Jakarta, Kabariku – Pengadaan perangkat Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) berupa Chromebook untuk program digitalisasi pendidikan Kemendikbudristek pada 2020–2022 kini menyeret empat orang sebagai tersangka kasus dugaan korupsi.
Fakta mengejutkan terungkap—rencana penggunaan sistem operasi Chrome OS dalam proyek tersebut ternyata sudah disusun sebelum Nadiem Makarim resmi menjabat sebagai Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Abdul Qohar, mengungkapkan bahwa sejak awal, Nadiem Makarim bersama Ibrahim Arief—mantan konsultan teknologi Kemendikbudristek—telah merancang agar sistem operasi Chrome OS dari Google menjadi satu-satunya platform yang digunakan dalam pengadaan TIK tersebut.
Nadiem Makarim baru menjabat sebagai Mendikbudristek pada Oktober 2019. Namun beberapa bulan sebelumnya, tepatnya Agustus 2019, Nadiem, Jusrist Tan dan Fiona Handayani sudah membentuk Grup WhatsApp khusus untuk membahas soal pengadaan laptop berbasis Chromebook ini. Nama WAG nya ‘Mas Menteri Core Team’.
Kemudian setelah dilantik jadi menteri, Nadiem, Ibrahim, dan Jurist Tan (Staf Khusus Mendikbudristek saat itu) melakukan pertemuan dengan pihak Google untuk membahas integrasi Google Workspace, termasuk Chrome OS, ke dalam program digitalisasi pendidikan. Hal itu dilakukan sekitar awal 2020,
Tak lama setelahnya, pada 17 April 2020, Ibrahim mempengaruhi tim teknis Kemendikbudristek dengan mendemonstrasikan penggunaan Chromebook dalam sebuah pertemuan Zoom.
Arah pengadaan pun semakin mengerucut saat dalam Zoom meeting yang dipimpin langsung oleh Nadiem pada 6 Mei 2020, diputuskan bahwa TIK tahun 2020–2022 harus menggunakan Chrome OS, padahal proses pengadaan secara resmi belum dimulai.
Penolakan Ibrahim untuk menandatangani hasil kajian teknis awal yang belum mencantumkan Chrome OS mempertegas adanya intervensi. Akhirnya, kajian baru disusun dan secara spesifik menyebutkan Chrome OS sebagai sistem operasi pilihan. Buku putih atau review teknis juga diterbitkan untuk memperkuat dasar pemilihan tersebut.
Namun, alih-alih menjadi solusi, pengadaan Chromebook justru menimbulkan masalah besar. Kejaksaan Agung menemukan bahwa proyek ini tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga gagal mencapai tujuannya. Banyak wilayah 3T (terdepan, terluar, dan tertinggal) tidak dapat memanfaatkan Chromebook secara optimal karena keterbatasan teknis dan infrastruktur.
Empat orang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara ini:
- JT (Jurist Tan), Staf Khusus Mendikbudristek 2020–2024,
- IBAM (Ibrahim Arief), mantan konsultan teknologi Kemendikbudristek,
- SW (Sri Wahyuningsih), Direktur Sekolah Dasar Kemendikbudristek 2020–2021 sekaligus kuasa pengguna anggaran,
- MUL (Mulyatsyah), Direktur Sekolah Menengah Pertama Kemendikbudristek 2020–2021 sekaligus kuasa pengguna anggaran.
Mereka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 jo. Pasal 18 UU Tipikor serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Khusus tersangka Ibrahim, statusnya menjadi tahanan kota karena menderita penyakit jantung kronis.
Kasus ini membuka tabir tentang bagaimana keputusan penting dalam kebijakan publik bisa dirancang bahkan sebelum otoritas resmi diberikan.***
Jangan lupa, Ikuti Update Berita menarik dari kabariku.com dan klik follow akun Google News Kabariku dan Channel WhatsApp Kabariku.com
Discussion about this post