Jakarta, Kabariku- Direktur Eksekutif Studi Demokrasi Rakyat (SDR), Hari Purwanto, menyatakan bahwa sistem Pemilu terbuka akan menimbulkan gesekan di internal partai politik.
“Kecenderungan menimbulkan pertikaian antara kader partai untuk mencari suara. Apakah ini yang dinamakan demokrasi?,” kata Hari kepada awak media, Selasa (6/6/2023).
Dia mengatakan, sistem pileg terbuka ini hanya memberikan keleluasaan terhadap pada para caleg. Dia menambahkan, dalam meraih suara pun para caleg pun menghalalkan segara cara.
“Ini liberalisasi, bar-bar. Tidak ada aturan, saling ‘membunuh’ diantara kader partai,” jelas Hari.
Hal itu ditandai dengan banyaknya kader yang berpindah partai. Dia mengatakan, kader yang tidak memiliki kekuatan materi untuk meraih suara pastinya akan gagal melenggang ke Senayan.
“Sehingga, banyak orang untuk pindah partai, lompat ke partai lain,” kata Hati.
Dia menambahkan, kader yang memiliki kekuatan materi dipastikan dapat melenggang mulus ke Parlemen. Sehingga, ketika menjadi wakil rakyat, hanya berpikir untuk mengembalikan modal bukan kepentingan rakyat.
“Sehingga, ideologinya bukan berpikir, tapi materi,” tandas Hari.
Sistem Pemilu dalam UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 saat ini digugat ke MK oleh 6 orang karena dianggap bertentangan dengan UUD.
Sistem terbuka juga dianggap membuat biaya politik sangat mahal dan melahirkan masalah yang multikompleks. Yakni, menciptakan model kompetisi antarcaleg yang mendorong caleg melakukan kecurangan termasuk dengan pemberian uang pada panitia penyelenggara pemilihan.
Setelah gugatan ini menjadi polemik, 8 partai politik yakni Golkar, Demokrat, PKB, NasDem, PKS, Gerindra, PAN, dan PPP menyatakan menolak Pemilu proporsional tertutup.***
Red/K.101
Baca Juga :
Jangan lupa, Ikuti Update Berita menarik dari kabariku.com dan klik follow akun Google News Kabariku dan Channel WhatsApp Kabariku.com
Discussion about this post