Ini Pendapat Senator ProDEM tentang Pertemuan Jokowi-SBY-Prabowo

Senator ProDEM Agustiana

KABARIKU – Senator ProDEM, Agustiana, menilai, pertemuan antara Presiden Joko Widodo dengan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Prabowo Subianto yang baru-baru ini terjadi, bisa hanya sebuah kegeeran yang bisa jadi bumerang, tapi bisa juga konstruktif yang membawa hasil produktif.

Menurutnya, jika pertemuan Joko Widodo dengan SBY dan Prabowo diletakan dalam bentuk power sharing atau bagi-bagi kekuasan di kursi kabinet atau untuk akses kekuasan lain, maka itu merupakan bentuk konsolidasi di mana presiden ingin memiliki legitimasi politik yang kuat, sehingga nantinya takan ada kekuatan yang berbeda.

“Namun saya berpendapat dengan keyakinan penuh, akan terjadi hal yang sebaliknya dari harapan. Power sharing tersebut bahkan akan membuat negara ini makin terkoyak karena akan menimbulkan beberapa potensi masalah,” ujarnya, Jumat sore (11/10/2019).

Agustiana menyebut, setidaknya akan ada dua masalah akibat adanya “power sharing” Joko Widodo dengan SBY dan Prabowo. Pertama, masyarakat yang kecewa terhadap Jokowi yang selama ini terkanalisasi ke dalam kubu Prabowo, akan merasa dikecewakan dengan lahirnya kerjasama Prabowo-Jokowi.

“Maka pengaruh, instruksi dan mobilisasi Prabowo terhadap kelompok politik ini menjadi habis. Begitupun sebaliknya, kelompok yang ada di kubu Jokowi yang tak puas dengan tindakan dan sikap Jokowi akibat power sharing tersebut, terutama masyarakat sipil non partisan partai di mana kekuatannya tampak signifikan, akan kecewa karena Jokowi jadi partai oriented,” ujarnya.

Agustiana mengaku khawatir, kelompok non partisan partai di kubu Jokowi tersebut malah akan balik melawan Jokowi, padahal kelompok ini paling setia dan paling kuat dalam pusaran kekuasan Jokowi.

“Dan lambat laun mereka akan menyatu dengan kelompok dari kubu Prabowo yang kecewa,” ujarnya.

Masalah kedua, lanjut Agustiana, solidnya partai legislatif di parlemen akan mengakibatkan parlemen tidak ada dinamika.

“Sehingga akan tercipta suasana kesolidan legislatif yang terikat oleh kepentingan pragmatis yang berkembang menjadi persekongkolan dalam menggarong angaran untuk keperluan pertarungan 2024. Ini akan menimbulkan sebagian rakyat makin kecewa terhadap kinerja legislatif,” jelasnya.

Di sisi lain, menurut Agustiana, pemerintah yang tak ada atau lemah kontrol dari legislatif akan makin liar dan jorjoran. Ini juga akan menimbulkan kekecewaan rakyat, apalagi jika pemerintah
makin liar terjebak pada pembangunan yang menimbulkan kesenjangan lebih besar.

“Ini adalah amunisi terbangunnya kebencian masyarakat non partisan partai. Kebencian terhadap legislatif dan eksekutif akan menggumpal, di mana kalau terorganisir akan menjadi kekuatan sipil yang maha dahsyat untuk melakukan revolusi,” jelasnya.

Dan jika gumpalan kebencian terhadap partai dan pemerintah ini tak terorganisir, lanjut Agustiana, maka sikap apriori terhadap kelembagaan dan mekanisme demokratis ini akan mengubah peradaban bangsa menjadi liar dan dipenuhi premanismeu. (Has)

Tinggalkan Balasan