Bandung, Kabariku – Anggota DPRD Jawa Barat Zaini Shofari mengkritisi kebijakan Gubernur Dedi Mulyadi yang mendorong ASN, masyarakat, sampai siswa sekolah donasi seribu sehari, seperti memperlihatkan ketidakmampuan Pemprov Jabar mengelola keuangan.
Menurut Zaini, gerakan yang dituangkan dalam edaran gubernur ini tidak baik dalam tata kelola keuangan negara, mengingat pemenuhan kesehatan dan pendidikan seperti yang dituju dalam gerakan donasi itu, seharusnya sudah menjadi bagian dari perhatian pemerintah.
“Artinya kan ketidakmampuan pemerintah provinsi dalam mengelola tata keuangan, sehingga masyarakat terus dilibatkan dalam penyediaan anggaran sampai eksekusinya. Padahal pajak apapun, masyarakat sudah hantarkan, sudah dilibatkan,” kata Zaini dalam pesan singkatnya pada ANTARA di Bandung, Minggu.
Ketua Fraksi PPP DPRD Jawa Barat ini menilai gerakan berdonasi sehari Rp1.000 bagi ASN, pelajar dan masyarakat umum yang bernama Gerakan Poe Ibu ini, terlalu dipaksakan atas nama kesetiakawanan.
“Gerakan Poe Ibu ini gerakan yang menurut saya dipaksakan atas nama kesetiakawanan. ASN, siswa sekolah dan warga masyarakat diajak untuk menyisihkan Rp1.000. Jangan kemudian dengan dalih masyarakat yang mengadukan ke Lembur Pakuan kemudian dijadikan alasan untuk memperkuat seolah-olah ini bagian dari kesetiakawanan,” ujar Zaini.
Menurutnya, bagi ASN gerakan ini mungkin tidak terlalu bermasalah, tetapi bagi pihak lainnya terutama siswa, gerakan ini seperti membuka semacam pungutan di sekolah, yang sejatinya tidak diperbolehkan.
“Kalau ASN pasti akan mengikuti apa yang disampaikan atasannya yaitu gubernur, tapi bicara siswa sekolah setiap ada pungutan apapun namanya di sekolah itu dilarang, tidak boleh. Tapi sekarang gubernur malah mengajarkan, bahkan diinstitusionalkan, dilegalkan, kalau Rp1.000 itu seolah-olahh solidaritas, rereongan (kebersamaan),” ujarnya.
Di sisi lain, lanjut Zaini, ketika masyarakat meminta sumbangan untuk fasilitasi keagamaan, dilarang tanpa solusi.
“Saya contohkan lagi di pinggir jalan masyarakat meminta sumbangan bantuan untuk fasilitasi keagamaan dilarang juga, tapi tidak diberi solusinya. Untuk pesantren, majelis atau lembaga keagamaan ialah jadi nol untuk bantuan hibahnya,” ucap Zaini.
Zaini menekankan, sikap kesetiakawanan dan kebersamaan itu, sejatinya telah tertanam dalam jiwa masyarakat Jawa Barat.
Ia meyakini masyarakat di Jawa Barat tak akan membiarkan kerabat atau tetangganya sampai tidak bisa makan.
“Jadi jangan kemudian direduksi seolah-olah dengan diinstruksionalisasi ini masyarakat terus bisa bergerak atas nama edaran, tidak seperti itu. Masyarakat dari dulu rereongan, saling bantu satu sama lainnya di lingkungan masyarakat terkecil,” ucapnya.
Diketahui, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi mendorong aparatur sipil negara (ASN), siswa sekolah, hingga masyarakat umum untuk berdonasi Rp1.000 per hari, dalam gerakan yang diberi nama “Rereongan Poe Ibu”.
Gerakan itu tertuang dalam Surat Edaran (SE) Nomor 149/PMD.03.04/KESRA tentang Gerakan Rereongan Sapoe Sarebu (Poe Ibu) atau gerakan bersama-sama sehari seribu.
Surat itu disampaikan kepada para bupati dan wali kota se-Jawa Barat, kepala OPD dari provinsi sampai kota dan kabupaten, serta seluruh Kantor Wilayah Kemenag Jawa Barat.
Dalam edaran yang dibuat tertanggal 1 Oktober tahun 2025 tersebut, Dedi mencatat dirinya merujuk kepada peraturan pemerintah nomor 39 tahun 2012 tentang penyelenggaraan kesejahteraan sosial bahwa masyarakat memiliki peran dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui nilai-nilai luhur budaya bangsa, kesetiakawanan sosial dan kearifan lokal.
Demul sebut kebijakan donasi warga Rp1.000 per hari untuk bantu masyarakat.***
Jangan lupa, Ikuti Update Berita menarik dari kabariku.com dan klik follow akun Google News Kabariku dan Channel WhatsApp Kabariku.com
Discussion about this post