keputusan yang diambil berdasarkan perppu ini bukan merupakan objek gugatan yang dapat diajukan kepada peradilan tata usaha negara.
“Itu pasal-pasal kontroversial yang membuat Perppu Corona wajib ditolak,” tegas Iwan.
Ditambahkannya, masih banyak hal yang akan disampaikan dalam gugatan tentang UU No 2/2020 tersebut.
Diketahui, Perppu Corona menjadi sorotan banyak pihak. Bahkan kini Perppu tersebut sedang dalam proses uji materi di MK atas permohonan dari Perkumpulan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) dan kawan-kawan, Din Syamsuddin serta Amien Rais dan kawan-kawan, serta aktivis Damai Hari Lubis. (Has)