Pembangunan Jalan di Gunung Cikuray Menuai Protes

KABARIKU – Pembangunan jalan antara Cilawu-Banjarwangi yang melintasi Gunung Cikuray di Kabupaten Garut, menuai banyak protes.

Bahkan, Koordinator Umum Konsorsium Penyelamatan Cikuray, Aa Usep Ebit Mulyana menyerukan aksi ke gedung DPRD Garut untuk merespon pembukaan jalan tersebut.

“Aksi rencananya akan dilakukan pada Selasa 3 Maret 2020.Titik kumpul di DPRD Garut,” katanya, Sabtu (29/2/2020)

Ebiet mengatakan, selain melabrak banyak peraturan, banyak alasan mendasar mengapa pembangunan jalan poros antar Cilawu dan Banjarwangi yang melintasi dan menggerus Gunung Cikuray harus ditolak. Di antaranya:

Pertama, berada di daerah tangkapan air/hulu sungai DAS Cikaengan dan DAS Ciwulan. DAS Cikaengan mengalir melewati Kacamatan Banjarwangi, Kecamatan Singajaya, Kecamatan Peundeuy dan Kecamatan Cibalong. Sungai ini menjadi sumber air bagi areal pesawahan, perikanan dan untuk kebutuhan air bersih masyarakat,” katanya.

Di Sungai Cikaengan sedang dibangun bendungan untuk kepentingan energi pembangkit listrik/mikrohidro, sehingga kerusakan hulu sungai sebagai sumber mata air akan menimbulkan kerugian besar, bukan hanya untuk masyarakat tapi kerugian bagi negara terkait suplay kebutuhan listrik.

Kemudian Sungai Ciwulan yang mengalir ke Kecamatan Cilawu serta melintas Kabupaten Tasikmalaya dan bermuara di laut selatan, tentu memiliki fungsi strategis bagi keberlangsungan kehidupan masyarakat, baik yang terkena dampak langsung maupun masyarakat umum, karena hilangnya sumber-sumber pangan akan menyebabkan krisis dan penurunan stabiltas negara,” jelasnya.

Kedua, pembangunan jalan berada di kawasan dengan struktur tanah yang labil dengan tingkat kecuraman yang tinggi. Kondisi ini dapat menimbulkan peningkatan kerentanan bencana longsor dan banjir bandang. Selain itu dengan tingkat kegemburan tanah yang tinggi pada kawasan pegunungan, maka kerusakan daerah ini akan menimbulkan dampak erosi yang berbahaya bagi kehidupan di kawasan tersebut,” paparnya.

Ketiga, kegiatan dan rencana pembangunan jalan poros antar Kecamatan Cilawu dan Banjarwangi berada di Kawasan hutan yang menjadi habitat satwa-satwa dilindungi seperti Macan Tutul, owa Jawa, Elang, Lutung, Merak hijau dan lain-lain ini tentunya pembangunan jalan ini akan merusak ekosistem Kawasan yang berdampak bagi kepunahan satwa-satwa dilindungi tersebut.

Keempat, dalam beberapa tahun terakhir terjadi penguasaan lahan yang cukup luas oleh para pejabat dan pengusaha di areal perencanaan pembangunan jalan poros kecamatan Cilawu dan Kecamatan Banjarwangi. Hal ini memunculkan kekhawatiran ke depan penguasaan lahan akan semakin didominasi oleh para konglomareat, dan masyarakat hanya menjadi penonton di daerahnya sendiri.

Kelima, Kegiatan pembangunan jalan melintasi kawasan tanah KONGSI/lahan yang dimiliki oleh Legiun Veteran Republik Indonesia (LVRI), yang saat ini pengelolaannya belum begitu jelas, hal ini dikhawatirkan ke depan akan memicu konflik agraria.

Keenam, pembukaan jalan tersebut terkesan tergesa-gesa dan banyak ditutupi oleh pelaksana pembukaan jalan, sehingga memunculkan kecurigaan terdapatnya pelanggaran-pelanggaran prosedur dan ketidakbenaran mengenai pengelolaan program pemerintah dalam pengerjaan kegiatan serta menimbulkan polemik di masyarakat.

Ketujuh, Rute jalur yang digunakan dalam pembukaan jalan, tidak sesuai dengan rute yang pernah dilakukan survey oleh pihak PUPR, sehingga menimbulkan pro dan kontra di masyarakat.

Hal senada diungkapkan Ketua Himpunan Generasi Muda Cilawu (HMGC) Renaldi Mayansyah. Ia meminta agar Pemkab dan DPRD Garut tidak menutup mata seolah-olah tak tahu menahu soal pembangunan jalan tersebut.

“Seharusnya pihak DPRD juga segera cepat tanggap, turun ke lapangan dan segera mengangkat persoalan ini dengan serius,” katanya, Sabtu (29/1/2020).

Renaldi juga menyatakan, dari hasil investigasi di lokasi, pembangunan jalan Cilawu-Banjarwangi telah mengakibatkan maraknya jual beli tanah di kawasan Gunung Cikuray yang terlewati jalan.

“Jual beli tanah dengan jumlah besar tersebut, para pembelinya di antaranya para pejabat dan konglomerat yang non pribumi,” kata Renaldi.

Ia menegaskan, areal di kawasan sepanjang jalur tersebut selain strategis untuk kawasan wisata dan pertanian, juga dipercayai memiliki kandungan emas.

“Jadi kami sangat mencurigai alasan pembangunan jalan untuk kepentingan masyarakat hanya dijadikan dalih untuk kepentingan para pemilik uang yang telah menguasai banyak tanah di kawasan tersebut. Jika kawasan itu menjadi ramai dan berkembang, saya kira keuntungan terbesarnya bukan untuk rakyat tapi untuk para penguasa lahan, sedangkan resiko kekeringan dan peningkatan kerawanan bencana, masyarakat sekitarlah yang harus menanggung beban,” tegasnya. (Has)

Tinggalkan Balasan