Jakarta, Kabariku – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus memperkuat komitmen dalam membangun generasi aparatur sipil negara (ASN) yang berintegritas melalui pendidikan antikorupsi di lingkungan perguruan tinggi kementerian/lembaga (PTKL). Langkah ini menjadi strategi penting dalam membentuk mentalitas antikorupsi sejak dini bagi calon ASN dan PNS.
“Implementasi PAK di PTKL sangat krusial karena institusi ini adalah jalur pembibitan calon ASN dan PNS. Saat lulus nanti dan memiliki kewenangan, mereka akan mampu menolak korupsi karena sudah terbentuk sikap mental yang jujur,” ujar Wakil Ketua KPK, Ibnu Basuki Widodo, dalam Webinar Penguatan Kapasitas PTKL Seri 2 bertema Pengantar Tindak Pidana Korupsi dan Pengelolaan Konflik Kepentingan, pada Selasa (29/7).
Dalam paparannya, Ibnu mengidentifikasi empat jenis tindak pidana korupsi yang kerap terjadi di lingkungan ASN, yaitu gratifikasi, suap menyuap, pemerasan, dan penyalahgunaan wewenang dalam pengadaan barang dan jasa. Ia juga menekankan pentingnya menjaga batas antara urusan pribadi, keluarga, dan pekerjaan untuk menghindari konflik kepentingan.
“Tindakan korupsi yang paling sering terjadi itu gratifikasi, suap, pemerasan, serta pengadaan barang dan jasa. Hati-hati dan jauhi konflik kepentingan. Kita harus bisa menempa mahasiswa dan diri sendiri untuk tidak melakukan hal-hal tersebut,” pesannya kepada ratusan peserta.
Ibnu juga mengingatkan bahwa pemberantasan korupsi bukan hanya tanggung jawab aparat penegak hukum seperti KPK. “Tidak harus menjadi aparat penegak hukum seperti jaksa dan hakim, tapi dari profesi masing-masing seperti dosen, mahasiswa, tokoh agama bisa melakukan pendidikan dan pencegahan korupsi. KPK tidak bisa sendirian,” pungkasnya.
Webinar ini diikuti oleh sivitas akademika dari tiga PTKL, yakni Politeknik Statistika STIS Badan Pusat Statistik, Politeknik Pengayoman Indonesia Kementerian Hukum dan HAM, serta Politeknik Transportasi Perhubungan Darat Indonesia Kementerian Perhubungan.
Membangun Budaya Antikorupsi di Kampus
Semangat membangun budaya antikorupsi di lingkungan perguruan tinggi turut disuarakan oleh Gandjar Laksmana Bonaprapta, Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, yang menjadi narasumber pada sesi Pengantar Tindak Pidana Korupsi. Ia menegaskan bahwa korupsi tidak layak disebut sebagai budaya.
“Budaya yang sepatutnya adalah budaya antikorupsi. Jangan menyebut budaya korupsi karena korupsi kejahatan yang luar biasa yang merugikan saya dan anda,” ujarnya. Menurutnya, budaya merupakan nilai luhur yang harus diwariskan, sedangkan korupsi adalah extraordinary crime yang wajib diberantas.
Ganjar juga menjelaskan pentingnya memahami potensi penyalahgunaan wewenang, termasuk dalam praktik pendidikan seperti jual beli nilai. “Dosen bertugas mengajar dan kewenangannya memberikan nilai dari ujian yang diselenggarakan. Maka, potensi penyalahgunaan kewenangan dosen ialah jual beli nilai kepada mahasiswa,” terangnya.
Ia mengajak para pengajar untuk memisahkan kepentingan pribadi dan jabatan demi menghindari gratifikasi, yang bisa hadir dalam berbagai bentuk—mulai dari titipan makanan, pemberian fasilitas mewah, hingga uang duka atau uang pernikahan.
Untuk membedakan apakah sebuah pemberian bersifat pribadi atau berkaitan dengan jabatan, Ganjar menyarankan refleksi diri. “Jika saya tidak lagi jadi menteri, orang itu akan tetap memberikan hadiah? Apakah saya akan memberinya jika orang itu bukan rektor atau dekan?” tutupnya.
KPK Perkuat Implementasi PAK di PTKL
Pada tahun 2025, KPK memulai pendampingan implementasi Pendidikan Antikorupsi (PAK) di PTKL sebagai lanjutan dari upaya penguatan ekosistem integritas di perguruan tinggi. Sebelumnya, program ini difokuskan pada PTN dan PTKL sebagai bagian dari strategi jangka panjang pendidikan antikorupsi.
Implementasi PAK mengusung dua strategi utama: internalisasi nilai-nilai antikorupsi melalui kurikulum, dan penguatan ekosistem pendidikan berintegritas yang mendukung tujuan pembelajaran.
Pendampingan dimulai dengan kick-off meeting pada Maret 2025 sebagai wujud komitmen pimpinan kampus. Selanjutnya, asesmen mandiri integritas dilakukan pada Maret–April, dan data hasilnya diolah pada Mei.
Hasil asesmen menunjukkan bahwa masih ada dua aspek utama yang perlu diperkuat, yakni sistem pengendalian gratifikasi dan suap, serta pengelolaan konflik kepentingan. Untuk itu, pada Mei–Juni 2025, KPK menyelenggarakan sesi penguatan kapasitas pertama secara luring di kampus, dengan materi seputar integrasi PAK dalam kurikulum dan strategi pengendalian
Jangan lupa, Ikuti Update Berita menarik dari kabariku.com dan klik follow akun Google News Kabariku dan Channel WhatsApp Kabariku.com
Discussion about this post