Sayangkan Putusan Praperadilan Sahbirin Noor, KPK Minta Hakim Pertimbangkan Kewenangan “Lex Specialis”

Jakarta, Kabariku- Juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Tessa Mahardhika Sugiarto menyampaikan penyesalan atas putusan praperadilan yang diajukan eks Gubernur Kalimantan Selatan (Kalsel) Sahbirin Noor atau Paman Birin yang dikabulkan oleh Hakim Tunggal Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) pada Selasa (12/11/2024).

Jubir KPK berlatar belakang penyidik ini menjelaskan, dalam perkara yang bermula dari kegiatan tangkap tangan, KPK menetapkan Sahbirin Noor atau Paman Birin Mantan Gubernur Kalimantan Selatan sebagai Tersangka pada tahap penyidikan awal, dengan minimal telah menemukan dua alat bukti.

“KPK menyayangkan putusan praperadilan atas pemohon SHB selaku Gubernur Kalimantan Selatan di mana dalam perkara yang bermula dari kegiatan tangkap tangan,” kata Jubir KPK Tessa Mahardhika kepada wartawan di gedung KPK, Jakarta, dikonfirmasi Rabu (14/11/2024).

Dia menegaskan, penetapan Tersangka tersebut telah sesuai ketentuan dalam UU Nomor 19 tahun 2019 jo UU Nomor 30 tahun 2002 Pasal 44.

Pasal tersebut menyatakan, pada penyelidikan dugaan tindak pidana korupsi, salah satu tugasnya adalah untuk mengumpulkan bukti permulaan yang cukup.

“Selanjutnya untuk menetapkan pihak-pihak yang bertanggung jawab sebagai Tersangka. Dilain sisi, pada KUHAP, penetapan Tersangka dilakukan pada tahap Penyidikan,” jelasnya.

Tessa mengingatkan, bahwa pemberantasan korupsi yang dilakukan KPK adalah lex specialist. Asas hukum yang menyatakan bahwa hukum yang bersifat khusus (lex specialis), dapat mengesampingkan hukum yang bersifat umum (lex generalis).

Menurutnya, asas ini penting bagi penegak hukum untuk menerapkan aturan yang paling tepat dalam menyelesaikan konflik antara peraturan perundang-undangan.

“Sehingga, sepatutnya, Hakim mempertimbangkan kewenangan lex specialist KPK tersebut,” tegas Tessa.

Namun demikian, Juru Bicara berlatar belakang penyidik itu menyatakan, KPK tetap menghormati setiap putusan Majelis Hakim.

“KPK akan segera mempelajari risalah putusan ini untuk mempertimbangkan langkah-langkah selanjutnya,” tandas Tessa.

Sebelumnya, Hakim tunggal pada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Afrizal Hady, menyatakan status tersangka Gubernur Kalimantan Selatan, Sahbirin Noor, dalam kasus dugaan korupsi berupa penerimaan hadiah atau janji oleh penyelenggara negara atau yang mewakilinya di Provinsi Kalimantan Selatan tahun 2024–2025, dibatalkan secara hukum.

“Menyatakan bahwa perbuatan termohon yang menetapkan pemohon sebagai tersangka merupakan perbuatan yang sewenang-wenang dalam perintah hukum dan dinyatakan batal,” kata Hakim Afrizal di ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Selasa (12/11/2024).

Selain itu, Hakim Tunggal juga menyatakan, Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) terhadap Sahbirin Noor yang diterbitkan bersamaan dengan penetapan tersangka pada 7 Oktober 2024 lalu dinyatakan tidak berlaku.

Gubernur Kalimantan Selatan, Sahbirin Noor, mengajukan upaya gugatan praperadilan setelah KPK menetapkannya sebagai tersangka dugaan korupsi berupa penerimaan hadiah atau janji oleh penyelenggara negara atau yang mewakilinya di Provinsi Kalimantan Selatan tahun 2024-2025.

Ia mengajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta pada 10 Oktober 2024.

Diketahui, setelah ditetapkan sebagai tersangka, dia mengajukan gugatan praperadilan karena tak terima dengan penetapan tersebut, pada 10 Oktober 2024. Politikus Partai Golkar itu meminta majelis hakim untuk menerima dan mengabulkan permohonan Praperadilan dari Sahbirin untuk seluruhnya.

Dia juga meminta majelis hakim untuk menyatakan bahwa perbuatan KPK yang menetapkan dia sebagai tersangka merupakan perbuatan yang sewenang-wenang karena tidak sesuai dengan prosedur dan bertentangan dengan hukum dan dinyatakan batal.

Selain itu, Sahbirin juga meminta untuk majelis hakim menyatakan tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat penetapan tersangka terhadap Sahbirin oleh KPK.

Selain dua petitum, Sahbirin juga menuntut sejumlah hal, yakni meminta hakim tunggal menyatakan Surat Perintah Penyidikan tertanggal 07 Oktober 2024 atas nama Sahbirin Noor adalah tidak sah dan tidak berdasarkan atas hukum, dan oleh karenanya penetapan a quo tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

Kemudian, Sahbirin menyatakan penyidikan yang dilakukan termohon terhadap pemohon sebagaimana tertuang dalam Surat Perintah Penyidikan tertanggal 07 Oktober 2024 atas nama Sahbirin Noor adalah tidak sah, tidak berdasarkan atas hukum, dan oleh karenanya penyidikan a quo tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Sahbirin meminta hakim memerintahkan kepada KPK selaku termohon untuk menghentikan penyidikan terhadap pemohon yang dilakukan berdasarkan Surat Perintah Penyidikan tertanggal 07 Oktober 2024 atas nama Sahbirin Noor.

Keempat, Sahbirin meminta Hakim Tunggal menyatakan tidak sah segala keputusan atau penetapan yang dikeluarkan lebih lanjut oleh termohon yang berkenaan dengan penetapan tersangka atas diri Pemohon oleh termohon.

Kelima, Sahbirin meminta hakim tunggal untuk memulihkan segala hak hukum pemohon terhadap tindakan-tindakan yang telah dilakukan oleh termohon dan terakhir menghukum termohon untuk membayar biaya perkara ini menurut hukum.***

Red/K.101

Berita Terkait :

Tinggalkan Balasan