Bandung, Kabariku – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) memeriksa ketua dan empat anggota KPU Kabupaten Garut dalam sidang pemeriksaan perkara nomor 278-PKE-DKPP/XI/2024
Kelima teradu yang diperiksa diantaranya Dian Hasanudin, ketua KPU Garut dan anggota Dedi Rosadi, Yusuf Abdullah, Asyim Burhani, Rikeu Rahayu.
Mereka diadukan oleh Firmansyah dengan dugaan manipulasi berita acara dan sertifikat rekapitulasi hasil perolehan suara tingkat kabupaten.
Dalil-dalil yang disampaikan Firmansyah dalam sidang pemeriksaan DKKP dibantah oleh para teradu.

Ketua KPU Kabupaten Garut, Dian Hasanudin, menyebut bahwa rencananya hanya membacakan rekapitulasi suara yang ditetapkan oleh PPK pada sidang pleno di tingkat kabupaten.
Dian menegaskan bahwa tidak mengetahui adanya perbedaan suara tersebut karena rekapitulasi penghitungan suara tingkat kecamatan telah ditetapkan oleh PPK dari setiap kecamatan.
“Hasil penghitungan suara tingkat kecamatan tidak ditetapkan, dipimpin, dan ditandatangani oleh teradu, melainkan oleh PPK. Tidak benar jika teradu dianggap mengetahui dan melakukan perubahan suara,” katanya.
Dian menambahkan, terdapat opsi yang disetujui oleh Saksi jika memang terdapat perbedaan suara.
Apabila memang perbedaan suara tersebut dianggap tidak dapat diselesaikan di tingkat kecamatan, maka hal tersebut dapat dilanjutkan dalam rapat pleno rekapitulasi penghitungan suara di tingkat kabupaten.
Menurutnya, diketahui adanya perbedaan suara pada empat kecamatan baru setelah rapat pleno di tingkat kabupaten selesai.
Selama rapat pleno tingkat kabupaten berlangsung, Dian mengatakan tidak ada satupun keberatan dari saksi peserta pemilu tentang perbedaan suara di empat kecamatan.
“Teradu hanya mengetahui adanya kesalahan dalam penjumlahan (suara) saja dan tidak mengetahui adanya perbedaan dalam setiap rincian raihan suara setiap calon. Tidak ada keberatan dari saksi peserta pemilu ataupun menyampaikan formulir kejadian khusus terkait hal ini,” jelas Dian.
Sebelumnya, dalam sidang yang dilaksanakan di Kantor Bawaslu Provinsi Jawa Barat, Kota Bandung, pada Rabu (19/02/2025) lalu, Komisioner KPU Jawa Barat, Abdullah Syafi’i, memberikan keterangan terkait pengawasan internal yang dilakukan atas perintah KPU RI.

Pengawasan ini dilakukan beberapa bulan lalu setelah adanya dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) yang melibatkan Ketua dan anggota KPU Kabupaten Garut.
Abdullah Syafi’i mengungkapkan bahwa hasil pengawasan internal terhadap KPU Garut menyatakan bahwa Ketua dan anggota KPU Garut telah melanggar kode etik, sumpah janji, dan pakta integritas sebagai penyelenggara pemilu.
“Kesimpulan dari pengawasan internal KPU Jabar terhadap para teradu menunjukkan pelanggaran kode etik, sumpah janji, dan pakta integritas,” ujar Abdullah Syafi’i saat membacakan hasil sidang.
Sementara itu, Firmansyah dalam aduannya, mendalilkan para teradu telah memanipulasi berita acara dan sertifikat rekapitulasi hasil perolehan suara tingkat Kabupaten Garut pada Model D.Hasil KABKO-DPR Kabupaten Garut.
Sidang ini menjadi bagian dari upaya DKPP dalam menegakkan integritas serta profesionalisme penyelenggara pemilu guna memastikan proses demokrasi berjalan secara jujur.
Menurutnya, ada perbedaan antara perolehan suara Caleg DPR tingkat kecamatan yang dibaca oleh Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) Pameungpeuk saat sidang pleno di tingkat kecamatan dengan pleno di tingkat kabupaten.
Saat dibacakan di tingkat kabupaten, selisih 32 suara dengan hasil perolehan suara yang dibaca di sebagian besar tingkat kecamatan.
“Ada 32 suara tidak sah pada tingkat pleno Kecamatan yang menjadi suara sah pada saat pleno tingkat kabupaten. Hal ini tidak hanya terjadi di Kecamatan Pameungpeuk, melainkan juga terjadi di Kecamatan Cilawu,” paparnya.
Firmansyah menambahkan, perbedaan yang menuai protes dari beberapa saksi partai politik ini tidak dapat diindahkan oleh para teradu.
Para teradu, lanjutnya, justru tetap membawa perolehan suara yang diperkirakan salah tersebut ke pleno tingkat provinsi.
“Terjadi interupsi dan terjadi panjang karena hasil rekapitulasi penghitungan suara di tingkat kecamatan berbeda dengan yang dibacakan para teradu di pleno tingkat provinsi. Terdeteksi ada empat kecamatan yang mengalami perubahan suara,” ungkap Firmansyah.
Sidang ini dipimpin oleh Ketua Majelis Heddy Lugito. Ia didampingi oleh tiga Anggota Majelis dari Tim Pemeriksa Daerah (TPD) Provinsi Jawa Barat, yaitu Hedi Ardia (unsur KPU), Nuryamah (unsur Bawaslu), dan Nina Yuningsih (unsur Masyarakat).*Boelan
*Humas DKPP
Jangan lupa, Ikuti Update Berita menarik dari kabariku.com dan klik follow akun Google News Kabariku dan Channel WhatsApp Kabariku.com
Discussion about this post