Kementerian Ekonomi Kreatif/Badan Ekonomi Kreatif (Ekraf) resmi menutup kegiatan Bootcamp 1 Inkubasi Fesyen Wilayah Jabodetabek pada Senin, 3 November 2025. Setelah tiga hari intensif menggali strategi bisnis dan branding, puluhan pelaku usaha fesyen nasional kini bersiap memasuki fase pendampingan berkelanjutan.
“Kami berharap pendampingan ini dapat maksimal dan semua jenama fesyen di sini bisa menjadi champion lokal yang siap menembus pasar global,” kata Direktur Fesyen Romi Astuti secara daring dan disiarkan di Hotel The 1O1 Suryakencana, Bogor.
Kementerian Ekraf/Badan Ekraf memastikan pegiat fesyen yang terlibat dalam program ini memiliki daya saing di pasar nasional maupun global, lewat konsultasi lebih mendalam melalui sesi mentoring 1 on 1 secara daring, bootcamp kedua, sampai puncaknya photoshoot untuk katalog.
Setelah menerima materi dan melakukan praktik selama tiga hari sebelumnya, mulai dari pembuatan moodboard dan siluet, presentasi karya, hingga aspek keuangan, di hari terakhir ini para peserta mendengarkan success story dan strategi branding dari pemilik jenama lokal Danjyo Hiyoji dan Niion, serta strategi penjualan dari narasumber pihak marketplace Blibli.
Dana Maulana, Founder merek busana streetwear Indonesia Danjyo Hiyoji, menjelaskan bahwa baginya, berjejaring dan berkolaborasi menjadi kunci yang membantunya untuk bangkit setelah terdampak pandemi. Ia menuturkan bahwa perjalanan panjangnya dimulai dari peluang-peluang kecil yang sering kali tampak kecil, tetapi justru menjadi pijakan penting seperti kesempatan yang dihadirkan melalui program ini.
“Melalui program seperti yang diadakan Kementerian Ekraf/Badan Ekraf inilah, kesempatan awal untuk berjejaring dan berkolaborasi hingga menciptakan dampak besar bisa lahir. Karena itu, teman-teman di sini sangat beruntung, ” ujar Dana.
Sementara itu, Aditya Rahman, Founder Niion, menjelaskan pentingnya membangun dan menemukan komunitas sebagai strategi untuk memperluas jangkauan pasar secara lebih efektif. Ia mencontohkan penerapan community marketing yang ia lakukan melalui pemasaran produk tas padel di komunitas olahrag, yang terbukti mampu memperkuat keterikatan konsumen dan mendorong penjualan secara organik.
Sementara itu, Dilla Yudi Astari selaku pemilik jenama O My Craft, brand terkurasi yang memproduksi tas, dan aksesori dari kain tradisional seperti tenun Badui, tenun NTT, dan batik, dengan konsep patchwork dan upcycle menuturkan bahwa pelatihan ini sangat membantu dalam membuka akses baru bagi pelaku usaha seperti dirinya untuk memperluas pasar melalui platform digital.
“Sebelumnya saya sempat kesulitan mendaftar karena keterbatasan akses ke pihak yang bisa membantu. Program ini menjadi penghubung langsung dengan pihak marketplace, sehingga kini saya memiliki kanal penjualan digital baru yang sangat penting di era digital saat ini,” ujar Dila.
Salah satu peserta, Dwi Novie Andrie, pemilik jenama Opie Ovie, jenama pakaian yang mengangkat wastra nusantara hasil karya para perajin dari Banyumas, Surabaya, dan Mojokerto, mengungkapkan bahwa pelatihan ini memberinya kesempatan untuk belajar langsung strategi bisnis dan branding dari praktisi industri fesyen. Ia menilai pengalaman tersebut menjadi bekal penting untuk memperkuat arah pengembangan jenamanya ke depan.
“Terkait branding saya masih sangat baru karena belum lama juga punya brand ready-to-wear ini, dan ilmunya mungkin hanya bisa didapatkan dari sekolah bisnis atau sebagainya, tapi ternyata di sini bisa belajar langsung dari pelakunya dan langsung dipraktikkan. Tentunya ini akan menjadi batu pijakan langkah saya ke depannya dalam berkarya, khususnya dalam aspek bisnis,” jelas Novie.***
Jangan lupa, Ikuti Update Berita menarik dari kabariku.com dan klik follow akun Google News Kabariku dan Channel WhatsApp Kabariku.com
			
                                
		    
                                















                
                
Discussion about this post