Jakarta, Kabariku – Dinamika bursa calon Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) kian menghangat. Sejumlah nama Perwira tinggi (Pati) Polri mulai mengemuka, terutama dari kalangan elite lulusan terbaik Akademi Kepolisian (Akpol) yang pernah menyandang predikat Adhi Makayasa.
Adhi Makayasa adalah penghargaan tahunan bagi lulusan terbaik dari setiap matra TNI dan Polri, yaitu Matra Darat dari Akademi Militer (Akmil) Magelang, Matra Laut dari Akademi Angkatan Laut (AAL) Surabaya, Matra Udara dari Akademi Angkatan Udara (AAU) Yogyakarta, dan Matra Kepolisian dari Akademi Kepolisian (Akpol) Semarang.
Penerima penghargaan ini adalah mereka yang secara seimbang mampu menunjukkan prestasi terbaik di tiga aspek, yakni aspek akademis, aspek jasmani, dan aspek kepribadian.
Sehingga wajar jika peraih Adhi Makayasa diyakini memiliki karier yang moncer.
Sepanjang sejarah, beberapa peraih Adhi Makayasa yang sukses menempati pucuk pimpinan Korps Bhayangkara, sebut saja Jenderal (Purn) Sutanto (Akpol 1973), Jenderal (Purn) Badrodin Haiti (Akpol 1982), hingga Jenderal (Purn) Tito Karnavian (Akpol 1987).
Kini, dua Jenderal bintang tiga kembali mencuri perhatian, yakni Komjen Pol Ahmad Dofiri dan Komjen Pol Wahyu Widada.
Di institusi Polri, sejumlah peraih Adhi Makayasa sukses menduduki posisi orang nomor satu di Korps Bhayangkara. Mereka antara lain Jenderal Pol (Purn) Sutanto (Akpol 1973), Jenderal Pol (Purn) Badrodin Haiti (Akpol 1982), dan Jenderal Pol (Purn) Muhammad Tito Karnavian (Akpol 1987).
Secara kepangkatan, yakni Komjen, saat ini terdapat 27 Perwira Tinggi (Pati) yang memenuhi kriteria sebagai calon Kapolri.
Dari 27 Jenderal Bintang 3 itu, berikut profil yang dirangkum Kabariku.com dua peraih Adhi Makayasa, yakni Komjen Pol Ahmad Dofiri dan Komjen Pol Wahyu Widada :
Komjen Pol Ahmad Dofiri

Wakapolri dengan Rekam Jejak Lapangan yang Panjang
Komjen Ahmad Dofiri saat ini menjabat sebagai Wakil Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Wakapolri).
Peraih Adhi Makayasa 1989 ini dikenal sebagai figur yang merintis karier dari bawah, mulai dari Kanit Resintel Polsekta Tangerang pada 1990, hingga akhirnya mencapai posisi nomor dua di institusi Polri.
Selama lebih dari tiga dekade, Dofiri telah menempati berbagai posisi strategis, baik di level daerah maupun pusat, termasuk sebagai Kapolda DIY, Kapolda Banten, Kapolda Jabar, hingga Kabaintelkam dan Irwasum Polri.
Namun, peluang Dofiri menjabat Kapolri terbentur faktor usia. Lahir pada 4 Juni 1967, ia telah memasuki usia 58 tahun, batas usia pensiun anggota Polri sesuai PP Nomor 1 Tahun 2003.
Meski dapat diperpanjang hingga usia 60 tahun, perpanjangan tersebut memerlukan pertimbangan khusus dari Presiden.
Komjen Pol Wahyu Widada

Kabareskrim dengan Jam Terbang Intelijen dan Reserse
Sementara itu, Komjen Pol Wahyu Widada, yang kini menjabat sebagai Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim), menjadi kandidat kuat lainnya.
Lulusan Adhi Makayasa 1991 ini dikenal sebagai jenderal yang menguasai dua dunia: operasional dan manajerial.
Pria kelahiran Sleman, Yogyakarta ini telah mengisi berbagai jabatan strategis mulai dari Kapolres Tangerang, Kapolda Aceh, Asisten SDM Kapolri, hingga Kabaintelkam Polri. Keahliannya di bidang reserse dan intelijen menjadi nilai lebih di tengah kompleksitas tantangan keamanan nasional saat ini.
Secara usia yang masih 56 tahun, ditambah pengalaman menduduki sejumlah jabatan strategis, Komjen Pol Wahyu Widada jelas memenuhi kreteria sebagai calon Kapolri. Namun, pilihan tetap jatuh pada Presiden Prabowo Subianto.
Sesuai aturan, penunjukan/pengangkatan calon Kapolri menjadi hak prerogatif Presiden, yang secara konstitusional diatur Pasal 4 ayat (1) UUD 1945.
Secara teknis, mekanisme pengusulan, pengangkatan, dan pemberhentian Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri) diatur melalui Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia serta Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 17 Tahun 2011 tentang Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas).
Berdasarkan ketentuan tersebut, Kapolri diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan persetujuan DPR RI. Prosesnya dimulai dari pengusulan nama calon oleh Kompolnas, kemudian Presiden memilih satu nama untuk diajukan ke Komisi III DPR RI guna menjalani fit and proper test atau uji kelayakan dan kepatutan.
Apabila calon dinyatakan layak dan disetujui oleh Komisi III, maka pengesahan secara resmi dilakukan melalui rapat paripurna DPR.
Proses ini menunjukkan bahwa meskipun Presiden memiliki hak prerogatif dalam menentukan calon Kapolri, tetap ada mekanisme check and balance melalui pengawasan legislatif.*
Jangan lupa, Ikuti Update Berita menarik dari kabariku.com dan klik follow akun Google News Kabariku dan Channel WhatsApp Kabariku.com
Discussion about this post