Bandung, Kabariku – Langkah berani Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, yang mewacanakan kewajiban vasektomi bagi penerima bantuan sosial (bansos) Program Keluarga Harapan (PKH) menuai tentangan.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Barat secara tegas menyatakan bahwa vasektomi atau sterilisasi pada pria, hukumnya haram dalam Islam.
“Tidak boleh bertentangan dengan syariat. Pada intinya, vasektomi itu haram dan ini sudah ditegaskan dalam Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia IV di Pesantren Cipasung, Tasikmalaya tahun 2012,” ujar Ketua MUI Jawa Barat, KH Rahmat Syafei kepada ANTARA, Kamis (1/5).
Menurut Rahmat, ada pengecualian jika vasektomi dilakukan dalam kondisi tertentu, seperti alasan kesehatan yang mendesak dan tidak menyebabkan kemandulan permanen. Ia menjelaskan, tindakan ini hanya dibolehkan jika masih memungkinkan untuk memulihkan fungsi reproduksi dan tidak menimbulkan mudarat bagi yang bersangkutan.
Wacana KB pria melalui metode vasektomi ini mencuat dalam rapat koordinasi bidang kesejahteraan rakyat bertajuk Gawé Rancagé Pak Kadés jeung Pak Lurah yang digelar di Pusdai Jawa Barat, Senin (28/4).
Dalam forum yang dihadiri oleh sejumlah menteri, termasuk Mensos Saifullah Yusuf dan Menkes Budi Gunadi Sadikin, Dedi menyampaikan rencana menjadikan program KB—khususnya vasektomi—sebagai syarat penerimaan berbagai bantuan pemerintah, mulai dari beasiswa hingga bansos.
Alasan di balik kebijakan ini adalah tingginya angka kelahiran di kalangan keluarga prasejahtera.
“Pak Menteri, saya tidak tahu kenapa rata-rata keluarga miskin itu anaknya banyak. Sementara orang kaya malah susah punya anak. Bayi tabung sampai Rp2 miliar tetap belum berhasil,” ujar Dedi dalam rapat tersebut.
Ia mencontohkan beberapa kasus ekstrem yang pernah ditemui, seperti satu keluarga miskin di Majalengka yang memiliki 16 anak, bahkan ada yang sampai 22 anak. Dalam kasus lain, Dedi bertemu dengan seorang ayah yang tinggal di kontrakan, memiliki 10 anak, dan sang istri sedang hamil anak ke-11.
“Anak-anaknya jualan kue di alun-alun, orang tuanya di rumah kontrakan,” kisahnya.
MUI sendiri tidak mempersoalkan jika pemerintah memberi insentif atau syarat tertentu dalam penyaluran bansos. Namun, KH Rahmat Syafei menegaskan bahwa setiap kebijakan tetap harus berada dalam koridor syariat.
“Kalau untuk insentif tidak apa-apa, tapi kedudukan hukum vasektomi itu tetap harus diperhatikan. Tidak bisa dipaksakan tanpa memenuhi syarat syariat,” ujarnya.
Kebijakan ini membuka diskusi luas tentang batas antara kebijakan sosial dan nilai-nilai agama. Di satu sisi, Dedi ingin memutus rantai kemiskinan melalui pengendalian jumlah anak. Di sisi lain, muncul kekhawatiran bahwa cara yang diambil justru berbenturan dengan prinsip moral dan agama yang dianut masyarakat luas.***
Jangan lupa, Ikuti Update Berita menarik dari kabariku.com dan klik follow akun Google News Kabariku dan Channel WhatsApp Kabariku.com
Discussion about this post