Jakarta, Kabariku – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menindaklanjuti dugaan korupsi di sektor energi dengan menetapkan sekaligus menahan Komisaris Utama PT Inti Alasindo Energy (IAE), Arso Sadewo, sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi perjanjian jual beli gas antara PT Perusahaan Gas Negara (PGN) dan PT IAE.
Penetapan dan penahanan Arso diumumkan Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, didampingi Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih, Jakarta, Selasa (21/10/2025) malam.
“KPK mengumumkan penahanan terhadap satu tersangka, saudara AS selaku Komisaris Utama PT Inti Alasindo Energi (IAE) pada tahun 2007 sampai sekarang, terkait dugaan tindak pidana korupsi perjanjian jual beli gas antara PT PGN dan PT IAE,” ujar Asep.
Arso Sadewo akan ditahan selama 20 hari pertama, terhitung sejak 21 Oktober hingga 9 November 2025, dan dititipkan di Rutan Cabang KPK.

Latar Belakang Kasus
Kasus ini berawal dari adanya dugaan penyimpangan dalam kerja sama jual beli gas antara PGN dan IAE yang menimbulkan potensi kerugian keuangan negara.
Padahal, sektor niaga gas menjadi pilar penting dalam transisi energi nasional dan mendukung pertumbuhan ekonomi.
Berdasarkan data Kementerian ESDM, pemanfaatan gas untuk kebutuhan domestik meningkat dari 58,64% pada 2017 menjadi 64,31% pada 2021.
Sebagai subholding gas di bawah Pertamina, PT PGN memiliki mandat strategis untuk memastikan pasokan gas nasional berjalan efisien, transparan, dan berorientasi publik.
“Namun, hasil penyidikan KPK mengungkap adanya pengkondisian proyek dan pemberian commitment fee dalam kerja sama tersebut yang mengarah pada praktik korupsi dan gratifikasi,” jelas Asep.
Penahanan Tersangka Lain
Sebelum Arso Sadewo, KPK telah menahan tiga tersangka lain dalam perkara yang sama, yaitu: Iswan Ibrahim – Komisaris PT IAE (2006-2023); Danny Praditya – Direktur Komersial PT PGN (2016-2019); dan Hendi Prio Santoso – Direktur Utama PT PGN (2009-2017).
Ketiganya diduga berperan aktif dalam memuluskan perjanjian jual beli gas antara PGN dan IAE dengan skema yang mengandung unsur korupsi.
Konstruksi Perkara
Asep Gunrur memaparkan, KPK menguraikan bahwa sekitar tahun 2017, PT IAE (juga dikenal sebagai PT Isar Gas) mengalami kesulitan keuangan dan membutuhkan tambahan dana.
Iswan Ibrahim meminta bantuan Arso Sadewo selaku pemegang saham mayoritas untuk melakukan pendekatan dengan PT PGN agar kerja sama jual beli gas dapat segera direalisasikan, termasuk opsi advance payment sebesar USD15 juta.
Melalui perantara Yugi Prayanto, Arso diperkenalkan kepada Hendi Prio Santoso, yang saat itu menjabat sebagai Direktur Utama PGN. Dalam pertemuan tersebut, muncul kesepakatan tidak resmi mengenai pengkondisian persetujuan pembelian gas bumi oleh PGN dari IAE.
Sebagai kompensasi atas dukungan yang diberikan, Arso Sadewo kemudian memberikan komitmen fee sebesar SGD 500.000 kepada Hendi Prio Santoso di kantornya di Jakarta.
Hendi selanjutnya memberikan sebagian uang, yaitu USD 10.000, kepada Yugi Prayanto sebagai bentuk “terima kasih” karena telah mempertemukannya dengan Arso.
KPK menjerat Arso Sadewo dengan: Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Pasal ini mengatur mengenai penyalahgunaan wewenang dan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain yang merugikan keuangan negara.
KPK Dorong Reformasi Tata Kelola Energi
Melalui penanganan kasus ini, KPK menegaskan pentingnya memperkuat integritas dan transparansi di sektor energi nasional, terutama dalam tata kelola niaga gas yang memiliki nilai ekonomi tinggi.
“Lewat penindakan ini, kami berharap menjadi pemantik bagi perbaikan tata kelola niaga gas agar seluruh proses bisnis energi berorientasi pada kepentingan masyarakat,” tutup Asep Guntur.
Sebelumnya, pada 1 Oktober 2025, KPK juga menahan Hendi Prio Santoso, mantan Direktur Utama PGN periode 2008-2017. Ia diduga menerima commitment fee sebesar SGD 500.000 atau setara Rp 5 miliar untuk memuluskan kerja sama tersebut.
KPK pun telah memeriksa sejumlah pihak, termasuk Menteri BUMN periode 2014–2019, Rini Soemarno, pada 10 Februari 2025, guna mendalami kebijakan subholding gas di era pemerintahannya.
Sebagai informasi, pada tahun 2018, PT PGN resmi menjadi subholding gas di bawah PT Pertamina (Persero) di masa kepemimpinan Rini Soemarno.***
Baca juga :
Jangan lupa, Ikuti Update Berita menarik dari kabariku.com dan klik follow akun Google News Kabariku dan Channel WhatsApp Kabariku.com
Discussion about this post