oleh
Andrianto
Ketua GERPOL (Gerakan Reformasi Politik) Indonesia
Kabariku- Di era penuh represif Orde Baru, setiap kota punya senior yang di tuakan menjadi mentor aktivis era 80an-90an.
Syahganda untuk Kota Bandung…
Pengenalan nama Syahganda sudah tidak asing serasa familiar di telinga, apalagi Kami sesama Tapol, bedanya saya di Rutan Salemba Jakarta beliau di Rutan Kebon Waru Bandung.
Perjumpaan pertama terjadi di kantor HUMANIKA di bilangan Tendean Jaksel sekitar th 96 an saat Beliau baru dari pengembaraan di Belanda.
Saya sudah jadi Ketua Humanika menggantikan Bang Bursah Zarnubi tokoh HMI sekaligus Pendiri Humanika. Diskusi intens sampe subuh hari menguatkan hati bahwa Orba di titik akhir..
Syahganda faham Geostrategis Internasional mirip Syahrir dan Hatta era tahun 1930-an yang menstimulasi tokoh perjuangan Sukarno dkk.
Sejak perjumpaan itu bagaikan dapat energi hingga Humanika makin intens sebagai poros perlawanan yang disegani rezim Orba.
Sebagai aktivis berlatar ITB Syahganda tidak eksklusif alias ITB sentris, peran penghubung dan katalisator semua simpul sangat cucok diperankannya.
Ketika ICMI berdiri dan bentuk lembaga Think Thank CIDES kadang sering berjumpa. Apalagi sekretaris Direktur Eksekutif Cides, Fatma bilang hanya saya dan Syahganda yang bisa ketemu tanpa janji dan protokoler dengan Direktur Eksekutif CIDES tiada lain Jumhur Hidayat.
Saat Orba runtuh dan Habibie naik kekuasaan, kami seiring sejalan karna landasan konstitusional semata. Meski diujung jalan terjadi keretakan ring 1 yang membuat Habibie tidak bertahan lama. Saya Korlapnya almarhum Mahadi Sinambela tokoh Golkar yang pernah jadi Menpora Gus Dur.
Era Gus Dur dan Mega jarang berjumpa lagi, Kami sibuk urusan domestik meski sesama oposan keduanya.
Saat SBY kuasa Syahganda adalah pendukung utama sehingga kursi empuk Komisaris Pelindo pernah dijabatnya. Saya menjadi dekat lagi karna masuk ke Pelindo Sebagai Staf Ahli Dirut 6 bulan/awal 2010 dan setelah itu Komisaris PT JICT (Jakarta Internasional Container Terminal) anak usaha Pelindo terbesar selama 5 tahun/2010-2015.
Ketika Pilpres 2014, Kami mendukung Prabowo dan Hatta Rajasa karna faktor kedekatan dengan Hatta Rajasa. Kami saat itu baik waktu Mensesneg dan Menko Perekonomian sangat intens berkomunikasi dan metting dengan Hatta Rajasa.
Disamping kami merasa cocok dengan Platform Prabowo-Hatta Rajasa yang pro kedaulatan bangsa. Di Pilpres berikutnyapun sama pilihan.
Sampe akhirnya kami berinisiasi membentuk KAMI (Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia).
Saya sebagai Ketua Panitia Deklarasi KAMI 18/8/2020 penuh jalan terjal sebagai embrio oposisi terkuat dan ditakuti rezim Jokowi.
Syahganda yang didaulat menjadi Sekretaris Eksekutif makin kritis dengan tulisan tulisan yang bernas dan berisi.
Wajar beliau Doktor Kesejahtraan Sosial Fisip ke 16 dari Universitas Indonesia.
Kampus bukan kaleng kaleng….
KAMI menjadi TO rezim Jokowi yang di periode ke 2-nya makin otoriter dan bernafsu memenjarakan suara suara kritis.
Saat itulah Syahganda melontarkan kritik via Twiter UU OMNIBUSLAW
Penolakan publik dimanifes dalam aksi demonstrasi yang massif sampe ke kota kota kecil se Nusantara.
Saya berkesimpulan Aksi penolakan terhadap UU Omnibus Law adalah aksi terbesar setelah penggulingan Gus Dur/tahun 2001.
Tentu ini menampar muka rezim Jokowi dimata publik Internasional.
Bagaimana mungkin produk UU OmnibusLaw untuk menarik Investor justru di tolak rakyatnya sendiri.
Jadi pengkambing hitaman yang pas memang KAMI (Koalisi Aksi menyelamatkan indonesia) Syahganda sangat seksi dikriminalisasi sekaligus bikin effect deterence kepada Aktivis KAMI lainnya.
Selama persidangan di PN Depok terbukti para Jaksa tidak mampu membuktikan benang merah Syahganda terhadap Aksi aksi kekerasan dan keonaran.
Tuntutan 6 tahun pun hanya tuk nutupi malu institusi penegak hukum yang sekedar menjalankan Order.
Namun entah dapat wangsit bahwa MahKamah Konstitusi akan membatalkan UU OMNIBUSLAW,, Hakim PN Depok hanya jatuhkan hukuman 10 bulan penjara seakan di cocokan masa tahanan.
Jadi Pengalaman Syahganda inilah yang di tuangkannya dalam buku
Menggugat : Indonesia Menggugat
Terdiri dari 3 episode setebal 224 halaman.
Saya sudah baca, sangat menggugah referensi terhadap jalannya ke Indonesiaan yang sudah masuki tahun ke 76 ini.
Lao Tse berujar masa genting kekuasaan berumur 100 th.
Banyak yang rontok setelah 100 tahun seperti era dinasti zaman kerajaan kuno atau di zaman modern, seperti UNI SOVIET, YUGOS SLAVIA, CEKO & Slowakia, SUDAN, YAMAN dll.
Yang bubar atau terpecah belah…
Syahganda dalam bukunya ingin memberi warning kepada pemegang kuasa.
Kekuasaan yang sekuat apapun apabila menyimpang tunggulah saat jatuh atau terjatuhkan.
Buku Syahganda ini mendapat perhatian besar dari pengantar buku yakni: Jenderal TNI (Purn) Gatot Nurmantyo, tokoh oposisi nomor satu saat ini juga Prof Din Syamsudin/mantan Ketua Umum Muhammadiyah, Teguh Santoso/ketua siber media, serta tak kalah pentingnya dari Jumhur Hidayat Ketua Umum KSPSI Organ buruh tertua dan terbesar di Indonesia.
Sehingga buku ini harus disebarluaskan sebagai cerminan wajah terkini ke Indonesia Kita…
Bsd City, 19 Februari 2022