Kabariku- Hidayat Mukti atau akrab disapa Mukti Mukti solois balada asal Kota Bandung, Jawa Barat telah berpulang diusia 55 tahun.
Mukti Mukti tutup usia setelah dinyatakan sakit keras di Rumah Sakit Borromeus, Kota Bandung. Senin (15/8/2022) sekira pukul 16.00 WIB.
“Inalilahi Wainalilahi Rojiun, jam 16.00 WIB, Mukti Mukti wafat, semoga amal baiknya diterima Allah SWT. Amin, “ kata Matdon seniman Bandung di kutip dari bandungbergerak.id.
Almarhum disemayamkan di rumah duka di Jalan Batu Permata I No.11D, Margacinta, Bandung.
Mukti Mukti akan diberangkatkan dari rumah duka ke lokasi permakaman pukul 08.00 WIB, dan akan dimakamkan di Rumah Konser Mukti-Mukti, Cijeruk, Rancakalong, Sumedang pada Selasa (16/8/2022).
Diketahui, dalam beberapa bulan terakhir, almarhum sering jatuh sakit dan dirawat di rumah sakit.
Tadi pagi, Mukti Mukti dikabarkan dibawa ke rumah sakit. Kondisi kesehatannya terus memburuk dan tak sadarkan diri, sehingga dipasang ventilator.
Seperti diketahui, Mukti Mukti juga dikenal banyak kalangan di tahun 90-an, terutama aktivis kampus. Mukti Mukti akan tampil dimana pun, di panggung besar maupun kecil, dengan komunitas-komunitas atau bernyanyi di sela-sela acara diskusi sambil ngopi, setelah menyanyikan satu dua lagu ia akan kembali melanjutkan ngopi dengan kawan-kawannya.
Karya yang dihasilkan adalah buah pikirnya tentang puisi, alam, ketidakadilan, kritik sosial, religi, dan banyak lagi. Semua itu tentunya hasil perjalanan hidupnya di negeri yang penuh haru biru seperti Indonesia.
Mukti Mukti berkuliah di Fakultas Sastra Unpad dalam kurun waktu 1980-an. Ia konsisten menggelar “Konser Musik Cinta Mukti-Mukti” yang nyaris rutin diadakan sekali dalam setahun sejak pertama kali diselenggarakan pada 1988.
Terakhir, konser diselenggarakan di Amphiteater Selasar Sunaryo pada 2019, setahun sebelum pandemi Covid-19 berlangsung, sekaligus menandai 31 tahun perjalanan bermusiknya.
Pada Konser Musik Cinta Mukti Mukti 2013 Episode: “Seribu Bunga Buat Iwa” di Bale Rumawat Unpad, Jumat, 31 Mei 2013, lalu.
Mukti Mukti membawakan 12 lagu tentang cinta, protes sosial, serta gerakan perlawanan yang akrab dengan kehidupan mahasiswa kala itu.
Lagu-lagu sederhana namun sarat akan makna itu dibawakan dengan penuh rasa cinta. Rasa tersebut lahir dari segala kegelisahan yang ditemui Mukti Mukti selama proses berkeseniannya.
Mukti Mukti membawakan lagu “Seribu Bunga buat Iwa”, sebuah lagu untuk mengenang dan menghormati Rektor pertama Unpad, Iwa Koesoemasomantri, yang layak menyandang gelar sebagai Pahlawan Nasional.
Lagu ini diciptakannya pada tahun 1994, ketika almarhum bersama mahasiswa Fikom berunjuk rasa menuntut Prof. Iwa menjadi Pahlawan Nasional.
Meskipun lahir untuk gerakan perlawanan, lagu-lagu Mukti Mukti selalu menyiratkan pesan-pesan yang optimis. Hal itu terlihat dari lagu terakhir yang dibawakan, Menitip Mati.
“Kita yang masih bertahan, berdiri menatap matahari menitip mati, melumat sepi, esok hari revolusi,” demikian petikan lirik lagu tersebut yang dinyanyikan oleh hampir semua penonton.
Konser yang menjadi Pidangan Seni Budaya Rumawat Padjadjaran ke-60 ini digelar bertepatan dengan hari ulang tahun dari Prof. Iwa sendiri.
Rektor Unpad, Ganjar Kurnia, pun memberikan apresiasi terhadap musisi yang telah mengeluarkan sekitar 30 album tersebut.
“Kita sangat senang sekali, pada hari ini ada alumni dan aktivis Unpad kembali menyelenggarakan pagelarannya di kampus ini,” ujar Ganjar Kurnia.
Konser berdurasi satu setengah jam tersebut banyak dihadiri oleh penonton yang berasal dari seniman, kerabat, dan pencinta karya Mukti Mukti.
Bahkan, seorang penyanyi balada Indonesia, Leo Kristi, datang jauh-jauh dari kota Surabaya untuk menonton konsernya.
“Kegelisahan dari musik-musik yang diciptakan Mukti Mukti merupakan ciri khas dari musik balada tersebut. Ini adalah salah satu aspek perkembangan musik balada di Indonesia,” ucap Leo Kristi saat itu.***
Red/K.000
Jangan lupa, Ikuti Update Berita menarik kabariku.com lainnya dan follow akun Google News Kabariku dan Channel WhatsApp Kabariku.com