Layanan Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129 dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) telah dipersiapkan memberi respon cepat dan berjejaring dengan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) di 34 provinsi dan 389 Kabupaten/Kota dalam memberikan respon atas laporan anak korban jaringan terorisme. Plt. Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kemen PPPA, Ratna Susianawati menegaskan keterlibatan anak dalam jaringan terorisme merupakan isu lintas sektor yang membutuhkan kolaborasi erat seluruh pemangku kepentingan.
“Kemen PPPA melalui Layanan Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129 serta jaringan UPTD PPA di 34 provinsi dan 389 Kabupaten/Kota telah siap memberikan respon cepat terhadap kasus anak korban jaringan terorisme. Kami terus memperkuat koordinasi dan kapasitas layanan di daerah, termasuk pendampingan dalam proses reintegrasi sosial bagi anak-anak yang direpatriasi,” ujar Ratna dalam Rapat Koordinasi dan Finalisasi Rancangan Peraturan Menteri PPPA tentang Perlindungan Anak dari Jaringan Terorisme di kantor Kemen PPPA, Selasa (7/10).
Upaya perlindungan khusus bagi anak dari jaringan terorisme, menurut Ratna bukan merupakan tanggung jawab satu pihak, melainkan upaya bersama. Pemerintah dan seluruh lapisan masyarakat harus terlibat aktif agar anak-anak kita terlindungi dari paparan radikalisme dan kekerasan ekstrem.
Untuk mendukung kesiapan layanan SAPA129, Kemen PPPA telah menyusun 2 dokumen penting yang akan menjadi lampiran dalam rancangan Peraturan Menteri yaitu Pedoman Mekanisme Koordinasi Perlindungan Anak Korban Jaringan Terorisme dan Pedoman Teknis Perlindungan Anak dari Jaringan Terorisme.
“Kedua dokumen ini akan menjadi acuan koordinasi antar K/L dan pemerintah daerah dalam memberikan perlindungan serta layanan rehabilitasi bagi anak korban jaringan terorisme. Ini juga sekaligus memperbarui Permen PPPA Nomor 7 Tahun 2019 tentang Pedoman Perlindungan Anak dari Radikalisme dan Tindak Pidana Terorisme. Kedua dokumen tersebut telah memasuki tahap finalisasi dan akan segera melalui proses harmonisasi agar dapat dijadikan acuan koordinasi antar Kementerian/Lembaga dan pemerintah daerah dalam proses perlindungan anak dari jaringan terorisme,” tambah Ratna.
Tahun 2022, Kemen PPPA bersama Badan Nasional Penanggulangan Terorism (BNPT) telah menandatangani nota kesepahaman terkait Sinergisitas Pemberdayaan Perempuan dan Pelindungan Anak dalam Penanggulangan Tindak Pidana Terorisme. Komitmen bersama ini kemudian diperkuat pada tahun 2024 dengan penandatanganan Perjanjian Kerjasama terkait Penanggulangan Tindak Pidana Terorisme Bagi Perempuan dan Anak. Sejalan dengan komitmen itu, Sekretaris Utama BNPT, Bangbang Surono menyampaikan dukungan penuh terhadap penyusunan Rancangan Permen ini.
“BNPT berpandangan bahwa pedoman ini sangat penting untuk memperjelas peran dan tanggung jawab para pemangku kepentingan. Dengan adanya Permen ini, diharapkan penanganan anak korban jaringan terorisme dapat lebih terarah dan mengedepankan prinsip-prinsip perlindungan anak. Pedoman yang disusun Kemen PPPA sejalan dengan kerangka kebijakan nasional BNPT, termasuk implementasi Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan (RAN PE),” ujar Bangbang
Kegiatan yang berlangsung secara hybrid ini dihadiri oleh sekitar 90 peserta perwakilan dari berbagai kementerian/lembaga, pemerintah daerah, serta mitra pembangunan. Hadir dalam kesempatan tersebut perwakilan dari Kemenko PMK, Kemenko Polhukam, Kemensos, Kemendagri, Polri, Densus 88, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Agama, Kemendikbudristek, Kementerian Kesehatan, Ditjen Pemasyarakatan, LPSK, KPAI, UNICEF, dan The Habibie Center. Kehadiran pemerintah daerah diwakili oleh Kepala DP3AP2KB Provinsi Jawa Tengah, Kepala DP3AKB Provinsi Jawa Barat, serta perwakilan UPTD PPA dari Provinsi Jawa Barat, Kota Bandung, dan Provinsi Jawa Tengah.***
Jangan lupa, Ikuti Update Berita menarik dari kabariku.com dan klik follow akun Google News Kabariku dan Channel WhatsApp Kabariku.com
Discussion about this post