Jakarta, Kabariku – Polemik berkepanjangan mengenai keaslian ijazah mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi) belum juga menemukan titik akhir. Isu yang terus bergulir sejak beberapa tahun terakhir ini bukan hanya memicu perdebatan tajam di ruang publik, tetapi juga menciptakan polarisasi sosial yang tak kunjung reda.
Simpul Aktivis Angkatan 1998 (SIAGA 98) menilai, satu-satunya langkah elegan, efektif, sekaligus bermartabat untuk menyelesaikan kontroversi ini adalah dengan sikap terbuka dari Jokowi sendiri.
Jokowi sebagai mantan Kepala Negara itu didorong untuk mencabut laporan pencemaran nama baik yang telah ia buat serta memperlihatkan ijazah aslinya secara langsung kepada publik.
“Sebagai tokoh publik dan mantan Kepala Negara, Pak Jokowi memiliki tanggung jawab moral untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap integritas kepemimpinan nasional,” ujar Hasanuddin, Koordinator SIAGA 98, dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (8/10/2025).
Tampilkan Ijazah Asli, Tutup Ruang Spekulasi
Menurut Hasanuddin, keterbukaan Jokowi dengan memperlihatkan ijazah asli akan menjadi langkah paling efektif untuk menutup ruang spekulasi dan menghentikan kontroversi yang telah melebar ke ranah politik.
“Publik berhak mendapat klarifikasi langsung dari sumbernya. Dengan memperlihatkan ijazah asli, polemik ini selesai, dan energi bangsa bisa kembali difokuskan pada isu-isu kebangsaan yang jauh lebih penting,” tegasnya.
Hasanuddin menilai, langkah itu justru jauh lebih konstruktif dibandingkan melanjutkan proses hukum yang dapat memperkeruh suasana dan memperlebar jurang perbedaan di masyarakat.
“Perlu ditegaskan, tidak ada persoalan hukum dalam masalah ijazah ini selain laporan yang dibuat oleh Joko Widodo sendiri,” tegasnya.
Polri Terjebak Dilema
Hasanuddin juga mengingatkan bahwa laporan pencemaran nama baik yang dibuat oleh Jokowi telah menempatkan Polri dalam posisi sulit. Di satu sisi, institusi Kepolisian dituntut menegakkan hukum secara profesional tanpa pandang bulu. Namun di sisi lain, pelapor adalah mantan presiden yang memiliki pengaruh simbolik dan politik besar.
“Situasi ini menempatkan Polri dalam dilema – antara profesionalisme penegakan hukum dan persepsi publik soal keberpihakan,” ujarnya.
Karena itu, ia mendorong Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk mengambil langkah inisiatif demi mencegah potensi polarisasi yang lebih dalam.
“Polri sebaiknya mengutamakan fungsi menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas) daripada memaksakan proses hukum yang justru berisiko memperlebar ketegangan sosial,” tambahnya.
Klarifikasi Ilmiah, Bukan Jalur Hukum
Hasanuddin menilai, perdebatan soal ijazah sejatinya sudah mulai dijawab melalui penerbitan buku “Jokowi’s White Paper” yang disusun oleh Roy Suryo, Rismon, dr. Tifa, dan sejumlah pihak lain. Buku tersebut merupakan hasil penelitian ilmiah yang dilakukan secara terbuka dalam ruang demokrasi.
“Kalau Pak Jokowi merasa perlu memberi klarifikasi, pendekatan ilmiah seperti itu yang seharusnya ditempuh, bukan jalur hukum. Langkah hukum hanya memperuncing perbedaan pandangan. Pendekatan dialogis dan rasional justru membuka ruang penyelesaian yang sehat,” jelas Hasanuddin.
SIAGA 98 menilai, jika Jokowi berani mencabut laporan dan menunjukkan ijazah asli kepada publik, hal itu bukan hanya menegaskan integritas pribadi dan kejujuran akademik, tetapi juga menjaga marwah lembaga kepolisian serta menegakkan tradisi keterbukaan dan akuntabilitas dalam demokrasi.
“Langkah itu akan menjadi contoh kenegarawanan sejati dan meredakan suhu politik yang tidak sehat. Ini momentum bagi Pak Jokowi untuk menunjukkan bahwa pemimpin sejati adalah mereka yang berani menghadapi kritik dengan keterbukaan,” pungkas Hasanuddin.***
Jangan lupa, Ikuti Update Berita menarik dari kabariku.com dan klik follow akun Google News Kabariku dan Channel WhatsApp Kabariku.com
Discussion about this post