Jakarta, Kabariku – Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menyayangkan tindakan intimidasi dan serangan yang dialami oleh Yogi Firmansyah, penulis opini yang dimuat di salah satu media nasional berjudul “Jenderal di Jabatan Sipil: Di Mana Merit ASN?” pada 22 Mei 2025.
Diketahui, Yogi Firmansyah merupakan aparatur sipil negara di Kementerian Keuangan dan saat ini menempuh pendidikan S2 Magister Ilmu Administrasi di Universitas Indonesia, diduga menjadi korban serangan teror lantaran artikelnya yang menyoroti penunjukan Letjen Djaka Budi Utama sebagai Dirjen Bea Cukai, yang dinilai melanggar prinsip meritokrasi dalam sistem kepegawaian sipil (ASN).

Menurut Muhamad Isnur, Ketua Umum YLBHI, yang dialami Yogi Firmansyah adalah serangan kepada kebebasan berpikir, berekpresi dan berpendapat.
“Ini juga merupakan serangan terhadap kebebasan Pers dan kebebasan Akademik,” ucapnya. Minggu (25/05/2025).
Menurut informasi yang dihimpun YLBHI, pada pagi hari setelah artikelnya tayang, Yogi mengalami dua insiden kekerasan fisik
Pertama, ia diserempet oleh dua pengendara motor berhelm tertutup saat mengantar anaknya ke taman kanak-kanak.
Beberapa jam kemudian, dua orang pengendara lain dengan ciri helm serupa menendang motornya hingga ia terjatuh didepan rumahnya. Atas alasan keselamatan, Yogi kemudian meminta pihak redaksi Detiknews untuk menghapus tulisannya.
Pada hari Kamis tersebut dia diserempet oleh dua pengendara motor dengan helm fullface setelah mengantar anaknya ke TK. Beberapa jam kemudian dua pengendara motor dengan helm serupa, tapi motor berbeda, menendang motor Yogi sampai jatuh di depan rumahnya.
Setelah rentetan kejadian tersebut, Yogi pun meminta untuk menghapus opininya yang sempat tayang pada Kamis (23/05/2025), redaksi detik.com menurunkan tulisan dengan alasan melindungi keselamatan penulis.
“Seharusnya Pemerintah dan Aparat Penegak Hukum menjamin perlindungan dan kebebasan saudara Yogi dan juga kepada siapapun yang menyampaikan kritik dan pendapatnya,” ucap Isnur.
Masih kata Isnur, Pemerintah dan Aparat Penegak hukum juga berkewajiban mengungkap upaya pembungkaman dan serangan ini.
“Serangan seperti ini adalah tindak pidana yang harus diproses dan tidak boleh terulang kembali,” lanjut dia.
Tindakan-tindakan pembungkaman terhadap masyarakat yang kritis dalam pantauan YLBHI terus meningkat dalam setahun terakhir. terjadi bukan hanya kepada Jurnalis dan Akademisi, tetapi juga kepada seniman, penyanyi, budayawan, mahasiswa, aktifis, buruh dan petani.
“Yogi Firmansyah juga berhak untuk mendapatkan bantuan hukum dan bantuan-bantuan lain dalam rangka perlindungan dan pemulihan,” cetusnya.
YLBHI menyatakan dukungan kepada Yogi Firmansyah agar kuat dan terus melakukan kritik secara terbuka dan tegas.
Praktik intimidasi dan teror terhadap masyarakat pun ditanggapi oleh Koalisi Masyarakat Sipil yang dinilai merupakan ancaman serius bagi demokrasi dan kebebasan sipil.
Koalisi Masyarakat Sipil mengecam keras tindakan teror dan intimidasi terhadap warga negara yang menyampaikan kritik atas kebijakan negara, khususnya terkait peran dan posisi militer dalam kehidupan sipil.
Dalam negara demokratis dan berdasarkan prinsip negara hukum, kritik merupakan bagian sah dari partisipasi publik yang dilindungi oleh konstitusi.
Tindakan kekerasan terhadap warga sipil hanya karena menyampaikan kritik adalah bentuk pelanggaran hak asasi manusia dan ancaman serius terhadap kebebasan berekspresi.
Koalisi Masyarakat Sipil menyoroti bahwa peristiwa teror seperti yang dialami YF bukanlah kejadian tunggal, melainkan bagian dari pola kekerasan berulang yang muncul sejak gelombang penolakan terhadap revisi Undang-Undang TNI bergulir.
Dalam dua bulan terakhir, kami mencatat sejumlah insiden teror berupa, pengintaian, intimidasi, serta serangan fisik dan digital yang dialami oleh akademisi, aktivis, jurnalis, mahasiswa dan warga sipil yang menyampaikan pandangan kritis terhadap keterlibatan TNI dalam urusan sipil.
Sebelum peristiwa penghapusan tulisan YF ini, Koalisi Masyarakat Sipil merangkum berbagai macam teror dan intimidasi yang menyasar berbagai kalangan dalam konteks kritik terhadap pelibatan TNI dalam ruang sipil, antara lain:
-Intimidasi TNI dalam diskusi mahasiswa berkaitan penolakan RUU TNI di Universitas Udayana, UIN Wali Songo, Universitas Indonesia;
-Pengiriman kepala babi dan bangkai tikus yang ditujukan kepada para jurnalis Tempo;
-Serangan terhadap pembela HAM berupa ancaman fisik dan kriminalisasi terhadap Andri Yunus dan Javier yang menginterupsi rapat tertutup DPR di Hotel Fairmont;
-Teror yang menyasar kantor KontraS pasca membongkar adanya rapat tertutup di Hotel Fairmont yang dilakukan DPR untuk membahas Revisi UU TNI;
-Intimidasi dalam bentuk pengintaian yang menyasar kantor KontraS pasca Pengesahan UU TNI; dan
-Intimidasi yang ditujukan bagi mahasiswa UII yang menjadi pemohon judicial review UU TNI di MK.
Koalisi memandang, tindakan pembiaran terhadap pola kekerasan seperti ini, tanpa penyelidikan menyeluruh, akuntabilitas, dan pemulihan korban, adalah bentuk pengabaian tanggung jawab konstitusional oleh pemerintah dan aparat penegak hukum.
Koalisi menilai bahwa tindakan-tindakan teror ini sangat berkaitan dengan sikap kritis masyarakat sipil terhadap rencana atau kebijakan yang membuka ruang kembalinya praktik dwifungsi militer, sebagaimana terlihat dalam revisi UU TNI, Perpres 66/2025 tentang pelibatan militer di kejaksaan, dan penempatan perwira aktif di jabatan sipil.
“Kritik terhadap kebijakan tersebut bukanlah ancaman, melainkan alarm demokrasi yang wajib didengar dan ditanggapi secara substantif, bukan dibungkam melalui kekerasan,” tutup pernyataan Koalisi.*
Jangan lupa, Ikuti Update Berita menarik dari kabariku.com dan klik follow akun Google News Kabariku dan Channel WhatsApp Kabariku.com
Discussion about this post