Jakarta, Kabariku- Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Silaturahim Haji dan Umrah Indonesia (SAHI) menilai Kementerian Agama (Kemenag) telah sukses dalam menyelenggarakan Ibadah Haji 1445 H/2024 M Indonesia.
Hal itu salah satunya terlihat dari keberhasilan mencetak rekor kuota jumlah jemaah haji terbanyak sepanjang sejarah, yakni mencapai 241.000 jemaah.
“Penyelenggaraan ibadah haji 1445 H/2024 M yang mendapatkan total kuota 241.000 jemaah haji dari Pemerintah Arab Saudi patut disyukuri, karena merupakan kuota tertinggi sepanjang sejarah penyelenggaraan haji bagi Indonesia,” kata Ketua Umum DPP SAHI, H. Abdul Khaliq Ahmad, dalam keterangan tertulis pada Rabu (07/08/2024).
Abdul Khaliq pun berharap kuota Haji Indonesia terus bertambah, sehingga dapat mengurangi antrian panjang yang kini waktu tunggu terlama mencapai 47 tahun.
Abdul Khaliq menegaskan penyelenggaraan ibadah Haji 1445 H/2024 M yang dilaksanakan oleh Kemenag telah berjalan lancar dan dirasakan lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya.
Hal ini karena adanya berbagai kebijakan dan langkah-langkah inovatif yang mampu mendukung pelaksanaan ibadah Haji menjadi lebih berkualitas. Baik layanan bidang transportasi, akomodasi dan konsumsi, maupun bidang keselamatan dan kesehatan jemaah Haji.
Abdul Khaliq berharap keberhasilan penyelenggaraan Ibadah Haji ini terus ditingkatkan, terutama yang terkait dengan pengembangan ekosistem dan potensi ekonomi Haji, dan semakin terbukanya ruang partisipasi masyarakat dalam program ini.
“DPP SAHI yakin dan percaya bahwa Menteri Agama beserta jajarannya yang bertugas, baik di Tanah Air maupun di Tanah Suci, telah menunjukkan kinerja yang baik, bekerja atas dasar aturan main yang jelas, all-out dan tetap menjaga amanah umat dalam penyelenggaraan ibadah Haji,” tandas Abdul Khaliq.
Ia juga memastikan DPP SAHI mendukung kebijakan dan langkah-langkah yang akan ditempuh oleh Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas dalam menghadapi dinamika dan perkembangan kehidupan paska haji.
Terkait dinamika politik hingga lahirnya Hak Angket DPR untuk penyelidikan penyelenggaraan Ibadah Haji 2024, Abdul Khaliq menilai, lebih tepat jika evaluasi penyelenggaraan haji dibahas dalam Rapat Kerja antara Kementerian Agama dan Komisi VIII DPR, sebagaimana tahun-tahun sebelumnya.
Jika pun Hak Angket DPR itu digunakan, DPP SAHI berharap jangan didasarkan pada kepentingan politik sehingga tidak objektif dan tidak berbasis fakta dan data yang benar.
“Jika Hak Angket digunakan, maka harus dilaksanakan secara profesional dan terbuka, didasarkan pada data dan fakta yang benar, dan jauh dari kepentingan politik tertentu,” tuntas Abdul Khaliq.
Diketahui sebelumnya, dalam Rapat Paripurna masa Sidang V tahun 2023-2024 yang digelar pada Selasa (09/07/2024) lalu, seluruh fraksi di DPR RI setuju dengan usulan Hak Angket pengawasan Haji, sedikitnya 3 alasan para pengusul menyodorkan DPR menggunakan Hak Angket kepada pemerintah.
Pertama, soal pembagian dan penetapan kuota haji tambahan yang diberikan pemerintah Arab Saudi tidak sesuai dengan UU No.8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.
Pasal 64 ayat (2) UU 8/2019 mengatur kuota haji khusus ditetapkan 8 persen dari kuota haji Indonesia sehingga Keputusan Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama No.118 Tahun 2024 tidak sesuai dengan hasil rapat panitia kerja (panja) Komisi VIII dengan Menteri Agama terkait penetapan Biaya Perjalanan Ibadah Haji (BPIH).
Kedua, ada indikasi kuota tambahan di tengah penyalahgunaan oleh pemerintah.
Ketiga, pelayanan jemaah Haji Indonesia di Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Armuzna) seperti tenda yang tidak sesuai dengan daya tampung, fasilitas kamar mandi tidak layak, padahal biaya tambahan sudah dilakukan untuk katering, pemondokan dan transportasi sesuai jumlah jemaah.
Mengenai aspek hukum, hak angket diatur antara lain dalam UU No.42 Tahun 2014 tentang Perubahan UU No.17 Tahun 2014 Tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD. Singkatnya beleid itu mengatur DPR punya Hak Interpelasi, Hak Angket, dan Hak Menyatakan Pendapat.
Hak angket fungsinya untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan UU atau kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.***
Red/K.103
Jangan lupa, Ikuti Update Berita menarik dari kabariku.com dan klik follow akun Google News Kabariku dan Channel WhatsApp Kabariku.com
Discussion about this post