Jakarta, Kabariku – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) secara resmi mengumumkan penetapan delapan tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pemerasan dan gratifikasi terkait pengurusan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker).
Konferensi pers berlangsung pada Jakarta, pada hari Kamis (5/6/2025) di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, dipimpin oleh Pelaksana Harian (Plh) Direktur Penyidikan KPK Budi Sukmo Wibowo, didampingi Juru Bicara KPK Budi Prasetyo.
Dalam keterangan resminya, Budi Sukmo menyampaikan bahwa kasus ini merupakan hasil penyidikan mendalam terkait praktik korupsi yang sistematis di internal Kemenaker, khususnya di Direktorat Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja (Binapenta & PKK) serta Direktorat Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja Asing (PPTKA).
“KPK menetapkan delapan orang sebagai tersangka atas dugaan pemerasan dan penerimaan gratifikasi yang terjadi dalam proses pengurusan RPTKA di Kemenaker. Praktik korupsi ini melibatkan berbagai level jabatan dan berlangsung sejak 2019,” ujar Budi Sukmo.
Delapan Tersangka Pejabat dan Staf Kemenaker
Kedelapan tersangka yang diumumkan adalah Suhartono (SH) – Dirjen Binapenta & PKK 2020–2023; Haryanto (HY) – Dirjen Binapenta & PKK 2024–2025; eks Direktur PPTKA; Wisnu Pramono (WP) – Direktur PPTKA 2017–2019; Devi Angraeni (DA) – Direktur PPTKA 2024–2025;
Lalu, Gatot Widiartono (GTW) – Pejabat PPTKA dan eks Kasubdit; Putri Citra Wahyoe (PCW) – Staf verifikator PPTKA; Alfa Eshad (ALF) – Staf verifikator PPTKA; Jamal Shodiqin (JMS) – Staf verifikator PPTKA.
Kedelapan tersangka ini diduga kuat menjalankan praktik pemerasan terhadap perusahaan-perusahaan pemohon RPTKA, baik secara langsung maupun melalui anak buah mereka. Uang yang diminta menjadi “pelicin” agar dokumen RPTKA cepat disetujui.
Dalam penjelasan rinci, KPK mengungkap bahwa para verifikator hanya memproses permohonan RPTKA dari pihak yang bersedia memberikan uang.
Sementara pemohon lain tidak diberitahu kekurangan berkasnya atau dipersulit prosesnya. Permintaan uang disampaikan secara personal melalui aplikasi pesan WhatsApp.
Seluruh proses pungutan ilegal tersebut menggunakan rekening pribadi dan diminta secara terselubung, termasuk tawaran bantuan saat pemohon mendatangi kantor Kemenaker langsung.
Bahkan dalam proses wawancara Skype sebagai bagian dari verifikasi TKA, pemohon yang tidak memberikan uang tidak dijadwalkan wawancara, sehingga perizinan mereka macet.
Adapun total uang yang dikumpulkan para tersangka selama periode 2019–2024 mencapai sedikitnya Rp53,7 miliar. Uang tersebut dibagi berkala, digunakan untuk kepentingan pribadi hingga pembelian aset.
Berikut rincian penerimaan berdasarkan penyidikan KPK: HY-Rp18 miliar; PCW-Rp13,9 miliar; GTW-Rp6,3 miliar; DA-Rp2,3 miliar; SH-Rp460 juta; WP-Rp580 juta; ALF-Rp1,8 miliar; dan JMS-Rp1,1 miliar.
Sebagian dana juga dibagikan ke sekitar 85 pegawai Direktorat PPTKA dalam bentuk uang mingguan, dengan total Rp8,94 miliar.
KPK telah melakukan penggeledahan di berbagai lokasi di Jabodetabek, termasuk kantor pusat Kemenaker, rumah para tersangka, dan kantor agen pengurusan TKA. Disita pula 11 mobil dan 2 motor, serta sejumlah dokumen dan barang bukti lainnya.
Hingga saat ini, para tersangka telah mengembalikan sekitar Rp5,4 miliar ke rekening penampungan milik KPK.
“Kami masih terus mendalami aliran dana dan kemungkinan keterlibatan pihak lain. Bahkan praktik ini sudah berlangsung sebelum tahun 2019,” ungkap Budi Sukmo.
Pencegahan dan Reformasi Sistem
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo menambahkan bahwa selain penindakan, KPK juga akan melakukan kajian perbaikan sistem perizinan tenaga kerja asing. Berdasarkan Survei Penilaian Integritas (SPI) 2023–2024, terdapat tren penurunan skor integritas di lingkungan Kemnaker, dari 81,73 menjadi 74,03.
“Hal ini menjadi alarm bagi kita semua. Perlu penguatan sistem integritas dan pengawasan internal, apalagi sektor ini sangat strategis dalam iklim investasi,” tegas Budi Prasetyo.
KPK mendorong komitmen upaya pencegahan korupsi ke depannya, sehingga pelayanan publik dapat berjalan lebih transparan. Pada akhirnya, hal ini diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan dunia usaha serta mendukung perbaikan tata kelola ekonomi nasional.*
Baca juga :
Jangan lupa, Ikuti Update Berita menarik dari kabariku.com dan klik follow akun Google News Kabariku dan Channel WhatsApp Kabariku.com
Discussion about this post