KABARIKU – Yudi Kurnia dari LBH Serikat Petani Pasundan (SPP) mengirim surat terbuka kepada Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala BPN Dr. Sofyan Djalil. Intinya, ia memprotes RUU Cipta Kerja dan mengajukan beberapa alasan mengapa ia menolaknya.
Inilah surat lengkap Yudi Kurnia kepada Menteri ATR/Kepala BPN:
SURAT TERBUKA UNTUK MENTERI ATR/BPN RI
Pak Sofyan Djalil yang baik, terima kasih atas responnya_
Kami tahu apa isi RUU Cipta Kerja. Meski tebal tak kepalang, halaman-halaman mengerikan itu kami baca. Kami petani, masyarakat adat, buruh, pemuda-pemudi di desa dan kota, aktivis, warga biasa, tapi bukan berarti kami tak punya ilmu, dan tak punya pemikir dengan kompetensi ilmu yang mumpuni. Kami selama 5, 10, 20 hingga 40 tahun lebih sudah mengalami konflik agraria. Kami tahu rasanya, dan kami tak mau diperparah oleh RUU ini. Seperti halnya Bapak, kami juga sedikit banyak paham UU. Karena pendidikan ala rakyat mencerdaskan kami.
Bapak bilang soal TKI. Tidakkah Bapak tahu mengapa banyak pemuda dan pemudi menjadi TKI di kebun-kebun sawit, menjadi PRT di luar negeri, atau bahkan yang menjadi penjual narkoba seperti kata Bapak? Itu karena tanah-tanah di desa, hutan-hutannya telah Bapak berikan hak atas tanahnya kepada perusahaan dan konglomerat. Karena banyak sawah dan ladang, telah Bapak biarkan dikonversi, dari desa, dari kampung yang sudah berdiri bangunan sekolah dan mesjidnya karena alasan pembangunan. Demi pengadaan tanah untuk pembangunan infrastruktur.
Ya, Bapak betul sekali, RUU ini bisa jadi akan membuka LAPANGAN KERJA BARU, karena begitulah cara pengadaan tanah dan pembebasan lahan bekerja selama ini. Lembaga Bapak bersama pemerintah daerah, dan pemegang proyek mengiming-imingi petani, orang-orang desa yang kampungnya dan lahannya hendak digusur, orang-orang kota yang tempat tinggalnya mau diratakan, dengan sebuah pelipur lara dijanjikan lapangan kerja dengan upah rendah untuk para pengusaha kakap, yang meminta tanah kepada Bapak. Jika kami tak mau melepas tanah, kami ditakuti dengan perampasan atau konsinyasi, katanya harus pergi ke pengadilan mengambil ganti rugi yang dipaksakan. Sudahkah Bapak menghitung berapa banyak lapangan kerja upah murah yang diciptakan dari proses-proses tersebut? JAUH LEBIH SEDIKIT dari JUMLAH rakyat yang telah kehilangan kerja, kehilangan usaha-usaha taninya yang dilibas, wilayah adatnya, kehilangan tumpuan hidupnya akibat perampasan tanah tersebut.
Tidakkah Bapak tahu mengapa banyak pengangguran? Karena Bapak tidak berusaha agar HGU-HGU perusahaan itu, apalagi yang sudah diterlantarkan atau kadaluarsa alas haknya, agar dijadikan koperasi dengan kolaborasi antara rakyat, para sarjana dan alumni vokasi kita bersama Negara untuk menyediakan kredit, transfer teknologi dan pengetahuan sekaligus TANAHNYA. Namun sebaliknya, justru Bapak dan kawan-kawan Menteri Bapak ingin menyediakan tanah, tenaga kerja, akses pengetahuan paling mutakhir dan kredit besar hanya untuk mereka yang sudah besar menjadi semakin raksasa. Bapak bahkan ingin memberi para raksasa itu 90 puluh tahun sekaligus lewat RUU Cipta Kerja! Lebih lama dari “Kafir Belanda”, istilah leluhur Bapak di Atjeh dulu untuk menyebut Pemerintah Kolonial. Kolonial saja memberi 75 tahun Bapak! Itu sudah membuat menderita putera-puteri negeri selama 350 tahun. Sekarang di jaman merdeka ini, justru Bapak mau menambah lebih lama15 tahun! Jadi 90 Tahun untuk investor! Ya betul, Bapak mau cintakan kerja, tapi dengan cara petani dipaksa jadi buruh kebun, atau menjadi tak bertanah, buruh tani, menjadi petani gurem, atau terpaksa memilih menjadi TKW.
Bapak bilang kami tidak tahu isi Omnibus Law? Saran kami, mari sama-sama kita membaca ulang UUD kita, pasal 33 Ayat 3. Mari resapi lagi cita-cita para pemikir ideologi bangsa dalam UUPA 1960. Lupakah Bapak bahwa TANAH tidak boleh menjadi alat penghisapan manusia atas manusia lainnya; TANAH memiliki fungsi sosial; dan sumber-sumber agraria kita, TANAH-AIR kita tidak boleh dimonopoli oleh usaha swasta. Negara lah yang harus mengaturnya untuk keadilan sosial dan kebahagiaan rakyat.
Kami TIDAK ASAL MENOLAK Pak Sofyan yang baik. Bukan hanya Bapak yang pintar (berkelit), kami pun punya akal dan pikiran. Kami pun manusia dengan rasa ingin merdeka di Tanah-Air kami sendiri. Kami ingin tenang dengan TANAH milik kami. Hak Konstitusi kami.
Terakhir, soal ayat agama yang Bapak singgung. Sebagai orang beragama sepertinya Bapak memahami surat Al-Maun, bahwa orang-orang yang medustakan agama adalah orang yang mengambil harta anak yatim dan tidak memberi makan orang miskin. Mengapa mereka yatim, miskin dan melarat ? Sebab apa kira-kira? Sebab sumber makannya hendak Bapak berikan kepada konglomerat yang sudah sangat kenyang melalui RUU Cipta Kerja ini.
Memberikan tanah pertanian untuk rakyat jauh lebih mulya daripada menciptakan lapangan kerja yang murah seperti budak.
Garut, 16 april 2020
Hormat saya,
YUDI KURNIA dari LEMBAGA BANTUAN HUKUM SERIKAT PETANI PASUNDAN
Jangan lupa, Ikuti Update Berita menarik dari kabariku.com dan klik follow akun Google News Kabariku dan Channel WhatsApp Kabariku.com
Discussion about this post